Konsistensi Axelsen berlanjut terus. Tahun ini, ayah satu anak itu tetap menjaga keperkasaannya di berbagai turnamen.
Sempat mengalami cedera yang membuatnya mundur dari Swiss Open dan Thailand Open. Begitu juga pernah kalah dari Lakshya Sen di Jerman Open 2022 dalam tiga gim, 13-21, 21-12, dan 20-22. Selain itu, Axelsen sungguh menjadi momok bagi para lawannya.
Para pebulutangkis dari berbagai level dan usia nyaris tak berkutik. Hebatnya lagi, ia mampu menyudahi mayoritas pertandingan hanya dalam dua gim.
Lakshya, Ginting dan Lee Zii Jia dari Malaysia adalah dua lawan yang sempat memaksanya bermain tiga set, sebelum pada akhirnya mereka menyerah.
Pemandangan spektakuler ditunjukkan Axelsen saat menjalani dua turnamen beruntun di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, dalam dua pekan terakhir.
Axelsen tak terkalahkan. Ia sukses menaklukkan Istora dengan menjuarai Indonesia Masters dan Indonesia Open.
Di turnamen pertama yang masuk kategori Super 500, Axelsen nyaris tanpa hambatan saat bertemu Shesar Hiren Rhustavito (Indonesia), Wang Tzu Wei (Taiwan), Ng Ka Long Angus (Hong Kong), Ginting (Indonesia), hingga Chou Tien Chen (Taiwan). Axelsen tak pernah kalah dan selalu menang straight set.
Begitu juga di turnamen Super 100 sepekan berselang. Kanta Tsueyama (Jepang), Lu Guang Zu (China), Ginting, Lee Zii Jia, hingga penakluk Jonatan Christie dari China, Zhao Jun Peng, tak sanggup menjegal Axelsen. Kecuali menghadapi Ginting dan Zii Jia, Axelsen selalu menang mudah.
Jun Peng yang menggapai final turnamen elit pertamanya malah tampil antiklimaks. Ia tak bisa memberi perlawanan berarti sehingga menyerah mudah dalam waktu 38 menit.
Merangkum penampilan fenomenalnya: gelar Indonesia Open adalah gelar ketujuh dari delapan final Super 1000 beruntun. Kemenangan ke-27 secara beruntun tahun ini. Gelar Indonesia Open keduanya dan gelar ke-14 secara keseluruhan. Fantastis, bukan?
Lantas, apa yang membuat Axelsen begitu perkasa?