Saat sedekah itu memiliki ruang lingkup yang luas dengan melibatkan banyak orang maka perlu keterbukaan atau transparansi.
Transparansi ini perlu untuk mengendalikan diri dari kecenderungan-kecendrungan buruk seperti penyalahgunaan, mengontrol sistem, sekaligus menjadi tanda kerelaan untuk diaudit.
Berkembang dan bertumbuhnya organisasi atau lembaga penyalur zakat perlu dibarengi dengan akuntabilitas dan transparansi.
Kelima, ada yang percaya bahwa kebaikan itu bisa menular. Kepercayaan ini tidak sia-sia bila kita melihat begitu banyak orang yang kemudian tergerak untuk berbagi setelah melihat potongan video, gambar, dan cerita.
Pemandangan seperti ini semakin lumrah di dunia penuh keterbukaan ini. Justru, keterbukaan seperti ini menantang kita.
Dunia semakin maju tetapi kehidupan terkadang bergerak ke arah sebaliknya. Orang kian tertutup, apatis, dan egois. Jurang antara kaya dan miskin semakin lebar. Sekat pergaulan sosial semakin tinggi dan tebal. Kecemburuan dan iri hati berpelukan erat dengan ingat diri.
Pada akhirnya kita akan kembali pada pertanyaan mendasar. Bukan pertama-tama tentang cara, tetapi lebih pada pertanyaan apakah masih ada panggilan dalam diri kita untuk berbagi?
Jangan-jangan perdebatan  soal "tangan kiri dan tangan kanan" serta kecemasan pada keterbukaan justru menjadi alibi kita untuk mengatupkan tangan rapat-rapat!
Saya masih percaya dan senantiasa terbakar oleh kalimat: memberi tidak akan membuat kita kekurangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H