Kelompok-kelompok tersebut paling merasakan dampaknya. Ketika nasib bagian terbesar dalam masyarakat ini dipertaruhkan dan perjuangan hidup mereka diganggu oleh beban tambahan, maka tidak ada kata lain selain menolak.
Protes tersebut tidak bermaksud antipati. Kondisi masyarakat memang sedang tidak baik. Yang diperlukan adalah kerja-kerja dan inisiatif-inisiatif yang bisa meringankan beban, bukan sebaliknya.
Selain berbagai keberatan di atas, kita juga bisa membayangkan bila dalam situasi seperti ini, rencana tersebut tetap dipaksakan.
Daya listrik masyarakat kurang mampu harus didongkrak agar bisa mendukung kapasitas kompor listrik. Infrastruktur dan tingkat elektrivikasi harus digenjot. Begitu juga memastikan mati listrik tidak terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
Belum lagi, detail, kejelasan dan pelaksanaan subsidi ini harus diterjemahkan sebaik-baiknya agar tepat sasaran. Bagaimana bila pada akhirnya program ini terbukti gagal, apakah pemerintah rela mengeluarkan tambahan anggaran untuk membantu masyarakat untuk kembali ke kompor gas?
Pembatalan rencana tersebut jelas buah dari perjuangan banyak pihak. Kabar tersebut adalah kabar gembira. Kemenangan dari perjuangan kelompok terbesar di negeri ini.
PLN tidak perlu berkecil hati. Program ini ditentang agar anggaran yang disiapkan dalam jumlah tak sedikit bisa dialihkan untuk hal-hal mendesak lainnya.
Ya, persis seperti komitmen yang baru saja diutarakan. Menjaga pasokan listrik semakin andal, mendukung pemerintah melakukan pemulihan ekonomi masyarakat, menjaga daya beli, dan produktivitas masyarakat, melalui infrastruktur kelistrikan yang memadai dan tarif yang terjangkau.
Tak kalah penting, pembangunan infrastruktur kelistrikan di kawasan 3 T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) harus terus digenjot untuk memberikan terang dan kehidupan di seluruh wilayah negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H