Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memutus Mata Rantai Kemiskinan, Mungkinkah?

1 Maret 2019   23:58 Diperbarui: 2 Maret 2019   12:01 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pixabay.com/sasint

Apa yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai kemiskinan kemiskinan? 

Pertanyaan tersebut sangat mendasar sekali. Karena sudah banyak yang dilakukan pemerintah. Apakah yang dilakukan itu sudah menjawab persoalan kemiskinan. Jawabannya belum. Karena sangat sulitnya melepaskan mata rantai kemiskinan selama ini walaupun dengan dana yang besar dan regulasi yang lengkap. 

Kenapa sulit? Karena boleh jadi intervensi yang dilakukan tidak atau kurang efektif  mengatasi masalahnya. Atau intervensi tidak ditujukan pada inti masalah tetapi  pada asesoris masalah atau masalah semu.

Untuk menjawab apa yang harus dilakukan, ada 3 hal penting yang mungkin perlu diperhatian pemerintah.

  • Melakukan pemberdayaan masyarakat miskin itu sendiri. Kata kunci pemberdayaan adalah partisipasi. Jika ingin memutuskan mata rantai kemiskinannya, tanyakanlah kepada orang miskin itu sendiri. Apa yang mereka butuhkan agar keluar dari kemiskinan. Bukan tiba-tiba beri sembako padahal yang mereka butuhkan adalah pelatihan keterampilan atau modal usaha yang didapat tidak berbelit-belit. 

  • Walaupun sembako itu tidak mereka tolak, tetapi yang diberikan hanya bersifat menghilangkan rasa sakit saja, tetapi  tidak mau tahu atau tidak mengerti apa penyebab penyakitnya.

  • Sering sekali  menyelesaikan kemiskinan dari kaca mata kita "orang luar" bukan menggunakan kacamata orang miskin itu sendiri.  Sudah begitu pendekatannya proyek dan target-target yang harus habis. Ukuran yang digunakan out put yaitu realisasi anggaran yang digunakan. Jarang sekali kementerian terkait  melakukan evaluasi secara komprehensif, sungguh-sungguh, terukur dampaknya terhadap program-program kemiskinan yang sudah diluncurkan. Lebih banyak evaluasi bersifat seremonial, basa-basi, dan tidak akurat dalam menggunakan data.

  • Kepedulian pemerintah dan masyarakat non miskin. Kata kunci kepedulian adalah keberpihakan. Empati. Bisa merasakan bagaimana menderitanya menjadi orang miskin. Para birokrasi pemerintah bukan saja bekerja karena perintah dan penugasan, tetapi hati dan perasaan harus ikut bicara. sensitivitas perlu terus diasah.   

  • Sehingga muncul dorongan dari dalam untuk mengawal, mengimplementasikan berbagai program penanggulan kemiskinan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan orang miskin itu sendiri. Kata kuncinya for the people, by the people, and with the people, sesuatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh birokrasi pemerintahan. 

  • Bagi mereka yang kelompok mampu, pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang jika perlu bersifat "memaksa"  agar turut turun tangan, membuka akses dan mengajak dan mendorong orang miskin untuk terlepas dari mata rantai kemiskinan.

  • Dukungan lingkungan / sumber daya alam. Lingkungan atau sumber daya alam yang dimiliki  hakekatnya   harus bermanfaat bagi orang miskin dengan suatu sistem seimbang manusia dengan lingkungannya. Jangan orang miskin itu menjadi penonton atas kerusakan yang dilakukan mereka  pemilik modal, dan kelaparan di lingkungan alam yang melimpah. Seperti misalnya nelayan yang mati di lumbung ikan. Petani mati di lumbung padi.

Kesimpulan

Kemiskinan dari masa ke masa, adalah masalah yang diwariskan pemerintah siapapun Presidennya. Kebijakan pembangunan yang dilakukan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat jika tidak disertai dengan penurunan jumlah orang miskin secara signifikan, itu semua pepesan kosong dan mencederai kedaulatan rakyat dan amanat Konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Berbagai program-program penanganan kemiskinan perlu dikaji tingkat efektifitas dan efisiensinya. Fakta membuktikan sulitnya menurunkan angka kemiskinan walaupun dengan biaya yang cukup besar. Tentunya ada sesuatu yang salah. Apakah pada tingkat perencanaannya, implementasinya maupun proses evaluasi yang dilakukan.  

Sesuatu yang salah harus terlihat dan diperlihatkan pada Presiden sebagai pembuatan kebijakan pemerintah tertinggi. Bukan menutup-nutupi. Jika itu bisa dilakukan, siapa pun Presidennya akan menyadari secara utuh persoalan kemiskinan. Dan akan membuat keputusan kebijakan yang akurat, efektif dan efisien. Semoga

Cibubur, 1 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun