Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tren, Emang Penting atau Cuma Kebutuhan Palsu?

6 Januari 2021   09:17 Diperbarui: 6 Januari 2021   09:34 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu dua pertanyaan di atas tentu bisa dijawab. Tren, menukil pengertian leksikal KBBI, berarti gaya mutakhir. Sesuatu yang tengah merebak dan tengah digandrungi banyak orang.

Kemunculannya pun bisa ditelisik. Soal busana, makanan, hingga aktivitas, bisa erat kaitannya dengan situasi dunia. Pandemi misalnya bisa mengubah banyak hal, termasuk mempengaruhi preferensi seseorang.

Yang mengganjal saya adalah apakah setiap orang perlu merasa terpanggil untuk ikut di dalamnya? Tentu, tidak semua tren wajib diikuti. Tidak semua gaya mutakhir itu pas untuk setiap orang. Tidak ada kewajiban untuk menjalaninya.

Tren tentu erat kaitannya dengan pengaruh. Tidak sedikit yang terjerembab karena kuatnya godaan promosi. Iklan, lalu lintas pembicaraan di sosial media, hingga godaan diskon menarik di berbagai platform.

Saya teringat Franz Magnis Suseno. Dalam bukunya "Etika Kebangsaan Etika Kemanusiaan (79 Tahun Sesudah Sumpah Pemuda)",  pengajar filsafat ini coba berbicara tentang dampak perkembangan dunia pada pola hidup masyarakat.

Pada salah satu bagian dalam buku yang terbit tahun 2008 itu, ia menggarisbawahi soal pola hidup konsumeristik yang merasuki dunia. Sebabnya, kapitalisme yang membuka pasar kian lebar, membuat kita terjungkal pada konsumerisme.

Kapitalisme, seperti dicemaskan Karl Marx (1818-1883), tidak sekadar memproduksi  aneka barang untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Ia juga menciptakan kesempatan yang membuat kita merasa membutuhkan sesuatu.

Memang beralasan bahwa tawaran-tawaran itu memungkinkan kita memperoleh berbagai kemudahan dan membuahkan kemajuan. Persoalan akhirnya muncul ketika rupa-rupa kebutuhan bermunculan karena pergeseran skala kepentingan.

Dalamnya terjadi manipulasi kebutuhan yang tidak kita sadari sehingga memicu timbulnya kebutuhan palsu. Stimulasi arus massa, promosi dan iklan membuat pilihan kita bergeser: apa yang sesungguhnya kurang atau tidak kita butuhkan akhirnya dirasakan sebagai kebutuhan karena derasnya arus massa dan kuatnya tawaran promotif.

Ada beberapa contoh menarik. Pertama, keinginan untuk menikmati hamburger pada saat sekarang sebagai variasi untuk kebiasaan makan sagu dan berbagai penganan lokal bukanlah sebuah kebutuhan palsu. 

Tetapi kebutuhan makan di gerai fast food menjadi palsu apabila kita sebenarnya lebih suka mengonsumsi makanan tradisional tersebut, tetapi karena merasa rendah nilai prestisenya, maka kita merasa harus makan di restoran cepat saji itu. Kita melakukan itu agar lebih terkesan trendy, bergengsi dan tak ingin disebut ketinggalan. Kita ingin terbilang dalam gerbong tren tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun