Presiden Jokowi bahkan Presiden sebelumnya sudah memberikan kesempatan kepada para Profesor, Doktor, dosen senior, untuk mengelola Kementerian Pendidikan, dan disediakan dana 20% dari APBN untuk pendidikan hasilnya, ya.....masih babak belur.
Bahkan 5 tahun belakangan ini, Menterinya ada yang bergaya otoriter, pendekatan ancaman remunerasi tidak dibayar. Dosen disibukkan urusan-urusan administrasi, jika tidak selesai, uang honor tidak keluar, dan seterusnya.
Persyaratan berlapis-lapis hendak naik pangkat sungguh menjadikan banyak mereka para dosen  yang menjadi stress, dan apatis. Mengajar sekedar memenuhi kewajiban tanpa motivasi yang tinggi untuk mendidik.
Sang Menteri, sangat rajin kumpulin Rektor, para Warek, Direktur Pendidikan vokasi, Â menanyakan kemajuan realisasi anggaran, proyek. Jika tidak memuaskan dipermalukan di depan peserta yang hadir. Mungkin karena latar belakang akuntan yang berfikir rigit, detail.
Sedangkan seorang Menteri itu, seharusnya  lebih pada kekuatan Kepemimpinannya, untuk menggerakkan para akademisi, orang pintar yang terbiasa berpikir dan bekerja independen.
Apakah kondisi-kondisi tersebut diatas dapat diselesaikan oleh Nadiem. Jawabannya bisa dapat, bisa tidak.
Parameter ukurannya adalah sejauh mana kekuatan dan kekenyalan Kepemimpinan Nadiem Makarim dalam menghadapi persoalan-persoalan di dalam pendidikan.
Dunia pendidikan memerlukan kekuatan Kepemimpinan untuk menyelesaikannya. Bukan pada kemampuan teknis. Sebab yang dihadapi adalah akademisi, orang pintar, pandai, cerdik cendekia, tetapi belum tentu strong  dalam leadership.
Apakah Nadiem Makarim dapat menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Rakyat menunggu dengan harap-harap cemas. Saat ini saja, Nadiem sudah di "hajar" di medsos, terkait persoalan keluarganya. Khususnya perkawinan beda agama yang menjadi  isu sensi di masyarakat. Masyarakat menilai, bahwa persoalan keluarga ini , terkait Menteri Pendidikan memerlukan persyaratan lebih berat.
Jika memang Nadiem adalah keluarga  yang kawin dengan beda agama, dan masing-masing menjalankan agamanya, dikhawatirkan akan menjadi model, dan contoh  yang ditiru para anak didik. Sebab mereka adalah milenial yang salah satu kebiasaannya  adalah cepat dan suka meniru. Bisa dibayangkan kepanikan para orang tua yang umumnya masyarakat religius dan taat pada ajaran agamanya.
Keresahan-keresahan di masyarakat sudah mulai menggejala, dan Presiden Jokowi harus  cepat meresponnya. Apalagi Wakil Presiden KH.Ma'ruf Amin, Ketua MUI. Tidak boleh diam saja pak Kyai.