Dalam suasana pandemi ini, kejujuran perusahaan menjadi kunci utama untuk turut meringankan situasi ekonomi yang semakin sulit. Katakanlah sejujurnya. Semua anak bangsa merasakan akibat dari Pandemi ini, Â tidak ada yang dapat menjamin kapan akan berakhir.
Berikanlah data karyawannya yang benar, termasuk rekening gaji pekerja untuk menampung dana subsidi pemerintah itu. Â Dengan sistem pembayaran langsung melalui rekening bank yang bersangkutan, maka dapat mengurangi berbagai risiko penyimpangan yang merugikan pekerja.
Uang tersebut dapat digunakan untuk membantu kebutuhan pokok. Diperhitungkan uang Rp. 600 ribu, dapat digunakan untuk membeli beras medium 4 jiwa dalam satu keluarga untuk 1 bulan ( 4 x 30 x 0,4 kg = 48 kg), dan sedikit berlebih dapat untuk membeli gula dan lainnya, disamping lauk pauk dan kebutuhan lainnya dapat digunakan dari gaji yang diperoleh.
Jika semua skema bansos dan subsidi yang dilakukan pemerintah dijalankan dengan baik, rasa empati, dengan hati, tidak ada penyimpangan, tidak ada mark up harga, dan segala sesuatu yang menyebabkan biaya tinggi, tentu akan terjadi pergerakan ekonomi di sektor UMKM, yang secara perlahan menumbuhkan ekonomi mikro masyarakat, yang sudah sempat hancur dalam 4 bulan terakhir ini.
 Bagaimana dengan pekerja sektor Informal
Pekerja di sektor informal ini, Â jumlahnya tidak sedikit. Lebih dari 70 juta pekerja. Mereka tersebar di semua jenis usaha, jasa, home industry, pengrajin, pedagang kecil, tukang bakso, jamu bakul dan lainya.
Mereka ini, jelas pendapatannya  dibawah garis gaji pekerja formal. Berkisar antara  300 ribu s/d 1,5 juta perbulan. Apalagi usaha keluarga, mungkin hanya diberikan makan, tempat tinggal, dan uang rokok istilahnya.
Sewaktu kerusuhan sosial 1998, sektor informal ini tidak terlalu berdampak. Kita melihat mereka berani berjualan minuman, di kerumunan demonstrasi mahasiswa dan massa. Warteg laku keras. Yang banyak terpukul adalah para konglomerat yang lari ke China, Singapura, Australia, Malaysia, dengan membawa semua harta karun yang dimilikinya. Jangan heran banyak Bank yang collapse. Sektor UMKM, tetap  berkibar, karena omzetnya tergantung dari daya beli demonstrans untuk kebutuhan bertahan selama berjuang untuk Reformasi.
Sekarang suasana berbeda. Semua segmen masyarakat disapu bersih sang Covid-19. Siapa saja boleh kena. Apakah menteri, jenderal, polisi, tentara, ulama, pendeta, pencuri, perampok, koruptor, orang tua, anak muda, anak-anak bayi tidak peduli. Bahkan bagi lansia dengan komorbid, siap-siap untuk pasang ventilator, mudah-mudahan selamat. Saat ini Covid-19 itu tidak ada lawan yang tangguh, sebab dia berada ditubuh manusia tanpa diketahui oleh manusia itu sendiri. Â Musuh Covid-19 itu hanya 3, yaitu inang yang pakai masker, cuci tangan, dan membuat jarak 1-2 meter antar manusia. Tetapi itulah kelemahan manusia yang sulit mengatasinya.
Kebijakan PSBB, berimplikasi ekonomi yang luar biasa. Sektor UMKM hancur lebur. Tidak ada yag belanja, dan orang takut untuk belanja. Kehidupan harus jalan. Mereka hidup atas transaksional harian, yang risikonya sama dengan tertular virus Covid-19.
Memang wajarlah, jika sektor UMKM ini, diprioritaskan untuk dilakukan stimulus berupa bantuan modal untuk usaha. Mungkin di sektor inilah, para pekerja informal itu dapat bangkit dengan stimulus sebesar Rp. 2,4 juta per usaha UMKM. Ini pekerjaan tidak mudah bagi pemerintah.