Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Raheem Sterling, Budapest, dan Kisah Miris Rasisme yang Masih Akrab

3 September 2021   09:58 Diperbarui: 4 September 2021   07:43 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika Anda seorang tamu di suatu negara maka pahami budayanya dan jangan memprovokasinya. Jangan memprovokasi tuan rumah ... Kita hanya bisa melihat sistem gerakan ini dari sudut pandang budaya kita sebagai sesuatu yang tidak dapat dipahami, sebagai provokasi."

Orban membenarkan tindakan para supporter Hungaria karena dianggap memberikan balasan yang wajar atas aksi pemain Irlandia yang berlutut sebelum kick-off.

Namun, bisa diduga komentar tersebut hanya untuk mencari simpati dan pembenaran. Cemoohan tetap cemoohan. Rasisme tetaplah rasisme. Yang dilakukan para pemain Irlandia adalah bentuk perlawanan pada rasisme yang masih belum lenyap dari kehidupan masyarakat yang dianggap sudah maju dan beradab itu.

Timnas Inggris pernah memiliki pengalaman serupa tetapi oleh penggemar berbeda. Saat menghadapi Bulgaria di pertandingan Kualifikasi Euro 2020 di Sofia, sejumlah pemain The Three Lions mengalami pelecehan rasis dari tribun penonton.

Sebelum itu sejumlah pemain seperti Sterling dan Danny Rose menjadi sasaran pelecehan saat Inggris menghadapi Montenegro pada 2019 silam. Nyanyian yang sangat mengganggu kedua pemain itu sampai-sampai membuat pertandingan itu nyaris terhenti.

Selain sikap para pemimpin yang belum pro pada gerakan anti-rasisme, dan fenomena serupa yang masih terjadi di berbegai tempat, skuad Inggris yang menjadi sasaran rasisme kali ini sebenarnya berangkat dari lingkungan yang juga belum steril dari tindakan serupa itu.

Kita masih ingat bagaimana reaksi para penggemarnya terhadap Marcus Rashford, Jadon Sancho dan Bukayo Saka usai final Piala Eropa 2020. Kedua pemain ini menjadi sasaran kemarahan penggemar Inggris setelah gagal mengeksekusi penalti.

Rashford, Sancho, dan Saka adalah tiga pemain Inggris yang mendapat pelecehan rasial dari penggemarnya usai Piala Eropa 2020: Dailymail.co.uk
Rashford, Sancho, dan Saka adalah tiga pemain Inggris yang mendapat pelecehan rasial dari penggemarnya usai Piala Eropa 2020: Dailymail.co.uk

Amuk yang mengemuka di jagad maya tidak hanya menyinggung soal tendangan yang tak mengenai sasaran, tetapi juga menyasar pribadi mereka. Karena mereka berbeda secara fisik dan dianggap berangkat dari keturunan berbeda maka mereka menuai respon yang jauh lebih negatif.

Jadi, perang melawan rasisme adalah jalan perjuangan yang belum diketahui ujungnya. Selama perhatian pada pemain seperti Sterling tidak lebih dari kecakapannya mengolah bola, dan Budapest belum ramah pada tamu yang berbeda-beda, maka perjuangan itu entah sampai kapan akan mengisi ruang tontonan dunia yang diklaim makin hari makin beradab.

Kita tidak bisa menjamin, pengalaman pahit hanya terjadi pada Sterling dan terjadi Budapest semata. Sepertinya selama kita masih menganggap diri superior dan perbedaan adalah petaka, seperti  rasisme dan rasialisme yang masih belum jelas perbedaannya, maka sepanjang itu kita akan mengakrabi masalah-masalahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun