Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rabu Abu dan Hari Puasa untuk Perdamaian

2 Maret 2022   16:55 Diperbarui: 2 Maret 2022   17:03 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Hari ini, Rabu, 2 Maret 2022 menjadi salah satu hari penting bagi umat Katolik sejagad. Hari ini umat Katolik merayakan hari Rabu Abu. Hari dimulainya masa puasa yang berlangsung selama 40 hari ke depan hingga 16 April 2022. Dimulainya masa Prapaskah, sebelum Hari Raya Paskah.

Gereja Katolik memiliki pendasaran kanonis dan teologis tersendiri. Para pemeluknya pun diarahkan dan diharapkan untuk sejauh dapat mengikuti ketentuan terkait pantang dan puasa.

Misalnya, pantang dan puasa pada Rabu Abu dan Jumat Agung; pantang pada tujuh Jumat selama masa Prapaskah hingga Jumat Agung;  berikut kewajiban pantang bagi umat yang genap berusia 14 tahun ke atas dan puasa untuk mereka yang usia dewasa (18 tahun) hingga 60 tahun (Kitab Hukum Kanonik no.1252). Dan masih banyak lagi.

Puasa secara sederhana bisa diartikan sebagai makan kenyang hanya sekali sehari. Sementara itu, tidak mengkonsumsi daging, ikan, garam, dan sebagainya pada hari tertentu disebut pantang.

Di balik ketetapan tersebut terbersit sekelumit pertanyaan. Apa makna sesungguhnya di balik ketetapan tersebut? Apakah semata-mata sebuah kewajiban yang dijalankan sebagai suatu formalitas saban tahun? Karena saya atau kita Katolik maka saya atau kita seharusnya menjalaninya sebagai seorang pemeluk teguh?

Kitab Hukum Kanonik (Kan. 1249) menulis demikian. "Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari- hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut."

Ada sejumlah poin refleksi yang bisa diangkat. Pertama, masa Prapaskah yang dimulai secara resmi dengan menerima abu yang dioles di dahi pada Rabu Abu menjadi simbol pertobatan. Sebagai makhluk fana, bertubuh dan berjiwa tak seorang pun lepas dari salah dan dosa. Saatnya untuk ber-metanoia.

Kedua, jalan pertobatan yang bisa ditempuh adalah melalui puasa, pantang, dan matiraga. Mengurangi berbagai kenikmatan diri atau hal-hal yang menyenangkan diri seperti mengkonsumsi daging dan sebagainya.  Belajar untuk bisa mengendalikan diri, bahkan melepaskan diri dari keinginan daging.

Ketiga, saat mengendalikan diri menjadi kesempatan untuk lebih dekat dengan Tuhan dan sesama. Puasa dan pantang perlu dibarengi dengan semangat untuk memperbaharui dan memperdalam relasi baik secara vertikal (dengan Tuhan) maupun horizontal (dengan sesama). Diharapkan kita mendapatkan pengalaman hidup rohani dan sosial yang semakin dalam.

Hari Puasa untuk Perdamaian

Keempat, tentu upaya yang kita tempuh tidak semata-mata diarahkan pada kehidupan ilahi. Penghayatannya pun bisa dilakukan secara nyata kepada sesama.

"Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya." (1 Yoh 4:20).

Dengan kata lain, wujud nyata keagamaan dan keimanan kita terlihat dalam kehidupan sini dan kini.

Ada banyak cara yang bisa ditempuh. Tidak sedikit yang melakukan kegiatan kemanusiaan atau karitatif, mengumpulkan dana untuk orang miskin, mensambangi panti-panti, dan berbagai kegiatan belarasa lainnya.

Aksi solidaritas tidak semata-mata dalam bentuk materi dan dalam jumlah yang besar. Upaya-upaya konkret yang sederhana pun bisa ditempuh. Salah satunya adalah melalui doa. Doa untuk orang-orang yang sedang kesusahan karena berbagai sebab baik politik, keamanan, maupun ekonomi. Doa kepada mereka yang sedang ditindas dan diperlakukan tidak adil. Doa bagi mereka yang nasibnya tidak sebaik dan seberuntung kita.

Paus Fransiskus dalam kesempatan Audiensi Umum pada akhir Februari kemarin menyampaikan keprihatinannya pada situasi yang tengah dialami warga Ukraina. Pemimpin umat Katolik sejagad itu, melansir www.vaticannews.va, merasa tersentuh dengan kondisi yang sedang terjadi di sana menyusul invasi Rusia.

Paus asal Argentina itu bahkan merasakan "sakit yang luar biasa di hati-nya" karena ancaman perang yang belakangan sudah mewujud invasi dan perang itu.

Ia meminta mereka yang terlibat dan memiliki tanggung jawab politik untuk melakukan introspeksi diri. "Memeriksa hati nurani mereka dengan serius di hadapan Allah, yang adalah Allah perdamaian dan bukan perang, yang adalah Bapa dari semua, bukan hanya sebagian, yang ingin kita menjadi saudara dan bukan musuh."

Tidak sampai di situ. Paus pun berdoa agar situasi tidak semakin buruk. Meminta semua pihak agar lebih menahan diri agar tidak menimbulkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat yang tidak bersalah, bisa mengacaukan hubungan antarnegara, dan merusak tatanan hukum internasional.

Akhirnya, Bapa Suci pun mengajak semua orang untuk ikut terlibat. Ambil bagian untuk berdoa. Ia pun menetapkan Rabu Abu hari ini sebagai "Hari Puasa untuk Perdamaian (Day of Fasting for Peace)."

Sebagai warga dunia dan umat kebanyakan, tidak ada hal signifikan yang bisa kita lakukan untuk mengurangi penderitaan sesama di belahan dunia berbeda. Kita tidak memiliki kekuatan politik, diplomatis, apalagi keamanan.

Namun, kita memiliki "senjata" lain yang masih bisa kita pakai. Senjata itu adalah doa. Doa seturut cara kita masing-masing menuju pada satu muara dan untuk kepentingan yang sama. Seperti kata Paus Fransiskus, kita meminta "Ratu Damai agar turun menjaga dunia dari kegilaan perang."

Selamat memasuki Masa Prapaskah! Marilah kita berdoa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun