PDP (Pasien Dalam Pengawasan) adalah:
- Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yaitu demam (38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala sakit pernapasan (batuk/ sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/ pneumonia ringan hingga berat) dan dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala pernah berada di negara atau wilayah dengan penularan lokal
- Orang dengan demam (38oC) atau riwayat demam atau ISPA dan dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala pernah berkontak erat dengan orang sakit Covid -19 (terkonfirmasi ataupun probabel)
- Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
Dalam perjalanan waktu karena covid-19 ini sudah 4 bulan kasusnya meningkat terus, dengan angka terinfeksi hari ini (8/7/2020) sudah mencapai  1,823  orang, dan yang meninggal akhir-akhir ini sekitar 50 -- 60  orang per hari, totalnya saat ini mencapai 3.359 orang atau sekitar 4,9% dari total keseluruhan terinfeksi 68.079  kasus. Jumlah yang sembuh  sekitar 46,3% dari total yang terinfeksi itu. Pada saat yang sama beberapa provinsi dan kab/kota sudah melakukan pelonggaran PSBB, dengan nomenklatur baru new normal, atau masa transisi PSBB.
Hebatnya lagi pelonggaran PSBB dilakukan saat wabah sedang menanjak keatas, seperti di Surabaya Raya, Walikotanya sudah melakukan pelonggaran PSBB, walaupun Gubernur Jatim terkesan keberatan. Akhirnya Gubernur Jatim meminta tanggung jawab mutlak dari para Walikota dan Bupati di tiga daerah Surabaya Raya atas kebijakan bersama mereka.
Di tengah Pandemi yang masih meningkat kurvanya, dilaksanakan new normal dan pelonggaran PSBB dengan pola transisi, pemerintah juga memberikan kelonggaran penerbangan domestik ,dan transport darat dan laut. Tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu dapat menunjukkan surat sudah Rapid Test yang berlaku 3 hari, atau surat sudah PCR yang berlaku 10 hari.
Bahkan baru-baru ini untuk ikut UTBK (Ujian Tertulis berbasiskan Komputer) di Surabaya harus disyaratkan menunjukan dokumen hasil Rapid Test. Bagi yang tidak mampu dibiayai oleh Pemda, bagi yang ngak mau repot, ya bayar sendiri. Hasil Rapid Test berlaku untuk 3 hari dan sekarang sudah dilonggarkan menjadi 14 hari.
Potensi Moral hazard?
Sebagaimana yang diutarakan diatas, pemerintah menargetkan cakupan hasil test spesimen  Covid-19, minimal 20 ribu per hari, untuk itu dana APBN 2020 sektor kesehatan sudah dialokasikan Rp. 75 triliun. Karena dana luncuran APBN tidak meluncur dengan kencang, sedangkan masyarakat membutuhkan surat keterangan hasil Rapid Test  atau PCR untuk bepergian atau urusan lainnya, mereka mencari jalan sendiri. Termasuk juga faskes yang dapat melakukan Rapid Test mencari jalan sendiri supaya terpenuhi keinginan masyarakat. Apa itu  yang dimaksud dengan jalan sendiri?.
Contoh konkrit yang dialami ponakan saya. Karena harus ke Jakarta mengikuti UAS di tempatnya kuliah . Selama Kuliah On Line sudah dua bulan ini, berada di Medan. Saya dilaporkan bahwa untuk dapat berangkat dari Medan, mengurus surat Rapid Test membayar sebesar Rp. 400 ribu.
Belakangan ini, maskapai penerbagangan swasta, menyediakan fasilitas Rapid Test Rp. 90 ribu bagi yang ingin terbang. Masa berlakunya 14 hari.
Bayangkan berapa duit masyarakat yang tersedot untuk Rapid Test, yang sebenarnya dibiayai oleh Pemerintah dan Presiden sudah menyebutkan angkanya Rp, 75 triliun.
Gugas Covid-19 Pusat dan Menteri kesehatan, harus memberikan kebijakan yang jelas, soal biaya Rapid Test ini. Jangan di satu sisi dilonggarkan untuk mobilisasi, di sisi lain dibuatkan persyaratan yang dapat menimbulkan moral hazard dengan membebankan  biaya resiko  kepada mereka yang disyaratkan itu.