Buka bersama (bukber) sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Ramadan. Setelah sekitar dua tahun dibatasi oleh pandemi Covid-19, mulai tahun ini ritual bukber sudah mendapat tempat semestinya.
Banyak hal yang dirindukan dari dan ingin ditunaikan tentang bukber itu. Hampir tidak ada alasan yang memberatkan untuk melakukannya.
Dari sisi sosiologis, hakikat kita sebagai makhluk sosial membuat bukber menjadi salah satu perwujudan dari semangat itu.
Apalagi dari sudut pandang keagamaan. Tidak ada perintah yang melarang apalagi mengharamkan bukber. Malah menjadi salah satu tuntutan dalam Islam.
Bukber adalah sesuatu yang disyariatkan sebagai sarana mempererat persabahatan. Ikatan tali silaturahmi makin diperkuat tidak hanya dengan sesama umat Islam tetapi juga dengan para pemeluk yang berkeyakinan lain.
Firman Allah dalam al-Anfaal 8:62-63 bisa ditafsirkan mengandung pesan tersebut. Bunyinya demikian, "Dan Dia telah mempersatukan hati mereka. Andaikata kamu telah menghabiskan semua yang ada di bumi, kamu tidak dapat menyatukan hati mereka, tetapi Allah telah menyatukan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhaari berbunyi, "Jadilah, hai hamba Allah, saudara."
Seruan tersebut mengirim pesan jelas. Membangun persahabatan dengan berbagai cara, mulai dari memberi salam, bersikap baik, memberi hadiah, hingga aktivitas bersama seperti bukber.
Mangan ora mangan sing penting kumpul
Demikian salah ungkapan Jawa kuno yang yang secara sederhana berarti begini. Makan tidak makan yang penting berkumpul. Bisa juga diartikan, biar pun tidak makan yang penting bersama.