Efek yang ditimbulkan gas air mata, yang biasa kita saksikan saat polisi membubarkan masa saat demonstrasi, menyebabkan rasa sakit hingga iritasi.
Gas air mata yang sejatinya berwujud padat atau cair itu mengandung bahan kimia tertentu yang bisa bereaksi dengan kelembaban sehingga menimbulkan sakit dan iritasi pada area lembab pada tubuh mulai dari mata, mulut, tenggorokan, hingga paru-paru.
Bbc.com (25/11/2022) menyebut gas air mata bisa berdampak jangka pendek dan jangka panjang. Rasa terbakar, sensasi berair di mata, kesulitan bernapas, nyeri dada, air liur berlebihan, hingga iritasi kulit.
Orang yang terkena gas air mata bisa mengalami kebingungan dan disorientasi yang bisa memantik kepanikan  dan kemarahan.
Dampaknya ini akan terasa pada 20-30 detik setelah terpapar dan akan mereda sekitar 10 menit setelah terkana udara segar.
Paparan gas air mata dalam ruangan atau dalam jumlah besar bisa memberikan efek jangka panjang. Berbagai masalah serius bisa terjadi mulai dari glaukoma, kebutaan, luka bakar, hingga gagal napas.
Pemandangan yang terjadi di Kanjuruhan tentu menjadi bahan evaluasi serius bagi aparat keamanan. Larangan membawa, apalagi menggunakan gas air mata di dalam stadion, adalah harga mati. Aturan umum dan standar yang wajib ditaati.
Tentu, pihak keamanan memiliki alasan tersendiri mengapa sampai membawa dan menggunakannya. Hal ini menjadi catatan bagi PSSI dan panitia pelaksana pertandingan untuk berkoordinasi secara lebih baik dengan semua element dalam menyelenggarkan setiap pertandingan, termasuk dalam urusan pengamanan.
Overkapasitas
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membeberkan rencana taktis yang dianjurkan pihak keamanan.
Pertandingan digelar sore, bukan malam hari. Jumlah penonton pun disesuaikan dengan jumlah penonton.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!