Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendikbud Mempertaruhkan Masa Depan

28 Oktober 2019   07:47 Diperbarui: 28 Oktober 2019   09:14 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kementerian Pendidikan berbeda dengan kementerian lainnya. Kementerian ini adalah paling tua, tidak  pernah dilikuidasi. Sebab masalah pendidikan tercantum dalam UU Dasar 1945. Pemerintah tidak bisa membubarkan kementerian ini, karena nomenklaturnya ada di Konstitusi. Hanya bisa dibubarkan jika disetujui DPR.

Bahkan satu-satunya sektor adalah sektor pendidikan yang di dalam UU Dasar 1945, dicantumkan Negara harus menyediakan 20% dari APBN untuk sektor Pendidikan.

Pada periode pertama pemerintahan Jokowi ( Kabinet Kerja, Kerja, Kerja) 2014-2019, Kemendikbud mengalami perubahan struktur organisasi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dikeluarkan, dan bergabung dalam Kementerian baru bernama Kemenristekdikti.

Hampir setahun Kemenristekdikti melakukan penataan organisasi, pembentukan nomenklatur baru eselon I, II, III, dan IV, yang menggambarkan tupoksi, dan target program prioritas kementerian perpaduan ristek dan pendidikan tinggi.

Bayangkan dari satu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ( seorang eselon I), dipecah menjadi beberapa eselon I, dengan nomenklatur yang susah di ingat, dan uraian tugas yang tipis bedanya satu sama lain.

Bagi Kemendikbud, yang tidak lagi menangani pendidikan tinggi, tidak banyak perubahan. Karena tidak ada penambahan organ, tetapi bagaimana organ yang yang ada lebih difokuskan pada Tupoksi dan target program prioritas sektor yang diamanatkan  dalam Nawa Cita.

Di Kemenristekdikti, 3 bulan belakangan geger seluruh perguruan tinggi. Karena Menteri Prof. Nasir punya obsesi  agar Rektor PT (Perguruan Tinggi), dapat di isi dari PT  asing, untuk mendapatkan ranking 100 PT terkemuka di dunia. Dalam soal ini, Prof Nasir  jauh lebih *visioner " dan cenderung nyeleneh dari Nadiem Makarim, yang sudah malang melintang berselancar di dunia maya.

Tapi kenapa Pak Jokowi tidak melanjutkan Prof Nasir menjadi Menristekdikti, di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Bahkan kementeriannya dipreteli lagi. Padahal Prof. Nasir sudah berdarah-darah membela Jokowi, sampai dimusuhi para dosen-dosen.

Dikti dikeluarkan dari Kemenristekdikti, dan namanya menjadi kemenristek, dengan Menterinya Prof Bambang Brodjonegoro,. Mantan Menteri  PPN/Ketua Bappenas, yang bersemangat luar biasa dalam mempersiapkan kepindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Semangat beliau membuahkan hasil diangkat menjadi Menteri lagi.

Kembali ke soal Prof. Nasir, masyarakat luas menduga ini barang pasti jadi menteri lagi. Mengingat begitu loyalnya pada Presiden. Bahkan sampai menjelang akhir periode di minta Presiden Jokowi  melarang mahasiswa untuk demo dilaksanakan dengan baik, bahkan over dosis.

Prof Nasir mengancam mahasiswa untuk back to Campus Belajar, belajar, belajar. Rektor diancam akan dipecat jika tidak menindak dosen yang mendorong atau tidak melarang mahasiswa demo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun