Kami semua berkumpul dirumah Santi dalam ruangan persegi dengan karpet warna merah berukuran 7 x 10 meter. Kulihat Santi wajahnya menunduk malu sementara keluar dari kepalanya ”Ya ampun, semua mata melihatku aku malu jika harus mengangkat wajah ini, hatiku dag-dig dug ser, gimana ya dengan Mas Joko”, warna kuning diatas kepalanya sedikit demi sedikit menghilang, kuarahkan kepada sang bapak yanti “Sompret, akhirnya anak ini juga yang jadi mantuku, mana kemarin anak Pak Dodi seorang pegawai BUMN ingin meminang, akh ya nasib biarlah”, melihat unek-unek bapak santi waduh gag nyangka aku, kalau bapak santi seperti itu bagaimana ya dengan bapak calonku nanti, akh entahlah.
Hari ketiga.
Jam 4 sore tubuhku sudah berpindah kerumah pacarku, begitu sampai yang kutuju adalah televisi dan kurebahkan tubuhku di lantai depan televisi sambil menonton drama Korea kesukaan kami.
“Akh 30 menit lagi dia pulang.” Suara hatiku berkata
“Ini Mas diminum tehnya!” Suara Ibunda Lia mengalihkan pandanganku.
“Iya, Bu ” Jawabku dengan tersenyum simpul.
“Nak Herman, kapan Nak Herman mau melamar Lia? Ibu sudah nggak enak ama tetangga Naak! Sebagai seorang ibu, wajarkan kan bila Ibu ingin mendapatkan kepastian dari Nak Herman." Begitu kata-kata yang keluar dari kepala ibunda Lia yang membuatku sedikit merasa tidak enak, sehingga pada hari ini juga akan ku utarakan maksudku kepada Lia, putrinya. Akan tetapi apakah hatiku goyah dengan isi hati ibu, apakah aku bisa yakin tidak menyesal disetengah umurku kedepan, benarkah Lia sesuai keinginanku. Benarkah lia tidak memendam rahasia tersembunyi yang tidak patut kuketahui, benarkah dia seperti pikiranku saat ini secantik bidadari berhati malaikat ataukah dia diluar dugaanku secantik ular namun berbisa. Semakin aku berpikir semakin aku tidak tahu jawabannya, semakin aku berpikir semakin aku penasaran semakin aku ingin cepat-cepat dia datang agar kuketahui rahasia sesungguhnya yang mulut dapat berbelok tetapi hati dan pikiran tidak akan pernah berdusta.
Tiba-tiba tubuhku terasa sejuk rileks banget, mataku terasa lelah, mencoba kupejamkan kelopak mataku sekali nikmat, kubuka lagi kupejamkan lagi, kubuka lagi dan kupejamkan lagi. Sampai..
Mas, Mas, Mas Herman bangun maghrib-maghrib mas, mataku berusaha membuka mendengar suara Lia dengan tangannya menggoyang-goyangkan badanku, dengan mata sedikit terbuka kulihat jarum jam tepat pukul 6 sore tetapi jarum detik di angka 10 masih 10 detik untuk melihatnya kemudian terlihat tulisan ” mas aku mencintaimu dan akan selalu setia padamu”, tulisan itu sedikit melegakanku akan tetapi ketika aku bangun dengan posisi duduk, ku lihat di televisi juga muncul teks sementara posisi Lia tepat dihadapanku dan tadi kepalanya tepat dibawah televisi, benarkah ini tadi murni hati lia atau teks di televisi yang kutonton? apakah benar jam dinding itu tepat waktu? entahlah, antara keyakian dan ketidak yakinan aku akhirnya kembali lagi ke pedoman awal bahwa lelaki baik akan mendapatkan wanita baik pula sehingga tidak perlu aku menggali jati dirinya cukup aku menjaga diriku maka akan mendapat jodoh seperti aku yang juga menjaga dirinya.
*sesuatu yang gaib biarlah menjadi misteri.
...:: TAMAT ::...