Apakah para penggemar PSG menyambut gembira gelar Ligue 1 2021/2022? Apakah status sebagai penguasa sepak bola Prancis sudah sesuai harapan Les Parisien? Lantas, apa arti gelar tersebut bagi para pemain bintang seperti Lionel Messi?
Seperti kita tahu, klub ibu kota Prancis itu baru saja mengklaim gelar Ligue 1 ke-10 sepanjang sejarah mereka. Namun, pencapaian tersebut justru disambut pemandangan ironis.Â
Patut diakui, situasi kali ini berbeda dengan musim sebelumnya. Musim lalu, PSG harus berjuang hingga pertandingan ke-38. Perjuangan mereka saat itu berakhir antiklimaks.Â
PSG dikejutkan oleh penampilan impresif Lille dan terpaksa kehilangan mahkota Ligue 1 yang dipertahankan secara beruntun sejak 2018. Dramatisnya, PSG kalah satu poin (82 dan 83) di klasemen akhir.
Bila musim sebelumnya berakhir pilu, perjalanan PSG musim ini jauh lebih mudah. PSG bisa berpesta lebih awal. Hasil imbang 1-1 kontra Lens, Sabtu (23/4/2022) waktu setempat atau Minggu dini hari WIB di Parc des Princes, lebih dari cukup mengantar Marquinhos dan kawan-kawan ke tangga juara.
PSG nyaman di puncak dengan 78 poin dari 34 pertandingan. Dengan empat laga sisa, PSG tak mungkin terkejar apalagi ditelikung rival terdekatnya, Marseille. Poin maksimal yang bisa diraih Marseille adalah 77.
Pelipur lara Messi
Salah satu pemain yang paling menonjol di laga krusial itu adalah Lionel Messi. Bintang Argentina itu mencetak satu-satunya gol PSG melalui cara yang spektakuler.
Eks pemain Barcelona yang ditempatkan sebagai gelandang oleh Mauricio Pochettino dalam formasi 3-4-2-1 cukup mencuri perhatian. Melansir catatan Whoscored, Messi melepaskan empat tembakan dengan tiga di antaranya mengenai sasaran. Akurasi umpannya berada di angka 86 persen.
Messi mengunci salah satu pertandingan terbaiknya itu dengan gol di menit ke-68. Berawal dari umpan Neymar Jr, dengan kaki kirinya yang ajaib, La Pulga mengirimkan tendangan keras dari luar kotak penalti. Bola menghujam deras ke gawang Jean-Louis Leca.
Sayangnya, gol indah Messi itu dirusak oleh Corentin Jean yang mencetak gol balasan dua menit sebelum waktu normal usai.
Walau demikian, satu gol dari Messi sudah memberi PSG satu poin kemenangan. Bagi Messi, ini adalah gol keempatnya dari 22 pertandingan di musim pertamanya bermain di Ligue 1.
Jumlah gol itu menunjukkan Messi tak produktif. Tingkat produktivitasnya paling rendah, lebih rendah dari musim paceklik di LaLiga pada 2005/2006 dengan enam gol.
Bila harus jujur, torehan gol itu menjadi salah satu bukti performa Messi sejak hijrah dari Camp Nou belum sesuai harapan fan PSG. Ia kerap mendapat kritik dari para penggemar yang begitu mengelu-elukannya saat diperkenalkan di bawah Menara Eiffel, 10 Agustus 2021 lalu.
Namun, gelar Ligue1 ini sedikit banyak menjadi pelipur lara bagi musim perdana Messi yang berat. Gelar pertama Messi setelah meninggalkan kemapanan di Barcelona.
Secara keseluruhan Messi sudah meraih 35 gelar juara sepanjang kariernya di level klub. Sebagai besar diraih dalam 17 tahun bersama raksasa Catalonia yakni 10 gelar LaLiga, 7 trofi Copa del Rey dan Piala Super Spanyol, 4 gelar Liga Champions Eropa, 3 gelar Piala Super Eropa, tiga gelar Piala Dunia Antarklub.
PSG tetap memberi isyarat positif mempertahankan Messi. Situasi ini berbanding terbalik dengan rekan-rekan senegaranya seperti Angel Di Maria, Mauro Icardi, dan Leandro Paredes. Laman L'Equipe terang-terangan menyebut ketiga pemain itu bakal didepak.
Bila itu terjadi, Messi mendapat kesempatan untuk menunjukkan sisa-sisa kejayaannya. Ia masih menjadi bagian dari rencana Pochettino musim depan dengan target yang tentu saja tidak sekadar mempertahankan kedigdayaan di pentas domestik.
Pesta hambar
PSG sudah meraih 10 gelar Ligue 1. Sembilan gelar sebelumnya diraih pada tahun 1986, 1994, 2013, 2014, 2015, 2016, 2018, 2019, dan 2020. PSG meninggalkan Marseille dengan sembilan gelar dan kini sejajar dengan Saint-Ettiene dalam kelompok tersukses.
Torehan tersebut menunjukkan betapa superiornya tim tersebut dalam satu dekade terakhir. Ya, sejak diakuisisi oleh perusahaan asal Qatar pada 2011 silam. PSG menjadi klub kaya raya dengan mesin uang yang tak pernah berhenti bergerak.
Hampir tidak ada pemain yang tidak bisa dibeli PSG. Kekuatan finansial yang sungguh mumpuni membuat PSG langsung bermimpi menjadi Galacticos baru, menyaingi klub-klub dari liga-liga top Eropa lainnya.
Justru pada titik itulah harapan pada PSG meningkat dengan sendirinya. Target mereka jelas bukan untuk mendominasi Prancis semata.
Tak mengherankan bila gelar juara Ligue 1 ini ditanggapi hambar oleh para penggemar, atau mungkin pihak manajemen. Dari sejumlah publikasi pasca-pertandingan kontra Lens, para pendukung menunjukkan sikap datar.
Tidak ada euforia. Malah mereka meninggalkan stadion lebih awal. Mereka tak menunggu hingga peluit akhir dibunyikan agar bisa ikut bergembira bersama pemain di dalam lapangan.
Penggemar fanatik PSG memilih merayakan keberhasilan itu di luar stadion bahkan dengan cara yang tak semestinya. Mereka terlibat perselisihan dengan pendukung tim lawan.
Sikap dingin para penggemar ini tentu dipicu oleh kegagalan PSG baik di Piala Prancis di tangan Nice, maupun di pentas Liga Champions Eropa. Musim ini, PSG disingkirkan Real Madrid di babak 16 besar kompetisi elite di Benua Biru setelah kalah agregat 2-3.
Pencapaian tersebut tentu jauh dari ekpektasi. Target PSG jelas ingin sapu bersih gelar domestik dan menjadi juara Eropa. Namun, langkah mereka justru tersandung di babak awal. Sesuatu yang sungguh tidak diharapkan penggemar.
Fan sudah menunjukkan kekecewaan mereka setelah pertandingan versus Madrid. Para pemain seperti Messi dan Neymar justru menjadi sasaran.
Sikap antipati dari para penggemar terhadap para pemain bintang itu mengirim isyarat penting yang harus dibaca para pemain, Pochettino (bila masih dipertahankan) dan manajemen klub.
Gangguan tersebut akan senantiasa menghantui Messi dan Neymar, sebelum mereka benar-benar bisa mendapatkan kembali hati penggemar dengan gelar juara. Selama itu, mereka akan berada dalam tekanan yang tidak kecil.
Apakah Messi bisa mengatasi tekanan tersebut? Bisakah LaPulga mengkonversi kritik menjadi vitamin?
Tantangan baru
Proyek Galacticos PSG musim ini gagal. Kehadiran para pemain bintang tidak lepas dari kritik. Selain Messi dan Neymar, rekrutan anyar seperti Sergio Ramos masih menjadi bulan-bulanan. Penampilan Achraf Hakimi dan Gerogrinio Wijnaldum mulai mendapat simpati setelah awal yang tak mudah.
Hal ini menjadi tantangan tambahan di musim yang akan datang. PSG akan tetap mematok target tinggi. Mimpi besar yang akan dibarengi dengan kebijakan-kebijakan tersendiri, baik itu soal keuangan, transfer, maupun sumber daya pemain, hingga pelatih.
Pertama, seperti disinggung sebelumnya, PSG akan mendepak para pemain untuk membangun lagi kekuatan. Saat ini hampir semua pemain PSG mendapat bayaran tertinggi dibanding klub-klub Liga Prancis lainnya.
Menyingkirkan pemain yang bergaji tinggi tapi minim kontribusi akan menjadi pilihan tepat demi efisiensi dan kedalaman skuat yang lebih proporsional. Sulit membayangkan seperti apa beban keuangan PSG dengan hampir semua pemainnya mendapat bayaran tidak sedikit.
Mauro Icardi misalnya. Pemain Argentina itu dibayar mahal, tetapi penampilannya tak sebanding bayarannya. Melepaskan pemain di satu sisi dan keseimbangan antarlini di sisi berbeda. Jangan sampai kekuatan tim timpang karena ada penumpukan di sektor tertentu sementara lini lainnya mengalami defisit.
Kedua, PSG tidak hanya serius menyasar pemain. Pelatih Pochettino pun tak luput dari evaluasi. Berkembang kabar, manajer asal Argentina itu bakal segera kehilangan pekerjaan. Dua tahun terlalu panjang bagi manajemen klub untuk menanti gelar yang lebih bergengsi dari Ligue 1.
Di samping itu, Pochettino juga mulai tak kerasan di Prancis. Para penggemar juga tak segan mengganjarinya kritik.
Setelah merasakan manisnya gelar liga pertama, Pochettino yang masih memiliki sisa kontrak setahun, diprediksi bakal kembali ke Tottenham Hotspur. Antonio Conte yang dibayar mahal tetapi belum memenuhi ekspektasi Daniel Levy akan berganti posisi dengan Pochettino.Â
Tak hanya Conte, nama Zinedine Zidane juga masuk hitungan. Terlepas dari siapa yang akan diresmikan-kalau memang demikian- pihak klub memang tak memberi toleransi pada proses. Timbal balik dari investasi jor-joran, maka prestasi adalah harga mati.
Ketiga, bila PSG akan melego banyak pemain, apakah tetap bisa mendatangkan pemasukan? Ini tanda tanya tersendiri bagi pihak klub terutama sang direktur olahraga, Leonardo.
Ada pemberitaan setempat yang menyebut Leonardo tak bereputasi baik dalam urusan jual-beli pemain. Ia disebut sebagai penjual yang buruk.
Tudingan tersebut terlihat tak berlebihan bila kita melihat kebijakan transfer klub selama beberapa tahun terakhir. Mantan pemain timnas Brasil itu belum menunjukkan hasil signifikan dari aktivitas di bursa transfer.
Keempat, selain Messi dan Neymar yang mendapat kontrak baru tahun lalu, PSG masih harus berjuang untuk meyakinkan Kylian Mbappe.
Mbappe menjadi pemain tak tergantikan dalam setahun terakhir. Konsistensinya begitu terlihat. PSG tidak ingin pemain bintang yang kontraknya akan berakhir Juni ini hijrah ke Real Madrid seperti ramai desas-desus belakangan ini. Akan menjadi sebuah kehilangan besar bila sampai bintang timnas Prancis itu pergi secara cuma-cuma. PSG seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
Mbappe memang harus benar-benar dipertahankan bila PSG masih mau memendam impian besar. Neymar baru mulai mendapat kembali performa terbaiknya. Sementara Messi akan berusia 35 tahun saat musim 2022/2023 dimulai.
Ini baru soal lini serang. Belum lagi sektor tengah, hingga pertahanan. Akhirnya, jawaban akan masa depan proyek baru PSG apakah akan bernasib sama seperti tahun ini atau tidak, akan mulai terjawab saat jendela transfer musim panas dibuka, atau bahkan lebih cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H