Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Polemik Urun Biaya JKN

31 Januari 2019   23:38 Diperbarui: 31 Januari 2019   23:47 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Logikanya, besaran pembayaran faskes saja  ditetapkan pada level  wilayah, maka menjadi rancu kalau besaran Urun Biaya ditetapkan secara nasional oleh Menkes  yang tentunya berlaku sama disetiap wilayah.

Demikian juga dengan  jenis pelayanan kesehatan yang menimbulkan moral hazard dimakud,  karena terkait dengan kebutuhan medik merupakan wilayah otoritas Rumah Sakit  dan disini yang harus berperan adalah komite medik masing-masing RS dengan berbagai panduan yang diutarakan diatas. . Juga  tidak bisa di genaralisasikan  menjadi kebijakan nasional yang ditetapkan dengan Permenkes.

Permasalahan mendasar ketiga adalah,  kalau kita simak bunyi Permenkes 51 Tahun 2018   pada Pasl 9 ayat (2) Besaran Urun Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  besaran tarif Urun Biaya disamping karena tipologi RS, juga berdasarkan kunjungan rawat jalan 

Mengapa  pengenaan Urun Biaya  berdasarkan kunjungan rawat jalan dan rawat inap ?.  Apa dasarnya?. Sekali lagi,  penjelasan Pasal 22 ayat (2)  Urun Biaya didasarkan pada pemakaian obat-obatan, pemeriksaan diagnostik  dan trindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik.

Jadi Unit Cost Urun Biaya   bukan berdasarkan kunjungan rawat jalan atau rawat inap, tetapi berdasarkan tindakan yang menimbulkan moral hazard. Kita sama-sama memahami bahwa moral hazard itu  terjadi bersifat individual peserta. Bisa terjadi pada setiap jenis pelayanan, terutama pada pelayanan kesehatan penyakit-penyakit katastropik.  Tidak ada urusannya dengan rawat  jalan dan rawat inap

Dalam penjelasan UU SJSN Pasal 22 ayat (2) juga menegaskan bahwa  penetapan Urun Biaya berupa nilai nominal atau persentase tertentu dari biaya pelayanan. Jadi bersifat optional sesuai dengan mana yang lebih praktis bagi masing-masing Rumah Sakit.

Kalau kebijakan RS menetapkan pola persentase dari paket Ina-CBGs, sebaiknya berlaku sama paik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Demikian juga jika RS menghitungnya berdasarkan nilai nominal sebaiknya berlaku sama untuk rawat jalan dan rawat inap.

Kerancuan Pasal 9 Permenkes 51 Tahun 2018,  diawali dengan  bunyi Pasal 81 Perpres 82 Tahun 2018 yang tidak sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) dan penjelasannya.

Kekhawatiran kita,  Permenkes 51 Tahun 2018  yang mengatur mekanisme dan tata cara pelaksanaan Urun Biaya JKN, tidak mudah untuk dilaksanakan, dan akan menimbulkan persoalan baru di level pelayanan kesehatan di faskes. Niatnya untuk mencegah terjadinya moral hazard, boleh jadi akan menimbulkan  moral hazard baru dari kebijakan tersebut.

Sudah saatnya menerapkan desentralisasi pelayanan kesehatan ke Rumah Sakit sesuai dengan filosofi UU SJSN dan tentu juga UU tentang  Kesehatan dan UU Tentang Rumah Sakit. . Yang  mendesak saat ini untuk dilakukan adalah dilakukannya aturan teknis di RS ( BNPK, PPK, SOP dan CP) dan akreditasi RS yang Permenkesnya sudah lebih dahulu diterbitkan.

Saran dan solusinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun