Namun, dengan kontribusi masing-masing, mereka berhasil menjaga nafas Argentina tetap panjang dan permainan tetap terkendali.
Argentina bisa mencatatkan "ball possession" 54 persen berbanding 46 persen, melepaskan 20 shots dan separuh dari antaranya mengenai sasaran.
Prancis yang tertekan sejak awal baru bisa melakukan ancaman serius setelah jeda. Sang juara bertahan mendapat lima "shots on target" dari 10 percobaan.
Statistik ini jelas menggambarkan banyak hal. Namun, dari data-data yang berpihak pada Argentina itu kita tak bisa menafikan peran Messi.
Pemain 35 tahun yang ikut membentuk soliditas, membangun barikade saat diserang, dan bergerak menerjang pada saat yang tepat.
Di usianya yang tidak muda lagi, Messi berhasil menjaga performanya tetap konsisten hingga laga penghabisan. Ia menumpahkan segenap tenaga untuk mengakhiri puasa panjang rakyat Argentina melihat lagi dari dekat trofi Piala Dunia yang terakhir kali mereka rengkuh pada 1986 silam.
Messi adalah maestro yang mengorkestrasi permainan Argentina. Ia adalah jenderal yang memimpin tim saat diserang dan menyerang. Ia adalah pemimpin bagi para pemain muda dan senior yang membentuk kekuatan Tim Tango.
Torehan dua gol dan ikut andil menciptakakan skema gol cantik adalah penanda. Tidak berlebihan, bila mantan pemain Barcelona yang dikira sudah tamat kariernya itu, didapuk sebagai pemain terbaik.
Kemilaunya tetap terlihat di antara para pemain muda, termasuk kompatriotnya di Paris Saint-Germain (PSG), Mbappe.
Seperti prediksi sebelumnya, final ini adalah pertarungan antara dua bintang berbeda generasi itu. Messi tetap bisa bersinar di usia yang tidak lagi muda.
GOAT?