"Saya bangun jam 4.30 pagi dan melakukan latihan fisik sebelum berangkat ke sekolah jam 6 pagi. Ketika saya pulang ke rumah pada pukul 14.45, saya akan menyelesaikan pekerjaan rumah dan melanjutkan pelatihan," bebernya.
Bila tidak memiliki jadwal latihan, ia akan menyaksikan sejumlah tayangan di YouTube. Hampir setiap malam ia belajar bulutangkis secara online.
"Jika tidak, saya menonton pertandingan di YouTube untuk mengoreksi gerakan atau strategi saya. Hampir setiap malam saya berlatih dari jam 6-7.30 sore. Saya biasanya terus menonton dan belajar dari pertandingan online sampai saya tertidur."
Rupanya, bulutangkis sudah merasuki sendi-sendi kehidupan, bahkan sampai ke sum-sum tulangnya. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana ia menikmati setiap detail dari permainan itu.
"Saya suka segala sesuatu yang membentuk bulu tangkis; suara shuttlecock, suara sepatumu di lantai, kecepatan, strategi, pola pikir, semua hal kecil."
Penggembira tapi berharga
Pada edisi Piala Sudirman kali ini, Tahiti tergabung di Grup B. Sudah diduga, Tahiti akan bersaing dengan tim-tim unggulan. Tahiti terlihat bagai lilliput di antara Taiwan, Korea Selatan, bahkan Jerman.
Langkah pertama Elias dan tim Tahiti akan diayun saat menghadapi Taiwan pada 26 September sebelum bersua juara empat kali Korea Selatan, dan diakhiri dengan duel kontra Jerman.
Di atas kertas, Elias dan rekan-rekan bukan unggulan. Mereka bisa disebut penggembira. Tidak ada pemain Tahiti di semua sektor dengan peringkat di bawah 25 besar dunia. Â Tahiti bakal menjadi lumbung poin bagi peserta lain.
Seperti sudah diketahui, Taiwan tidak akan diperkuat dua peraih medali Olimpiade Tokyo 2020. Ganda putra peraih medali emas Lee Yang dan Wang Chi-Lin serta peraih perak di nomor tunggal putri Tai Tzu Ying.
Sebagai gantinya, wakil dari Asia Timur ini akan mengandalkan ganda putra nomor 23 dunia, Lu Ching Yao / Yang Po Han dan Lee Jhe-Huei / Yang Po Hsuan yang menempati ranking 30 BWF.