Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Disorot Taufik Hidayat dan Irwansyah Keteteran, Satu dari 3 Sosok Ini Bisa Dipinang Menangani Ginting Cs

26 Juni 2022   12:15 Diperbarui: 27 Juni 2022   07:16 2355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih tunggal putra PBSI, Irwansyah bersama Anthony Sinisuka Ginting: dok PBSI

Bila penggemar badminton Indonesia seperti sudah kehabisan kata-kata untuk sektor tunggal putri, tidak demikian dengan tunggal putra.

Sektor tunggal putri memang masih berjuang keras untuk bisa setidaknya menempatkan salah satu wakil di lingkaran 15 besar dunia. Sektor ini menjadi yang terlemah di antara sektor-sektor lain.

Sementara tunggal putra dengan dua wakil berada di jajaran elite dunia, tepatnya posisi 10 besar, terus ditekan untuk meningkatkan performa dan bisa lebih konsisten.

Sektor ini kerap menjadi sorotan belakangan ini. Sejumlah legenda badminton Indonesia angkat bicara dan terkadang dengan nada yang cukup keras. Salah satunya adalah Taufik Hidayat.

Berbicara kepada duo senior-junior Denmark, Hans-Kristian Solberg Vittinghus dan Anders Antonsen yang dipublikasikan di channel Youtube The Badminton Experience beberapa waktu lalu, Taufik Hidayat menilai sektor tunggal putra belum menunjukkan hasil maksimal.

Para pemain seperti Anthony Sinisuka Ginting diakui mempunyai teknik yang bagus, tetapi tidak dengan mental.

Penampilan mereka belum konsisten. Peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 itu menilai sudah seharusnya Ginting dan Jonatan Christie, dua tunggal putra teratas, bisa bersaing di turnamen-turnamen elite.

"Jika dilihat tunggal putra kemarin prestasinya (Thomas Cup), kalau (juara) series (turnamen BWF World Tour) juga bukan yang level Super 1.000," demikian pria 40 tahun itu.

Yang dikatakan si raja backhand smes itu memang cukup menohok. Kata-katanya bisa dianggap sebagai palu yang menghujam, serentak sentilan yang memprovokasi bagi para pemain dan tim pelatih untuk unjuk gigi.

Mari kita lakukan kilas balik penampilan sektor tunggal putra dalam dua turnamen terakhir di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta: Indonesia Masters Super 500 dan Indonesia Open Super 1000.

Di turnamen pertama, sepak terjang Ginting lebih jauh dibanding Jojo, Shesar Hiren Rhustavito, dan Chico Aura Dwi Wardoyo.

Ginting bertahan hingga babak semifinal sebelum ditaklukkan sang juara dari Denmark, Viktor Axelsen, 15-21 dan 15-21.

Sepekan kemudian, Ginting yang kini berada di posisi enam BWF kembali ditakdirkan bersua pemuncak ranking BWF itu di babak perempat final.

Mantan pelatih tunggal putra PBSI, Hendry Saputra bersama Ginting dan Jojo: badminton indonesia vis tribunnews.com
Mantan pelatih tunggal putra PBSI, Hendry Saputra bersama Ginting dan Jojo: badminton indonesia vis tribunnews.com

Hasilnya, Ginting sempat memaksa bertarung tiga gim. Namun pada akhirnya Axelsen masih terlalu tangguh untuk dikalahkan. Ginting tak bisa berbuat banyak di set ketiga dan harus takluk 21-13 19-21 21-9.

Axelsen kemudian menunjukkan diri sebagai tunggal putra terbaik dunia dengan kembali menempati podium juara. Selain Ginting, para pemain muda seperti Lee Zii Jia dari Malaysia dan Zhao Jun Peng asal China pun tak berdaya.

Bagaimana Jojo, Vito, dan Chicho? Patut diakui, performa mereka jauh dari memuaskan. Pekan pertama, Jojo dan Vito langsung tersingkir di babak pertama. Vito tak kuasa meladeni Axelsen dan menyerah straight set, 14-21 dan 7-21. Jojo dipermalukan Zhao Jun Peng, 10-21, 21-14, an 21-11.

Chicho yang melangkah dari babak kualifikasi berhasil melewati Christo Popov dari Prancis dan wakil India, Sameer Verma. Namun, langkahnya terhenti di babak kedua di tangan juara dunia 2021 dari Singapura, Loh Kean Yew, 11-21 dan 14-21.

Sepekan berselang, Jojo coba memperbaiki diri. Pemain ranking 8 BWF itu bisa melewati rintangan Kantaphon Wangcharoen dari Thailand, 22-20 dan 21-8, tetapi tersandung di hadapan Zhao Jun Peng, 12-21, 21-18, dan 14-21 di babak kedua.

Sedangkan Vito langsung angkat koper di laga pertama usai dibekuk pemain senior Ng Ka Long Angus dari Hong Kong, 17-21, 21-11, dan 16-21.

Lantas apa yang membuat para pemain tunggal putra kita tak bisa berjaya di kandang sendiri?

Ada banyak sebab, tentu. Baik dari pemain bersangkutan, maupun lawan yang dihadapi. Ginting yang selalu dipertemukan dengan Axelsen tak bisa menemukan celah dan titik lemah sang raksasa. Axelsen memang sedang dalam performa terbaik.

Sementara Jojo, Vito, dan Chico, sudah berusaha mengerahkan kemampuan terbaik. Namun, mereka kemudian kehilangan fokus ketika bermain rubber game. Inkonsistensi ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi.

Selain itu, kita bisa membayangkan betapa repotnya Irwansyah. Ia bekerja seorang diri sebagai pelatih untuk menangani sektor tunggal putra Merah-Putih hampir setahun terakhir.

Seperti kita tahu, formasi tim pelatih PBSI di setiap sektor, baik di kelas pratama maupun utama, diisi seorang kepala pelatih dan seorang asisten pelatih.

Hendry Saputra Ho yang sebelumnya menjadi pelatih kepala tim utama memutuskan mundur di awal tahun. Ada banyak alasan yang melatari pelatih asal Semarang itu tak bisa memperpanjang kontrak. Mulai dari faktor usia, hingga kesehatan.

Hendry sudah lama berkarya di Cipayung. Sejak era Sony Dwi Kuncoro, Tommy Sugiarto, hingga mencetak generasi emas dalam diri trio Ginting, Jojo, dan Ikhsan Maulana Mustafa. Kepergian Hendry tentu meninggalkan kehilangan tersendiri bagi Jojo dan Ginting.

Alhasil Irwansyah harus bekerja tanpa tandem pelatih. Irwansyah memang bukan sosok asing di Cipayung, tempat pelatnas PBSI. Ia pernah menjadi asisten pelatih tunggal putra.

Namun, tidak cukup baginya untuk menangani sektor yang tengah menjadi sorotan serentak memiliki tingkat persaingan yang semakin ketat.

Entah apa alasan PBSI belum juga menunjuk pengganti Hendry Saputra. Induk organisasi tepok bulu itu pasti memiliki pertimbangan tertentu.

Terlepas dari hal itu, Indonesia sebenarnya memiliki cukup banyak stok pelatih beken. Kebanyakan adalah jebolan pemain nasional, pernah menangani tim Indonesia, dan kini berkarya di luar negeri.

Beberapa dari antara mereka sekiranya bisa dipertimbangkan untuk ditarik ke Cipayung. Meski masih terikat kontrak, bukan tidak mungkin, panggilan mereka untuk pulang kampung dan mengabdi di dalam negeri masih bergema.

Tangan dinginnya sudah diakui dunia. Pria asal Solo itu sudah membuktikan diri baik di dalam negeri maupun di mancanegara.

Atlet-atlet top seperti Taufik Hidayat, Srikanth Kidambi, hingga Low Kean Yew adalah bagian tak terpisahkan dari kesuksesan Mulyo. Setelah meninggalkan Singapura di periode pertama, Mulyo mengantar Taufik meraih medali emas Olimpiade Athena 2004.

Mulyo mendongkrak sektor tunggal putra India agar bisa sejajar dengan tunggal putri. Kidambi mampu meraih gelar super series pada 2017 dan pernah menempati posisi pertama tunggal putra setahun berselang.

Terkini, ia ikut andil memoles dan memaksimalkan potensi pemain kelahiran Malaysia hingga mampu menempati podium jawara dunia pada 2021 lalu.

Tak heran, Mulyo menjadi incaran dari banyak negara. Mulai dari India hingga Singapura. Apakah PBSI sanggup meyakinkan Mulyo untuk pulang kampung?

  • Hendrawan

Sebagai pemain tunggal putra Indonesia dengan beragam gelar bergengsi, seperti juara dunia 2001 dan Piala Thomas 1998 dan 2000.

Hendrawan pun tak kalah sukses sebagai pelatih. Ia menjadi bagian dari nama besar Lee Chong Wei yang dikenang dunia sebagai salah satu legenda tunggal putra dunia.

Saat ini Hendrawan masih tercatat sebagai pelatih tunggal putra Negeri Jiran. Hendrawan tidak seorang diri di sana. Ada Rexy Mainaky sebagai direktur pelatih ganda dan Paulus Firman di sektor ganda campuran.

  • Agus Dwi Santoso

Ia sudah wira-wiri di Ciyapung. Mulai menangani sektor tunggal putra PBSI sejak 1998 hingga 2003. Lalu kembali lagi pada 2010. Beberapa pemain yang pernah ditangani pria asal Malang ini antara lain Dionysius Hayom Rumbaka, Sony Dwi Kuncoro yang dua kali meraih medali Kejuaraan Dunia masing-masing perak pada 2007 dan perunggu dua tahun kemudian serta finalis All England Budi Santoso.

Ia kemudian melanglang buana ke luar negeri. Mulai dari Vietnam, Korea Selatan, Thailand, hingga India.

Sosok yang kini berusia 56 tahun juga menangani tunggal putri. Para pemain yang pernah diasuhnya antara lain Son Wan-ho dan Sung Ji-hyun dari Korea Selatan, Busanan Ongbamrungphan dan Kantaphon Wangcharoen, juga para pemain India seperti P.V. Sindhu, Saina Nehwal, dan Kidambi Srikanth.

Tugas terakhir yang ia tangani adalah bersama tim nasional India untuk berlaga di Olimpiade Tokyo 2020.

Dari nama-nama pemain di atas berikut prestasi mereka, kita bisa menilai sejauh mana kiprah Agus Dwi Santoso sebagai pelatih. Ia juga sosok yang pas untuk kembali menangani tunggal putra PBSI, bukan?

Semoga segera ada kabar baik bagi tunggal putra Indonesia yang akan kembali bertarung di tiga turnamen beruntun di Malaysia dan Singapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun