Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harus Bangkit walau Berat, Pelajaran Hidup dari Bencana NTT

7 April 2021   22:34 Diperbarui: 8 April 2021   20:06 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi terdampaknya bencana banjir bandang di NTT (Tangkapan layar presentasi BNPB)

Kita belum tahu sejauh mana pemerintah pusat ikut membantu. Hingga kini belum terdengar status bencana NTT sebagai bencana nasional. Bila sampai tidak, maka kerja pemerintah daerah dan masyarakat setempat akan lebih berat.

Prioritas kebutuhan saat ini adalah makanan dan air bersih. Di samping itu, perbaikan fasilitas dan sarana vital seperti jalan dan sambungan telekomunikasi dan energi (listrik dan BBM). Perlu ditempuh segera untuk menghindari dampak dan kerugian lanjutan yang tidak diharapkan. Jangan sampai timbul bencana dan kesengsaraan baru. 

Berkah terselubung

Pekerjaan paling berat tentu ada di pihak masyarakat sendiri. Menjalani hari-hari hidup dengan kenangan tragedi yang selalu membayang. Menata kembali serpihan-serpihan kehancuran dengan berbagai beban tambahan agar hidup bisa terus berlanjut.

Masyarakat NTT memiliki karakter petarung. Alam telah menempa dan membentuk mereka dengan keras. Sejak sebelum ada bencana ini, mereka sudah bersahabat dengan kesulitan dan keterbatasan yang membuat mereka harus bekerja keras dan pantang menyerah.

Walau dalam kadar dan kondisi berbeda, setidaknya hari-hari panjang sebelumnya membuat mereka bisa lebih kuat. Dorongan lahiriah yang membuat upaya pemulihan tidak berlarut-larut.

Meski demikian, bencana yang baru saja berlalu ini, patut menjadi pelajaran. Pelajaran tentang menjaga api soliditas, solidaritas, dan empati tanpa batas dan sekat. Tidak hanya dengan dan di antara sesama manusia, tetapi juga dengan alam.

Alam memang bergerak dengan hukumnya. Namun, hukum alam itu sudah bisa dibaca manusia dengan baik. Membangun keharmonisan dengan alam, mempertebal kepekaan akan tanda-tanda alam, hingga meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan.

Mitigasi bencana, hingga rasa ingin tahu yang positif pada gejala alam dan informasi iklim, perlu (terus) dibangun. Jangan pernah sepelehkan peringat dini BMKG!

Bila sebelumnya kita sempat nyaman karena menilai alam akan selalu bersahabat, maka kini kita perlu sadar. Pada waktunya alam akan menujukan rupa berbeda, tanpa persetujuan manusia. Yang bisa kita lakukan adalah senantiasa berjaga-jaga, selalu waspada, dan bela rasa dengan seisi alam.

Seabrek berkah kasat mata dan terselubung (blessing in disguise) ini bisa kita nikmati di tengah upaya bangkit dari serpihan-serpihan kehancuran. Walau berat, hidup harus terus berlanjut. Seperti bapak, meski sendiri, tak begitu saja menyerah. Terima kasih seribu sudah ikut membantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun