Banyaknya hal-hal baik yang bisa dirasakan membuat kita pun merasa nyaman. Memang patut diakui, tidak semua orang merasakan manfaat yang sama seperti yang saya alami dan sebutkan di atas.
Begitu juga WFH bukan pilihan sempurna yang tidak memiliki cela. Tidak sedikit keluhan yang muncul terkait WFH. Saya sebutkan beberapa.
Pertama, WFH bisa mendistraksi fokus. Gangguan-gangguan dan berbagai godaan yang sebelumnya tak muncul karena jarak yang membentang antara rumah dan kantor, kemudian tampak.
Saat sedang berkonsentrasi bekerja, seketika terdengar panggilan anak yang minta diperhatikan atau istri yang meminta bantuan.
Kedua, kurangnya kontrol dan hilangnya stimulus dari rekan kerja membuat berbagai kelemahan manusiawi bisa muncul. Rasa malas hingga bosan bisa meletup. Kehilanggan motivasi dan semangat kerja bisa saja terjadi.
Ketiga, bagi sebagian orang dan jenis pekerjaan tertentu WFH bisa mengurangi produktivitas kerja.
Ada pekerjaan yang membutuhkan dan terasa lebih efektif melalui tatap muka langsung baik dengan atasan, rekan kerja, atau klien. Bagaimana pun juga interaksi langsung belum sepenuhnya bisa digantikan oleh kecanggihan teknologi.
Lebih parah lagi, untuk lini usaha tertentu keputusan WFH adalah bencana. Roda pekerjaan terhambat bahkan sesewaktu bisa dihentikan sehingga keran pemasukan pun berkurang bahkan tertutup.
Berita tentang efisiensi perusahaan yang berdampak pada nasib karyawan sudah jamak terdengar.
Keempat, masih terkait pekerjaan. Saya banyak mendengar "curhat" dari sejumlah teman terkait beban kerja selama WFH. Alih-alih berkurang, beban pekerjaan mereka justru semakin bertambah. WFH pun memantik ketidaknyamanan bahkan sampai menimbulkan stres.
Kelima, saya bersaksi WFH memang memangkas anggaran transportasi, tetapi tidak membuat tagihan listrik dan internet berkurang.