Setelah jeda lebih dari sebulan, BWF World Tour 2021 kembali berlanjut. Pasca tiga seri pertama awal tahun di Bangkok Thailand, kini pendulum kompetisi bergerak ke Eropa. St Jakobshalle, Basel, akan menjadi lokasi berlangsungnya Swiss Open 2021, sejak 2-7 Maret pekan ini.
Level turnamen ini memang tak setinggi tiga turnamen sebelumnya. Namu begitu, gelaran super 300 ini sangat penting bagi sejumlah pemain. Inilah turnamen pertama "road to" Olimpiade Tokyo di tahun ini. Setelah jeda cukup panjang, BWF kembali membuka keran perebutan poin untuk tampil di pesta olahraga bangsa-bangsa.
Sejumlah pemain atau pasangan masih harus mengejar tambahan poin agar bisa tampil di Olimpiade. Tidak banyak turnamen tersedia sebagai kesempatan mendulang poin. BWF hanya memberi batas hingga India Open pada Mei nanti.
Walau demikian tak sedikit pemain atau pasangan yang sudah berada di posisi aman sehingga tak perlu bersusah payah untuk mencari tambahan poin. Untuk alasan kedua ini, China dan Jepang kemudian memilih untuk tidak mengirimkan wakil mereka ke Swiss.
Begitu juga Indonesia. PBSI akhirnya hanya mengirim delapan wakil ke Swiss. Semula, Indonesia mendaftarkan banyak pemain, termasuk para pemain unggulan. Belakangan keputusan tersebut direvisi hingga akhirnya hanya mengirimkan satu pemain unggulan.
PBSI memutuskan mengirim dua skuad berbeda ke Swiss dan Birmingham, tempat All England digelar. Turnamen yang disebutkan kedua digelar dua pekan setelah Swiss Open.
Meninjau beberapa alasan yang PBSI kemukakan, hemat saya, keputusan tersebut tepat. Pertama, beberapa pemain utama lebih diproyeksikan tampil di All England, event Super 10000 pada 17-21 Maret.
Beberapa hari lalu, PBSI memutuskan mencoret Anthony Sinisuka Ginting, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti. Para pemain ini diharapkan bisa mempersiapkan diri lebih baik untuk tampil di turnamen tertua di dunia itu.
Mereka bisa saja tampil di Swiss Open sebagai pemanasan. Namun ada alasan lebih penting yang menghalangi mereka ke Swiss. Penampilan kurang maksimal di Leg Asia di satu sisi dan situasi dunia yang masih berperang dengan pandemi Covid-19 di sisi lain.
Hasil kurang maksimal di awal tahun membuat para pemain itu perlu berbenah dahulu ketimbang disodorkan jadwal pertandingan yang padat. Alasan lain yang jauh lebih penting adalah ketidakmungkinan mereka untuk langsung terbang dari Swiss ke Birmingham.
Para pemain itu diharuskan untuk menjalani karantina di Jakarta. Jeda sepekan tentu tidak cukup bagi mereka untuk melakukan sejumlah penerbangan jarak jauh. Fisik mereka pasti akan terkuras. Sementara soal keselamatan tetap nomor satu. Vaksin Covid-19 yang telah diterima tak menjadi jaminan. Bagaimana bila dari Swiss tak perlu kembali ke Jakarta?
"Risikonya terlalu besar, karena di sana penyebaran Covid-nya masih tinggi," Rionny Mainaky, Kabid Binpres, memberikan alasan.
Kedua, tanpa perlu tampil di Swiss Open, sejumlah pemain utama itu telah mendapat tiket ke Tokyo. Ginting, Greysia/Apriyani, dan Praveen/Melati sudah berada di posisi aman.
Ketiga, bagaimana para pemain lain? Mengapa mereka juga ditarik dari Swiss Open? Sektor ganda putri misalnya. Setelah Greysia/Apri dihapus dari daftar Swiss Open, PBSI kemudian mengambil langkah serupa untuk Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugiarto dan Nita Violina Marwah/Putri Syaikah.
Dua pasangan terakhir itu ditarik untuk alasan berbeda. Menjelang keberangkatan, performa mereka tak juga meyakinkan. PBSI kemudian memilih untuk memarkir mereka di pelatnas alih-alih memaksakan diri tampil di Swiss Open. Lebih baik mereka berlatih untuk meningkatkan performa sampai dianggap siap untuk berkompetisi.
Poin Olimpiade
Dari delapan wakil yang dikirim ke Swiss, wakil terbanyak dari sektor ganda putra dan ganda campuran. Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan, dan Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri menjadi harapan bagi sektor ganda putra.
Sementara itu, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, Adnan Maulana/Mychelle Crhystine Bandaso, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari akan bertarung di sektor ganda campuran.
Rinov/Pitha adalah runner-up tahun 2019 setelah di final dikalahkan pasangan Denmark, Mathias Bay-Smidt/Rikke Sby Hansen. Rinov/Phita tentu tidak ingin tampil lebih buruk dari edisi terakhir itu.
Hafiz/Gloria menjadikan Swiss Open sebagai kesempatan untuk mendulang poin Olimpiade. Saat ini pasangan tersebut berada di posisi ke delapan kualifikasi Olimpiade. Hanya saja, posisi pasangan rangking delapan dunia itu belum aman.
Posisi mereka bisa diambil alih peringkat sembilan, Tang Chun Man/Tse Ying Suet bila saja tidak segera mencari tambahan poin yang signifikan. Poin pasangan Hong Kong itu berjarak sangat tipis dari Hafiz dan Gloria. Hafiz/Gloria mengumpulkan 60.851 poin, sementara rival terdekatnya itu mengemas 60.566 poin.
Jarak 285 poin ini bisa diperlebar bila Hafiz dan Gloria bisa berbicara banyak di ajang ini. Absennya para pemain China dan Jepang, berikut pasangan terbaik dari Thailand, hingga Praveen dan Melati, peluang mereka terbuka lebar.
Hafiz dan Gloria ditempatkan sebagai unggulan dua di belakang Chang Peng Son/Goh Liu Ying. Mereka berada di pool berbeda. Bila mampu berbicara banyak, final ideal menghadapi pasangan Malaysia itu bisa tersaji pada akhir pekan nanti.
Lebih dari itu, mereka bisa membawa pulang tujuh ribu poin andai saja menjadi juara. Poin ini tentu sangat cukup untuk menjauhi Tang Chun Man/Tse Ying Suet.
Apakah Hafiz/Gloria mampu memainkan skenario ini dengan sempurna? Di laga pertama, mereka akan menghadapi wakil India, Satwiksairaj Rankireddy/Ashwini Ponnappa. Tentu tidak mudah bagi Hafiz/Gloria melewati hadangan pasangan 19 dunia itu.
Mereka perlu belajar dari penampilan mereka di Thailand. Penting untuk fokus sejak game pertama dan jangan sampai terlambat panas. Bila mampu melewati rintangan pertama, Hafiz/Gloria berpeluang berjumpa rekan sepelatnas, Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas yang akan menghadapi wakil Taiwan, Lee Jhe-Huei/Hsu Ya Ching.
Undian ganda campuran tak menguntungkan wakil Indonesia. Tiga pasangan Merah Putih berada di "pool" bawah. Perang saudara pun akan tercipta lebih awal, hingga babak perempat final. Itupun bila Adnan Maulana/Mychelle Crhystine mampu mengatasi unggulan lima dari Malaysia Tan Kiang Meng/Lai Pei Jing di laga pertama, lantas pemenang antara dua pasangan Eropa, Jones Ralfy Jansen/Kilasu Ostermeyer (Jerman) versus Yann Orteu/Aline Muller (Swiss).
Single fighter
Di sektor tunggal, Indonesia hanya punya satu wakil, Shesar Hiren Rhustavito di tunggal putra dan Ruselli Hartawan di tunggal putri. Sebelumnya PBSI mendaftarkan Gregoria Mariska Tunjung untuk menemani Ruselli. Namun Gregoria kemudian tidak diberangkatkan ke Swiss karena lebih disiapkan untuk mengambil kesempatan tampil di All England.
Jelas ini tantangan yang tidak ringan bagi Vito dan Ruselli. Tidak ada rekan satu sektor yang bisa berbagi harapan. Mereka pun harus memikul tanggung jawab sebagai wakil semata wayang.
Ruselli akan menghadapi Iris Wang di pertandingan pertama. Bila bisa melewati pemain Amerika Serikat itu, pemain 23 tahun itu akan menghadapi Pusarla V Sindhu. Unggulan dua ini bisa dengan mudah mengatasi Neslihan Yigit di laga pertama.
Bertemu wakil India itu, Ruselli, peringkat 38 dunia, dituntut bekerja ekstra keras. Bila penampilannya tidak lebih baik dari seri Thailand maka berat baginya untuk melangkah ke babak selanjutnya.
Patut diakui sektor tunggal putri tetap dihuni para bintang. Selain Sindhu, ada juga Carolina Marin yang ditempatkan sebagai unggulan teratas. Di samping itu, pemain muda Thailand yang bermain baik di Thailand, Pornpawee Chochuwong di daftar unggulan ketiga. Berada di antara para pemain top itu, wakil Indonesia terlihat inferior. Ada jarak rangking dunia yang terbentang jauh antara Ruselli dan para pemain itu.
Bagaimana tunggal putra? Setali tiga uang dengan tunggal putri, Vito berada di tengah kepungan para unggulan. Viktor Axelsen (Denmark), Lee Zi Jia (Malaysia), Rasmus Gemke (Denmark), Kidambi Srikanth (India), Sai Praneeth (India), dan Kantaphon Wangcharoen (Thailand) mengisi daftar enam unggulan teratas.
Untuk bisa berbicara banyak Vito harus melewati Son Wan Ho di laga pertama. Son adalah pemain senior Korea Selatan yang pernah berada di papan atas dunia beberapa tahun silam. Meski usianya sudah lewat kepala tiga, Vito tetap patut mewaspadainya.
Bila Son bisa diatasi, Vito berpeluang besar untuk lolos ke perempatfinal. Sebagai unggulan tujuh, Vito tentu lebih diunggulkan atas pemenang antara Brian Yang (Kanada) kontra Toma Junior Popov (Bulgaria).
Untuk bisa melangkah ke semi final turnamen berhadiah total 140.000 dolar AS, ia harus bertarung dengan pemain nomor dua dunia, Viktor Axelsen. Jagoan Denmark itu tampil sangat impresif di awal tahun. Hattrick gelar menjadi bukti. Apakah Vito bisa mengatasinya?
Agak mengejutkan pelatih tunggal putra, Hendry Saputra menaruh harapan tinggi pada pemain tunggal paling senior di Pelatnas itu. Kepada pemain 26 tahun itu, Hendry mengharapkan bisa melangkah hingga semi final.
Prestasi pemain kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah ini tidak sementereng Jojo dan Ginting. Koleksi gelar terbaiknya sejak 2016 kebanyakan di level International Challenge dan International Series. Dua dari sejumlah pencapaian terbaik ditorehkan di Vietnam Open dan Russia Open. Keduanya berada di kelas Super 100.
Dari penampilannya di dua seri pertama tahun ini Vito berusaha tampil maksimal. Di pekan pertama, Vito mampu melangkah hingga babak 16 besar. Ia masih sempat memberikan perlawanan kepada Chou Tien Chen, unggulan dua yang kemudian menjadi semifinalis di turnamen bersponsor Yonex itu.
Pencapaian di pekan pertama kemudian dipertahankan sepekan berselang. Saat itu, Hans K.S.Vittinghus masih terlalu tangguh baginya. Namun demikian, Vito masih mampu memberikan perlawanan tiga game, 21-11, 15-21, 17-21, terhadap pemain senior Denmark yang kemudian melangkah hingga partai final.
Melangkah hingga babak kedua di dua turnamen Level Super 1000 itu tentu menjadi awal yang baik bagi Vito untuk mengarungi kompetisi tahun ini. Hasil di dua turnamen itu membuat namanya kini berada dalam lingkaran 19 besar dunia.
Tampil di Swiss adalah momentum bagi pemuda Sukoharjo itu membuktikan diri. Kesempatannya berbicara banyak tanpa Jojo dan Ginting. Sekaligus panggung perjuangan sehormat-hormatnya menggapai harapan semi final yang digantung PBSI.
Apakah para pemain tunggal itu mampu mengatasi kesendirian untuk terbang tinggi di Swiss? Saatnya untuk menjadi "single fighter" sesungguhnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H