Saya baru saja menulis artikel tentang "Negara dengan Kartu Sakti". Dalam artikel tersebut, saya menghitung ada sejumlah 6 kartu yang sudah dan akan diluncurkan oleh Jokowi untuk kepentingan 7 program Perlindungan Sosial. Rinciannya program bantuan siswa miskin (KIP), program untuk Jaminan Kesehatan bagi orang miskin dan tidak mampu (KIS), program bantuan pangan non tunai (BPNT)/Rastra untuk daerah terpencil, dan PKH ( melalui KKS).
Program-program tersebut sudah jalan, dan saat ini sudah menjadi instrumen efektif menarik simpati rakyat bagi Petahana dalam berbagai kunjungan kerja dengan tema peluncuran paket-paket program tersebut.
Hal yang sama dilakukan para Kepala Daerah (Gubernur, Bupati / Walikota), pada masing-masing level wilayah kerja, dengan ditambah embel-embel pesan bahwa program -- program bansos tersebut karena kebijakan Pak Jokowi. Jadi kita harus ber terimakasih pada Pak Jokowi. Maksud dibalik ungkapan tersebut, tentu rakyat sudah maklum.
Para elite pemerintahan tersebut mungkin menduga rakyat tidak tahu, bahwa bantuan sosial tersebut berasal dari duit rakyat yang ditarik pajaknya terkadang sampai berlapis-lapis dan dari hutang yang beban hutangnya dipikul oleh rakyat itu sendiri. Seharusnya para Gubernur, Bupati/Walikota tersebut malu kepada rakyatnya.
Dahsyatnya program bansos tersebut, telah dibuktikan oleh Ibu Khofifah Indar parawansa, sewaktu menjadi Menteri Sosial, dengan semangat yang tinggi untuk membantu masyarakat miskin di Jawa Timur dengan jumlah penduduk miskinnya masih banyak. Sampai di pelosok desa Ibu Khofifah mengunjungi mereka dan meluncurkan program bansos melalui e-waroeng dan PKH dengan membagi-bagikan Kartu keluarga Sejahtera (KKS).
Alhamdulillah, tidak dapat dipungkiri, bansos tersebut juga sangat berperan menghantarkan Ibu Khofifah menjadi Gubernur Jawa Timur, mengalahkan Saifullah Yusuf, Wakil Gubernur yang juga mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim.
Melihat keberhasilan Ibu Khofifah menarik simpati rakyat karena mendapatkan program bansos, menjadi perhatian dan amunisi Jokowi dalam berkampanye.
Keempat program bansos (perlindungan sosial bahasa APBN nya), dijadikan logistik Jokowi dalam berkampanye sebagai Petahana ataupun pada hari kerja sebagai Presiden bertemu dengan rakyat sambil membagi-bagikan program bansos, terutama PKH yang jumlah dananya cukup besar.
Tahun 2019 sebesar 17,9 triliun untuk 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) atau sekitar 40 juta jiwa orang miskin. Bahkan dijanjikan untuk tahun anggaran 2020, dinaikkan dua kali lipat menjadi 34 triliun, untuk sebanyak 15,6 juta KPM ( 62,4 juta jiwa).
Rupanya Jokowi menyadari, bahwa rakyat Indonesia yang miskin masih sangat banyak ( untuk PKH saja sebanyak 62,4 juta jiwa), walaupun pihak Bappenas dan BPS memberikan data yang menggembirakan kepada Bapak Presiden, yaitu orang miskin di Indonesia tahun 2018, baru pertama sekali dalam sejarah pembangunan yang dilakukan Indonesia, turun dari 2 digit menjadi 1 digit yaitu 9,6 % atau hanya tinggal 24, 9 juta jiwa.
Timbul pertanyaan, kenapa ada perbedaan data orang miskin yang di publikasi Bappenas sebanyak 24,9 juta jiwa, dengan pemberian sasaran PKH yang juga orang miskin bahkan seharusnya yang sangat miskin, meningkat 2,5 kali lipat (62,4 juta jiwa). Apakah Pak Presiden tidak percaya dengan data Bappenas, atau belum terjadinya sinkronisasi antar sektor terkait Basis Data Terpadu yang sudah ada di BPS?.