Ia juga sempat berkeluh kesah. Mulai dari sulitnya menjaga asupan makanan, hingga perjuangannya untuk menata kembali berbagai kerusakan. Beberapa bagian rumah harus diperbaiki. Ia pun tak bisa mengandalkan orang lain untuk menyingkirkan sejumlah pohon yang tergeletak di pekarangan rumah.
Satu pohon merunggai yang daunnya selalu terlihat di antara gulungan indomie panas kala sarapan pagi saat pulang kampung. Sejumlah pohon pisang yang belum sempat dipanen. Beberapa pohon papaya yang nyaris selalu gundul sebelum berbuah. Semuanya tinggal kenangan dan meninggalkan lelah di tubuh pria tua itu.
Saatnya bangkit
Apa yang terjadi pada bapak adalah satu dari sekian banyak potret pasca-bencana di NTT. Bisa jadi yang dialaminya tak seberapa dibanding yang lain.
Banyak rumah di Adonara, Flores Timur, juga Lembata tertimbun longsor. Belasan desa di Kabupaten Malaka terendam banjir. Bendungan Kambaniru di Kabupaten Sumba Timur jebol sehingga nasib 1.440 hektar lahan persawahan merana. Masih banyak yang seharusnya bisa disebut.
Banyak korban berjatuhan. Info dua jam lalu dari kantor berita nasional, Antara, 129 orang terluka, 124 orang meninggal, dan 74 orang belum ditemukan. Sementara 13.230 warga harus mengungsi. Rumah 1.962 warga rusak, baik tergolong berat, ringan, maupun sedang.
Kita berharap si bunga maut itu sudah minggat dari NTT. Dengan demikian, saatnya bekerja untuk menata kembali. Walau berat, hidup tetap harus berlanjut. Bangkit dari keterpurukan adalah keharusan bila tidak ingin menyerah pada keadaan.
Bagi sebagian orang yang terdampak, perjuangan itu bisa jadi mudah. Namun bagi tidak sedikit orang upaya tersebut adalah kerja berat. Tidak hanya melepas kenangan pahit, tetapi juga menginvestasikan lagi tenaga, semangat, konsentrasi, hingga materi.
Kita tahu NTT bukan daerah dengan masyarakat berekonomi bagus. Februari lalu, tersiar statistik tingkat kemiskinan di NTT. Bukan prestasi yang patut dibanggakan. NTT masuk tiga besar dengan jumlah penduduk miskin terbanyak. Dengan presentase 21,21%, NTT hanya lebih baik dibanding Papua Barat (21,7%) dan Papua (26,8%). Ini data per September 2020.
Tingkat kemiskinan di NTT tidak menunjukkan tren positif. Periode sebelumnya, Maret 2020, berada di angka 20,90%. Tidak hanya di desa, di perkotaan pun jumlah penduduk miskin bertambah. Naik 5,500 orang menjadi 118.880 di wilayah perkotaan. Sementara itu, di pedesaan berjumlah, 1.040.370 setelah bertambah sekitar 14.300 orang miskin baru.