Jeda internasional tiba. Agenda pertandingan bersama tim nasional (timnas) menanti para pemain.
Bagi para pelatih klub, inilah momen yang mencemaskan dan mendebarkan. Kewajiban memperkuat timnas di satu sisi, sementara itu di sisi berbeda ada kerisauan akan nasib para pemain setelah menunaikan tugas negara.
Di tengah padatnya jadwal pertandingan di level klub, panggilan berseragam timnas semakin menambah beban para pemain. Bukannya menikmati waktu istirahat, sejumlah agenda internasional penting akhirnya memaksa para pemain untuk ambil bagian.
Tidak sedikit pemain yang berangkat dalam keadaan fit kemudian pulang membawa cedera. Begitu juga ada pemain yang belum sepenuhnya pulih atau baru saja sembuh tetapi terpaksa harus memenuhi panggilan timnas.
Thomas Tuchel adalah salah satu pelatih klub yang risau menjelang jeda internasional kali ini. Ada dua pemain Chelsea yang belum seratus persen fit namun tetap membela negaranya. Mereka adalah N'Golo Kante dan Christian Pulisic.
Tuchel pun berharap Kante dan Pulisic tak terlalu dipaksa oleh Didier Deschamps dan Gregg Berhalter, juru taktik timnas Prancis dan Amerika Serikat. Seandainya tetap diminta bermain, setidaknya kedua pemain itu tidak dituntut bermain penuh.
Tuchel sadar ia hanya sebatas berharap agar tak ada sesuatu yang buruk bakal menimpa kedua pemain itu. Setiap pemain punya kebebasan mengabdi pada negaranya. Tidak hanya soal gelar dan upah besar dari klub, ambil bagian dalam tugas timnas adalah panggilan dan impian setiap pemain.
Sebesar-besarnya penghargaan di tingkat klub tetap tak bisa menggantikan kebanggaan berseragam timnas. Sehebat-hebatnya seorang pemain di level klub, akan terasa kurang afdol dan malah menjadi bahan olok-olokan bila ia tak bisa berbuat sesuatu bagi negaranya.
Memulihkan kepercayaan diri
Bila Tuchel harap-harap cemas akan kondisi anak asuhnya, Ole Gunnar Solskjaer pun berada dalam disposisi batin serupa. Bedanya, situasi batin Solskjaer lebih kompleks. Ia tak risau akan kondisi timnya secara keseluruhan, tetapi juga nasibnya sendiri.
Kekalahan dalam derbi Manchester adalah pukulan tambahan bagi pelatih Manchester United itu sebelum jeda internasioal setelah sebelumnya dipermalukan Liverpool lima gol tanpa balas pada akhir Oktober lalu.
Nasibnya pun seperti berada di ujung tanduk. Serangan demi serangan menyasarnya. Berbagai spekulasi terkait masa depannya mengemuka, terutama seberapa lama ia bakal bertahan dan daftar para calon suksesor yang mengular.
Sejauh ini keluarga Glazer belum angkat bicara. Bila pemilik dan manajemen klub belum bersuara bisa disimpulkan masih ada sedikit kepercayaan pada Solskjaer. Solskjaer masih bisa berharap akan kembali lagi ke Old Trafford.
Namun, tidak ada yang bisa memastikan setiap perubahan. Belakangan ini Liga Primer Inggris disarati berita pemecatan dan pengangkatan pelatih baru. Seperti sudah menjadi sebuah tren di kompetisi yang dianggap paling bergengsi dan ketat sejagad itu.
Bisa jadi Solskjaer belum akan merasa tenang sebelum timnya kembali ke jalur positif. Selama itu ia akan selalu dibayangi hantu pemecatan.
Jeda internasional akan menjadi momen yang begitu penting bagi Solskjaer. Setidaknya belum ada tanda-tanda ia akan kehilangan pekerjaan di jeda internasional ini sehingga masih bisa bertugas memimpin timnya menghadapi Watford di pekan berikutnya.
Waktu dua pekan ini sungguh berharga. Sejumlah pemain yang dipanggil timnas akan bertanding. Para pemain lainnya bisa rehat sejenak. Sementara itu, Solskjaer yang memilih terbang ke kampung halamannya Norwegia bisa digunakan untuk banyak kepentingan.
Selain merenungi nasibnya, saat tersebut bisa dipakai untuk memikirkan hal-hal penting bagi klub. Sehingga saat pulang ke Manchester ia bisa memberikan perubahan positif. Setidaknya tidak sampai menelan pil pahit yang bakal membuatnya kehilangan pekerjaan.
Sebenarnya Solskjaer cukup beruntung. Entah faktor apa yang masih menyelamatkannya. Jeda internasional ini adalah kesempatan ideal bagi setiap klub untuk melakukan perombakan manajerial.
Tidak ada waktu jeda lagi hingga Maret tahun depan. Dengan melakukan pergantian sebelum jeda, para manajer baru bisa mendapat waktu sekitar dua pekan untuk bersiap sebelum mulai bekerja.
Menukil Richard Fay, kolumnis manchestereveningnews.com, jeda internasional seyogianya dipakai Solskjaer untuk sejumlah hal ini.
Pertama, jeda internasional datang setelah dua kekalahan menyakitkan. Kondisi psikis tim, termasuk sang pelatih tentu terguncang.
Kepercayaan diri tergerus. Kapten United, Harry Maguire mengakui setelah dipecundangi "tetangga berisiki" mereka sesungguhnya sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
Sebuah pengakuan yang cukup mengguncang. Solskjaer sampai ikut terkejut mendengar pengakuan tersebut. Namun, ungkapan tersebut sesungguhnya adalah sesuatu yang nyata. Tak bisa disangkal.
Lebih penting dari itu, ungkapan jujur sang kapten itu menuntut pembenahan. Tugas penting bagi Solskjaer untuk mengatasi krisis tersebut.
Solskjaer yang mulai menangani United pada 2019 sebenarnya sudah banyak memberikan perubahan positif bagi tim tersebut. Salah satu perubahan yang terjadi di tangan Solskjaer adalah keyakinan dan kepercayaan diri. Kualitas yang saat ini justru hilang.
Bila ia bisa menumbuhkan kepercayaan diri United saat itu, maka seharusnya ia tahu resep untuk mengatasi masalah serupa saat ini. Setidaknya, para fan bisa melihat penampilan para pemain United yang lebih bersemangat dan penuh keyakinan saat menghadapi Watford.
Mempertimbangkan Maguire dan Shaw
Kedua, selain soal non-teknis ada hal teknis fundamental yang perlu diatasi Solskjaer. Fakta bahwa saat ini United sulit menghindari kebobolan menunjukkan ada persoalan di lini pertahanan.
Ya, terlihat jelas bagaimana kinerja duo Inggris, Harry Maguire dan Luke Shaw belakangan ini mendapat kepercayaan penuh dari Solskjaer untuk mengawal benteng pertahanan The Red Devils. Keduanya justru mengalami antiklimaks.
Bila keduanya tampil prima saat mengantar Inggris hingga partai final EURO 2020 pada awal Juli lalu, tidak demikian penampilan mereka sesudahnya.
Maguire dan Shaw kompak menjadi sasaran kritik karena menjadi titik lemah yang menyisahkan lubang di lini belakang.
Tidak hanya itu. Penampilan gelandang andalan Bruno Fernandes juga mulai inkonsisten. Saat derbi Manchester, ketiga pemain itu tak tampil maksimal.
Ketiga pemain ini adalah bagian penting yang membuat kinerja awal kepemimpinan Solskjear terlihat menggembirakan. Namun, saat ini Solskjaer seperti tersandera dilema.
Kepercayaan besar sudah Solskjaer berikan menyusul jasa mereka ikut membangun tim dan melambungkan namanya. Namun kini kepercayaan itu terlihat sebagai keputusan buta bila Solskjaer tidak segera bersikap.
Mempercayai Van de Beek
Ketiga, salah satu tuntutan perubahan adalah terkait Donny van de Beek. Pemain asal Belanda yang lebih banyak menjadi penghangat bangku cadangan ini mulai menjadi bahan pembicaraan setelah bermain dua kali dalam seminggu terakhir.
Walau menjadi pemain pengganti, kinerjanya  cukup memuaskan. Ia bermain baik saat menghadapi Atalanta di penyisihan grup Liga Champions.
Diturunkan bersama Jadon Sancho di menit ke-87 menggantikan Bruno Fernandes dan Scott McTominay, mereka sukses memberikan perubahan yang menyata dalam gol penyama kedudukan dari Cristiano Ronaldo jelang bubaran.
Ia juga didukung oleh para penggemar saat menghadapi Manchester City. Semakin banyak pihak yang menginginkan sang gelandang mendapat menit bermain lebih. Tidak terkecuali Solskjaer.
Usai pertandingan kontra Atalanta yang berakhir sama kuat 2-2, pelatih asal Norwegia itu menyanjung Donny demikian.
"Dia memiliki kualitas untuk membuka pertahanan yang ketat dan dia juga hampir mencetak gol. Saya kira, semua dari mereka yang tampil dari bangku cadangan bermain baik."
Pembuktian Donny yang didukung sejumlah pemain United dan para penggemar semestinya semakin menyadarkan Solskjaer akan sebuah keputusan salah yang telah diambil. Potret buram akan manajemennya sendiri.
Belum terlambat bagi Solskjaer untuk berbenah. Saatnya mulai mempercayai pemain 24 tahun itu. Sejak didatangkan dari Ajax di bursa transfer musim panas ini, nasib Donny sungguh terkatung-katung. Pemain tersebut sampai merasa gerah dan ingin angkat kaki.
Inilah saatnya bagi Solskjaer untuk memasukan Donny dalam rencana perubahan pasca-jeda internasional. Ditambah lagi Donny bisa menjadi opsi penting untuk menggantikan gelandang yang sedang buruk kinerjanya.
Ujian di Vicarage Road
Keempat, meladeni Watford di Piala FA pada 20 November nanti adalah ujian yang mempertaruhkan masa depan Solskjaer.
Ia perlu melakukan sesuatu. Tidak hanya soal kepercayaan diri para pemain, juga pilihannya pada pemain dan formasi.
Perubahan menuju tiga bek dalam beberapa pekan terakhir seharusnya membuat lini pertahanan United kian kokoh. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa aspek pertahanan mereka goyah, sekaligus mencerminkan seperti apa lini tengahnya pula.
Minim kreativitas dan selalu mencuri gol dari serangan balik cepat, alih-alih menguasai pertandingan dan tampil dengan gaya permainan mereka yang khas dan mengesankan. Itulah pemandangan yang terjadi saat United menghadapi tim-tim besar.
Perubahan itu tidak hanya bersifat parsial. Solskjaer perlu berbenah lintas sektor. Jelas ini menjadi sebuah pekerjaan besar dan berat bagi pelatih 48 tahun itu.
Jeda internasional adalah momen "renaisans" (baca: kelahiran kembali) Solskjaer dan Manchester United. Memang butuh pemikiran dan aksi revolusioner Solskjaer untuk menumbuhkan kembali harapan publik. Berpikir cepat dan bertindak cepat. Waktu emas itu tidak panjang.
Vicarage Road menanti. Itulah palagan pembuktian sekaligus pertaruhan karier Solskjaer: menang terselamatkan atau kalah akan ditendang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H