Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tren, Emang Penting atau Cuma Kebutuhan Palsu?

6 Januari 2021   09:17 Diperbarui: 6 Januari 2021   09:34 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakaian dan teknik "tie-dye" atau jumputan tengah menjadi salah satu tren fesyen/Kompas.com

Apa tren 2021? Apakah anda akan ikut tren 2021? Hampir tiap tahun selalu ada tren baru. Mulai dari urusan makanan, pakaian, minuman, hingga soal diet dan tanaman hias. Mulai dari urusan perut, penampilan, hobi, hingga perilaku dan gaya hidup.

Ada prediksi tren fesyen 2021 masih akan seputar baju-baju longgar yang nyaman dipakai. Loungewear misalnya. Tren ini tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Sejak wabah Covid-19 merebak, mobilitas dibatasi, orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Orang lebih membutuhkan pakaian yang nyaman dan tak perlu tampil mentereng. Pilihan busana kasual jadi alternatif. Tak heran pakaian bermotif tie-dye atau jumputan cukup digemari.

Meski begitu,  kebutuhan untuk tampil modis tetap ada. Tak sedikit yang masih suka tampil dengan pakaian bagus. Tentu bukan tanpa alasan. Salah satu  tujuan yakni menunjukkan optimisme dan membangkitkan semangat positif di tengah situasi pelik.

Bagaimana soal kuliner? Ada prediksi makanan sehat kian digemari. Sementara itu soal minuman, kopi kian menjadi favorit. Kita bisa melihat kian menjamurnya produk kopi dengan berbagai nama, hingga kedai-kedai kopi menjadi salah satu spot favorit nongkrong.

Kita tentu bisa mendata lebih panjang berbagai tren yang bakal terjadi di tahun 2021. Ada yang menyebut hobi mengoleksi dan merawat tanaman hias kian booming. Setelah kemunculan tanaman janda bolang, tahun ini giliran ishbone cactus atau kaktus tulang ikan, bunny ear cactus atau kaktus telinga kelinci, hingga blue star fern atau pakis bakal mencuri perhatian dan banyak diburu.

Salah satu tanaman hias Blue Star Fern diperkirakan akan banyak dilirik di tahun 2021/Dok: Istimewa 
Salah satu tanaman hias Blue Star Fern diperkirakan akan banyak dilirik di tahun 2021/Dok: Istimewa 

Bisa dipahami orang kian tertarik pada tanaman hias. Hobi berurusan dengan tanaman atau hewan menjadi salah satu alternatif kesibukan di tengah seruan untuk lebih baik berada di rumah. Untuk membunuh rasa jenuh, orang bisa sejenak mengalihkan perhatian pada perawatan tanaman atau hewan hingga mendekorasi ruangan.

Nah, apa prediksi anda tentang tren 2021?

Kebutuhan palsu

Di balik munculnya berbagai tren itu timbul banyak pertanyaan. Apa itu tren? Bagaimana mengukurnya? Mengapa sampai menjadi tren? Apakah kita harus ambil bagian di dalamnya?

Satu dua pertanyaan di atas tentu bisa dijawab. Tren, menukil pengertian leksikal KBBI, berarti gaya mutakhir. Sesuatu yang tengah merebak dan tengah digandrungi banyak orang.

Kemunculannya pun bisa ditelisik. Soal busana, makanan, hingga aktivitas, bisa erat kaitannya dengan situasi dunia. Pandemi misalnya bisa mengubah banyak hal, termasuk mempengaruhi preferensi seseorang.

Yang mengganjal saya adalah apakah setiap orang perlu merasa terpanggil untuk ikut di dalamnya? Tentu, tidak semua tren wajib diikuti. Tidak semua gaya mutakhir itu pas untuk setiap orang. Tidak ada kewajiban untuk menjalaninya.

Tren tentu erat kaitannya dengan pengaruh. Tidak sedikit yang terjerembab karena kuatnya godaan promosi. Iklan, lalu lintas pembicaraan di sosial media, hingga godaan diskon menarik di berbagai platform.

Saya teringat Franz Magnis Suseno. Dalam bukunya "Etika Kebangsaan Etika Kemanusiaan (79 Tahun Sesudah Sumpah Pemuda)",  pengajar filsafat ini coba berbicara tentang dampak perkembangan dunia pada pola hidup masyarakat.

Pada salah satu bagian dalam buku yang terbit tahun 2008 itu, ia menggarisbawahi soal pola hidup konsumeristik yang merasuki dunia. Sebabnya, kapitalisme yang membuka pasar kian lebar, membuat kita terjungkal pada konsumerisme.

Kapitalisme, seperti dicemaskan Karl Marx (1818-1883), tidak sekadar memproduksi  aneka barang untuk mencukupi kebutuhan masyarakat. Ia juga menciptakan kesempatan yang membuat kita merasa membutuhkan sesuatu.

Memang beralasan bahwa tawaran-tawaran itu memungkinkan kita memperoleh berbagai kemudahan dan membuahkan kemajuan. Persoalan akhirnya muncul ketika rupa-rupa kebutuhan bermunculan karena pergeseran skala kepentingan.

Dalamnya terjadi manipulasi kebutuhan yang tidak kita sadari sehingga memicu timbulnya kebutuhan palsu. Stimulasi arus massa, promosi dan iklan membuat pilihan kita bergeser: apa yang sesungguhnya kurang atau tidak kita butuhkan akhirnya dirasakan sebagai kebutuhan karena derasnya arus massa dan kuatnya tawaran promotif.

Ada beberapa contoh menarik. Pertama, keinginan untuk menikmati hamburger pada saat sekarang sebagai variasi untuk kebiasaan makan sagu dan berbagai penganan lokal bukanlah sebuah kebutuhan palsu. 

Tetapi kebutuhan makan di gerai fast food menjadi palsu apabila kita sebenarnya lebih suka mengonsumsi makanan tradisional tersebut, tetapi karena merasa rendah nilai prestisenya, maka kita merasa harus makan di restoran cepat saji itu. Kita melakukan itu agar lebih terkesan trendy, bergengsi dan tak ingin disebut ketinggalan. Kita ingin terbilang dalam gerbong tren tersebut.

Kedua, terkait kebiasaan berbelanja dan memiliki handphone (HP). Pada saat sekarang orang beramai-ramai ke shopping center tidak hanya karena ia membutuhkan sesuatu tetapi hanya demi belanja itu sendiri.

Berbelanja di mall tidak lagi sekadar membeli sesuatu yang penting tetapi terkadang hanya untuk memenuhi satu kebutuhan: shopping. Kalau seseorang secara terencana membeli HP dengan alasan fungsional tentu tidak menjadi masalah. Tetapi tidak sedikit orang yang telah termanipulasi secara psikis sehingga begitu ada model HP terbaru di pasaran, mereka merasa harus membelinya sekalipun HP yang dimiliki masih memadai.

Terserah anda

Pilihan mengikuti berbagai tawaran dan tren itu ada di tangan kita. Entah itu sesuatu yang penting, atau sekadar terjebak kebutuhan palsu. Dunia yang terus bergerak cepat dan kian tak berjarak serta realitas virtual yang semakin terkesan nyata, membuat kita terkadang sukar memilah apa yang menjadi kebutuhan riil dan sekadar kebutuhan palsu. 

Kitalah yang memutuskan skala prioritas. Kita yang menjalani. Kita yang menanggung segalanya, bukan? Toh ada juga yang akan bilang, gitu aja kok repot. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun