Sepertinya bila memang pada akhirnya terlaksana, perubahan itu tidak tanpa konsekuensi. Ada harga yang harus dibayar. Di satu sisi, diminati dan menjadi daya tarik tersendiri. Di sisi lain, justru ditanggapi dingin. Malah bisa menjadi bumerang.
Mari kita bermain dengan dua kemungkinan itu.
Memerangi "bot" dan "troll"
Setelah mengeluarkan uang dalam jumlah besar, si tajir melintir kelahiran Afrika Selatan itu tentu tidak asal melakukan perubahan.
Naluri bisnis yang sudah membuatnya menjadi orang paling makmur di planet ini mendorongnya untuk melakukan sesuatu pada mainan barunya.
Dalam cuitannya yang pendek dan terkesan terputus-putus, Elon sesungguhnya mengungkapkan dengan sedikit gamblang latar belakang di balik setiap perubahan itu.
Soal pemberlakukan layanan platform premium yakni Twitter Blue untuk setiap pengguna yang ingin mendapat centang biru, Elon ingin mengurangi ketergantungan pendapatan hanya dari iklan, menstimulus para konten kreator di Twitter, dan mewujudkan misi mulia: mengatasi masalah "bot" dan "troll."
"Bot" yang cukup melekat dengan platform media sosial seperti Twitter merupakan akun anonim yang digerakan otomatis oleh algoritma, bukan oleh jari-jari manusia. Dengan bantuan "bot" banyak akun tak dikenal lahir dan meramaikan topik tertentu hingga menjadi topik tren.
Sebaliknya, "troll" dibuat dan dijalankan oleh pengguna riil yakni manusia dengan tujuan tertentu. Biasanya, mengusung misi destruktif yakni melakukan agitasi, provokasi, bahkan serangan langsung kepada pengguna lain. Kehadiran "troll" untuk memancing amarah, memecah perhatian, dan menimbulkan efek buruk.
Cara ini acapkali dipakai untuk tujuan politis dan paling mudah kita temukan saat musim kampanye. Bahkan sudah semakin lumrah dan benderang.
Sengaja menghembuskan isu tertentu di jagad maya agar terlihat seksi, entah yang terkait pemerintah, para politisi maupun kelompok tertentu. Saat ada bahan untuk digoreng maka gerombolan "bot" dan aksi "troll" akan merajalela.Â