Lionel Messi menyatakan Paris Saint-Germain (PSG) adalah satu-satunya pilihan. Walau beberapa klub terus memburunya, pilihan terakhir akhirnya jatuh pada klub kaya raya Prancis itu.
Messi mengungkapkan hal itu di saat berbicara terakhir kalinya sebagai pemain Barcelona, beberapa jam lalu.
Memang tidak terpikirkan banyak orang, bahwa La Pulga alias Si Kutu itu akan meloncat keluar dari Nou Camp. Klub yang sudah dibelanya selama lebih dari dua dekade. Sepanjang itu Messi dan Barcelona bagai dua sisi dari sekeping mata uang. Baik saat jatuh tertelungkup, maupun saat menengadah menang.
Kepindahan pemain 34 tahun ke Prancis bakal memantik tanda tanya. Seperti pertanyaan bagaimana nasib Barcelona sepeninggal Messi. Demikian juga akan menjadi apa PSG dengan hadirnya Messi.
Salah satu bayangan yang saat ini ada di benak banyak orang adalah pertemuan Messi dan sederet pemain bintang yang lebih dulu menjadi bagian dari klub elite itu. Di sana sudah ada Kylian Mbappe, Angel Di Maria, dan Neymar Junior. Dua pemain terakhir sudah memiliki sejarah bersama. Di Maria bersama Argentina. Sementara Neymar saat mereka membentuk trio MSN, bersama Suarez, di Barcelona.
Apakah trisula maut baru, Messi-Neymar-Mbappe akan otomatis terbentuk? Bila ya, akan seperti apa jadinya? Apakah hasilnya akan lebih dahsyat seperti trisula-trisula lainnya?
Tantangan Pochettino
Kehadiran banyak pemain bintang dalam satu tim memang menyenangkan bagi sebagian orang. Tetapi tidak bagi sang pelatih. Bagaimana memadukan cahaya-cahaya bintang itu agar berpendar indah dan sebaliknya tidak menghasilkan panorama yang kabur, apalagi merusak pemandangan.
Itulah yang saat ini ada di benak Mauricio Pochettino. Mantan juru taktik Tottenham Hotspur itu pasti harus berpikir keras bagaimana menempatkan Messi di antara bintang-bintang lainnya.
Apakah Messi akan tetap diposisikan sebagai pusat orbit seperti yang selama ini dilakukan Barcelona? Bila demikian, bagaimana ia meminta pengertian para pemain lain yang tidak ingin cahayanya redup?
Messi memiliki sejarah besar dan namanya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari permainan Barcelona selama bertahun-tahun. Tidak sedikit pemain yang merasa nyaman dengan apa yang diperlakukan Barcelona pada Messi.
Neymar salah satunya. Messi dikabarkan menjadi salah satu alasan Neymar hengkang ke PSG pada 2017 silam. Bila demikian, bagaimana situasi saat ini ketika keduanya kembali dipersatukan?
Sama halnya dengan Mbappe, Angel Di Maria, hingga Mauro Icardi. Dibanding dua lainnya, Icardi memiliki catatan hubungan personal yang kurang baik dengan Messi.
Peran False Nine
Messi sudah memainkan peran itu selama bertahun-tahun di Barcelona. Ia memiliki kemampuan untuk turun lebih dalam, ikut membuka ruang dan menciptakan peluang.
Peran ini sepertinya bisa dimainkan lagi di PSG. Ia bisa membantu menciptakan ruang bagi Neymar dan Mbappe.
Kehadiran Messi justru bisa menguntungkan Neymar yang produktivitas golnya mulai mengalami penurunan. Musim Ligue 1 2017/2018 Neymar mencetak 19 gol dan 13 assist. Jumlah itu berkurang nyaris separuh di musim lalu yang hanya mencetak sembilan gol dan lima assist.
Berbeda dengan Neymar, Mbappe justru yang mengambil peran sebagai mesin gol PSG. Pemain internasional Prancis itu mencetak 27 gol dalam 31 laga di Ligue 1.
Kreativitas Messi tentu bisa memberikan peluang lebih banyak. Kesempatan bagi Neymar dan Mbappe untuk mencetak lebih banyak gol.
Berjalan mulus?
Demikian pertanyaan besar yang mengemuka. Sejarah sepak bola dunia pernah menghadirkan banyak catatan sukses ketika ketiga pemain bintang bersatu. Harry De Cosemo dalam BBC sport menguraikannya secara singkat.Â
Barcelona pernah memiliki Ronaldinho dan Samuel Eto'o. Saat itu Messi masih berusia remaja. Ronaldinho dan Eto'o tidak hanya mampu berkolaborasi dengan Messi tetapi juga serentak menjadi mentor baginya.
Dalam perjalanan waktu, Messi semakin berkembang. Ia pun sudah mulai terbiasa untuk bermain di antara para pemain bintang. Di era Pep Guardiola, Barcelona meraih kesuksesan besar yang ditandai dengan treble pertama.
Tiga gelar sekaligus itu menghiasi catatan manis debut Guardiola. Di balik itu ada kisah Messi, Eto'o dan Thierry Henry.
Saat itu Messi, baru berusia 21 tahun, mencetak 38 gol dalam 51 laga di semua kompetisi. Sementara itu Henry dan Eto'o menyumbang total 62 gol. Berkat kerja sama apik itu, pesona Messi semakin terlihat. Ballon d'Or pertama menghiasi lemari prestasi Messi pada 2009.
Demikian juga cerita Messi bersama David Villa dan Pedro Rodriguez. Trio MVP ini cukup meledak di musim 2010/2011. Messi mencetak 53 gol dari total  98 gol yang mereka ciptakan.
Cerita trisula maut Barcelona terus berlanjut. Kisah trio MSN dimulai pasca kedatangan Suarez dari Liverpool pada 2014. Messi bergeser ke kanan untuk memberi tempat kepada Suarez. Hasilnya? Dalam tiga musim bersama, mereka mampu meraih treble kedua. MSN menyumbang 364 gol dan 174 assist.
Contoh Lain
Barcelona tidak selalu memonopili cerita tentang tiga penyerang terbaik di dunia mengenakan seragam yang sama.
Liverpool memiliki Mohammed Salah, Roberto Firmino, dan Sadio Mane. Kehadiran Salah pada 2017 membuat ketiganya menjadi momok bagi lawan.
Mereka sudah mencetak 273 gol. Trofi Liga Champions serta gelar liga pertama dalam 30 tahun mereka persembahkan.
Contoh lain di Bayern Muenchen. Walau Robert Lewandowski lebih menonjol, di tubuh tim tersebut sesungguhnya ada Serge Gnbary dan Thomas Muller. Â Begitu juga Cristiano Ronaldo di Juventus. Peran penting Alvaro Morata dan Federico Chiesa tak bisa dielak.
Demikian beberapa contoh mutakhir. Sebelum itu kita mengenal Arjen Roben, Franck Ribery, dan Mario Mandzukic saat Muenchen ditangani Jupp Heynckes.
Manchester United pernah punya Ronaldo, Wayne Rooney, dan Carloz Tevez yang dipersekutukan Sir Alex Ferguson. Sepak terjang mereka ikut andil dalam kesuksesan Setan Merah baik di pentas Eropa maupun domestik pada musim 2007/2008.
Lebih ke belakang. Andriy Shevchenko, Filippo Inzaghi, dan Rui Costa menjadi andalan Milan saat meraih gelar Liga Champions keenam dalam sejarah klub pada tahun 2003. Lantas gelar ketujuh mereka raih pada masa Clarence Seedorf, Kaka, dan Inzaghi.
Akhirnya, setelah Messi mendarat di Paris, apakah skenario Messi-Neymar-Mbappe terwujud tanpa halangan? Lantas, mampukah mereka akan menghadirkan cerita manis seperti diharapkan banyak orang?
Atau jangan-jangan kedatangan Messi justru meredupkan pendar cahaya bintang-bintang yang sementara ini bersinar dan berputar teratur dalam lintasan yang sudah dibentuk Pochettino? Akankah kemudian Messi akan disebut sebagai perusak harmoni yang sudah tercipta dan pembawa petaka bagi Les Parisien?Â
Messi, PSG, dan sang waktu yang akan menjawab!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H