Pertama, pertengahan Agustus tahun lalu, Axelsen mengambil keputusan penting yang memantik berbagai prediksi. Ia secara tegas memutuskan pindah dari Denmark. Ia bersama keluarganya menetap secara permanen di Dubai.
Axelsen mengambil keputusan itu atas dasar pertimbangan yang masuk akal. Semua demi kepentingan kariernya. Ia tidak ingin waktunya banyak terbuang di perjalanan saat harus melanglang buana dari satu turnamen ke turnamen lain yang terpisah jarak yang begitu jauh.
Berpindah ke tempat yang cukup sentral akan memudahkannya bergerilya dari tempat ke tempat dan dari benua ke benua.
Hasilnya, jelas terlihat. Kebugaran Axelsen tetap terjaga. Ia sanggup memperlihatkan determinasi yang tinggi saat menghadapi lawan-lawannya.
Ia tak gentar beradu dengan para pemain yang jauh lebih mudah. Dengan mudah ia menjinakkan semangat para pemain muda dengan gelora dan tenaga yang menggebu-gebu.
Pada titik ini, Axelsen menjadi salah satu pemain yang bisa menjaga konsistensi berkat dukungan fisik yang prima.
Di usianya yang tidak muda lagi, ia masih sanggup meladeni setiap pemain dengan kualitas permainan yang terjaga. Smes-smes keras, variasi pukulan, pertahanan yang rapat, keuletan dan kecerdikan.
Poinnya adalah Axelsen sangat memahami tubuh dan tahu bagaimana menjaga agar kondisinya tetap terjaga. Pola hidupnya jelas sudah tersistem untuk mendukung kehidupannya sebagai seorang atlet.
Kedua, patut diakui, semakin bertambah usia, Axelsen justru semakin matang. Performanya tidak mengendur walau usia terus bertambah.
Menyaksikan Axelsen belakangan ini, kita melihat paket lengkap dari seorang juara. Kebugaran dan teknik yang luar biasa, didukung oleh keunggulan postur tubuh yang tinggi menjulang.
Patut diakui, tidak semua pemain jangkung bisa memaksimalkan kelebihan tinggi badan. Axelsen bisa memanfaatkannya untuk menopang kualitas permainannya.