Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Awal Tahun 2021, Boleh Belajar Tatap Muka atau Kembali Belajar dari Rumah?

3 Januari 2021   19:15 Diperbarui: 3 Januari 2021   20:27 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2021. Tahun ajaran baru menjelang. Saatnya kembali belajar. Apakah kembali belajar dari rumah? Atau sudah bisa kembali belajar tatap muka?

Demikian sederet pertanyaan yang menggelayut jelang bergulirnya tahun ajaran baru. Para orang tua tentu bertanya-tanya sambil mempersiapkan diri. Tidak dapat dimungkiri, entah belajar dari rumah, atau belajar tatap muka tetap butuh persiapan. Masing-masing dengan tantangan tersendiri.

Dalam situasi penuh ketidakpastian ini, sikap terbaik adalah tetap berjaga-jaga untuk segala kemungkinan yang bakal terjadi. Pada pertengahan November tahun lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadim Makarim (Kompas.com, 20/11/2020) mengisyaratkan diperbolehkannya pembelajaran tatap muka di tahun ajaran baru.

Penyampaian itu merupakan hasil dari Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. Hanya saja, penyelenggaraan pembelajaran tatap muka tetap harus mengikuti panduan tersendiri. Saat ini kita masih berjuang menghadapi pandemi Covid-19. Untuk itu belajar tatap muka wajib memenuhi sejumlah syarat.

Pertama, mengantongi izin dari pemda/kanwil/kantor Kemenag, kepala sekolah, dan perwakilan orang tua melalui komite sekolah. Sekolah yang ingin menyelenggarakan belajar tatap muka harus mendapatkan restu dari ketiga pihak tersebut.

Kedua, sekolah harus memenuhi sejumlah daftar periksa, mulai dari ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan pakai sabun, disinfektan); mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan; kesiapan menerapkan wajib masker; memiliki thermogun; memiliki pemetaan warga satuan pendidikan yang memiliki komorbid tidak terkontrol, tidak punya akses terhadap transportasi yang aman, memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko Covid-19 yang tinggi atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19; serta mendapat persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali.

Ketiga, menerapkan protokol baru dengan ketat. Protokol itu bukan seperti masuk sekolah normal. Mengingat pembelajaran tatap muka ini digelar dalam situasi pandemi.

Keempat, butuh dukungan dan kerja sama semua pemangku kepentingan. Pemerintah dalam berbagai level, satgas, sekolah, hingga orang tua dan peserta didik harus bekerja sama untuk menjalankan berbagai protokol yang ada secara ketat.

Ringkasan berbagai syarat untuk menggelar belajar tatap muka/ilustrasi dokpri
Ringkasan berbagai syarat untuk menggelar belajar tatap muka/ilustrasi dokpri

Deretan "checklist" syarat di atas jelas tidak mudah dilaksanakan. Apakah sekolah-sekolah sudah mempersiapkannya dengan baik?

Tentu belajar tatap muka merupakan salah satu alternatif. Tidak ada kewajiban untuk harus melaksanakan model tersebut. Hal ini bisa dipahami mengingat jumlah penderita terus bertambah. Per hari ini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 765.350 penderita, dengan 22.734 meninggal dunia. Hari ini jumlah kasus baru menginjak angka 6.877 (Kompas.com, 3/1/2020).

Muncul juga ketakutan akan varian baru virus corona yang muncul pertama kali di Inggris beberapa waktu lalu. Varian baru dengan kode B117 ini dapat menular 71 persen lebih cepat (Kompas.com, 2/1/2021). Kini sudah menyebar ke berbagai negara, tidak terkecuali Asia Tenggara. Sejumlah kasus sudah muncul di Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Pemerintah membuka kemungkinan model pembelajaran tatap muka tanpa pemaksaan. Lampu hijau untuk belajar di sekolah karena tidak semua sekolah dan orang tua sanggup menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara baik. Kendala teknis seperti masalah infrastruktur komunikasi menjadi salah satu sebab.

Hanya saja dalam situasi seperti ini, belajar di sekolah tidak tanpa syarat. Belajar di sekolah bukan belajar dalam situasi normal. Hemat saya, syarat-syarat penyelenggaraan belajar tatap muka yang ditetapkan pemerintah cukup sulit dan rumit.

Situasi di setiap daerah tentu berbeda-beda. Tidak semua sekolah sanggup menerapkan syarat-syarat di atas secara paripurna. Belum lagi, tidak semua orang tua rela untuk mengizinkan anak-anaknya berangkat ke sekolah. Tentu kesehatan dan keselamatan peserta didik dan tenaga pengajar paling utama.

Belajar dari rumah

Mengingat peliknya syarat belajar tatap muka, maka hampir pasti, tahun ajaran baru 2021 akan kembali menghadapkan orang tua, guru, dan siswa dengan model pembelajaran dalam beberapa bulan terakhir. Kalaupun dipaksakan proses belajar tatap muka akan dihantui rasa cemas dan takut.

Beberapa daerah bahkan sudah tegas membatalkan rencana belajar tatap muka. DKI Jakarta, Kota Depok, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Tengerang Selatan adalah beberapa dari antaranya.

Daerah yang disebutkan terakhir itu adalah tempat di mana saya berada. Pembatalan ini berarti kami masih memainkan peran penting bagi pembelajaran anak. Belajar dari rumah membuat tanggung jawab kami sebagai orang tua semakin besar.

Bagaimana suka dan duka menjadi orang tua cum "guru" bagi anak? Patut diakui, orang tua-tanpa latar belakang pendidikan atau pengalaman keguruan-bukanlah tenaga pendidik terlatih seperti para guru di sekolah umumnya.

Butuh perjuangan untuk bisa menerapkan pola pendampingan yang tepat kepada anak. Butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi anak dengan segala kecendrungan dan dinamika yang sulit ditebak. Butuh waktu lebih untuk mencerna materi pembelajaran yang diberikan para guru untuk dikerjakan anak. Pada akhirnya tidak sedikit anak yang mengalami tekanan tambahan dan orang tua yang sampai habis kesabaran, bukan?

Di balik sederet "duka" tersebut, mendampingi anak belajar di rumah ternyata mendatangkan banyak "suka."

Pertama, saya merasakan bahwa periode anak belajar dari rumah membuat orang tua memiliki waktu lebih banyak untuk mendekatkan diri dengan anak. Perhatian dan kedekatan emosional semakin terjalin. Bonding orang tua dan anak kian terbentuk.

Saat orang tua sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan sebagian besar waktu dihabiskan untuk urusan di luar rumah, momen belajar di rumah bisa menggantikan kembali saat-saat tersebut. Saat interaksi lebih banyak terjalin melalui telepon pintar, momen ini menjadi kesempatan untuk mengedepankan relasi dari muka ke muka, dari hati ke hati.

Kedua, orang tua akan memperhatikan perkembangan anak secara menyeluruh. Saat belajar di sekolah terkadang perkembangan akademik anak luput dari perhatian orang tua. Saat belajar di rumah orang tua akan mengikuti dengan jelas perkembangan pendidikan sang anak. Orang tua bisa ikut terlibat memecahkan masalah yang dihadapi anak yang kadang tidak sempat diungkapkan selepas mereka pulang dari sekolah.

Ketiga, perhatian yang diberikan orang tua membuat anak semakin percaya diri. Anak semakin merasa diperhatikan. Tentu ini menjadi stimulus positif untuk perkembangan anak.

Suka dan duka orang tua mendampingi anak semasa belajar di rumah/ilustrasi dokpri
Suka dan duka orang tua mendampingi anak semasa belajar di rumah/ilustrasi dokpri

Nah, para orang tua, apakah anda sudah siap untuk kembali menjadi guru bagi anak-anak di rumah? Agar suasana belajar daring semakin menyenangkan beberapa tips berikut bisa menjadi masukan.

Pertama, mulai melibatkan anak untuk menyiapkan ruangan yang nyaman untuk belajar. Agar proses belajar berjalan dengan baik, menyiapkan ruangan yang nyaman akan membangkitkan antusiasme belajar. Anak merasa dilibatkan sehingga kian memotivasi mereka. Awal yang baik ini akan menjadi modal penting untuk proses belajar daring selanjutnya.

Kedua, selain mulai menyiapkan ruangan belajar yang "cozy" secara bersama, tidak ada salahnya untuk membicarakan jadwal belajar sejak dini. Mulai membiasakan anak untuk berpendapat dan mengemukakan gagasan termasuk untuk urusan terkait jadwal pelajar. Untuk memastikan jadwal yang telah disepakati itu bisa membuat tanda pada kalender, agenda atau papan tulis (white board).

Pembelajaran jarak jauh juga mengandaikan ketersediaan perangkat belajar seperti handphone, laptop atau personal computer. Tidak sedikit keluarga yang memiliki beberapa orang anak. Pengaturan dan pembagian penggunaan masing-masing perangkat juga penting agar tidak terjadi konflik saat waktu belajar tiba.

Berbagai persiapan bisa dilakukan sebelum tahun ajaran baru dimulai/ilustrasi dokpri
Berbagai persiapan bisa dilakukan sebelum tahun ajaran baru dimulai/ilustrasi dokpri

Ketiga, membicarakan secara terbuka soal penggunaan fasilitas lain yang bisa mengganggu proses belajar. Kehadiran televisi atau alat elektronik lainnya kerap membuat kosentrasi anak terganggu. Orang tua dan anak perlu membicarakan kapan sang anak diperbolehkan mendapatkan hiburan.

Oh ya, televisi tidak semata-mata sarana hiburan. Ia bisa dimanfaatkan juga untuk mendapatkan tayangan penting tentang berbagai materi belajar yang relevan.

Keempat, berkaca dari pengalaman tahun ajaran sebelumnya, orang tua tentu mulai memikirkan solusi untuk kendala yang dihadapi sebelumnya. Kesulitan mentransfer pelajaran misalnya. Atau hambatan anak memahami pelajaran-pelajaran tertentu. Konsultasi dengan guru atau mendapatkan solusi dari berbagai referensi kepustakaan bisa ditempuh, sejak sekarang.

Sebagai bagian dari pendampingan dalam proses belajar, orang tua juga bisa memikirkan bentuk apresiasi yang patut diberikan kepada anak. Laiknya para guru di sekolah, anak-anak, terutama berusia TK atau Sekolah Dasar sangat membutuhkan apresiasi untuk memotivasi dan menyemangati mereka.

Terkadang ucapan "bagus", "hebat", "luar biasa" tidak cukup. Anak perlu mendapatkan pujian yang lebih detail. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa orang tua memperhatikan anak secara saksama.

Selain sanjungan verbal, mengapresiasi setiap hasil kerja mereka dengan mengabadikan dalam gambar atau rekaman video bisa menambah kepercayaan diri anak. Selain itu setiap hasil kerja anak berupa gambar, tulisan, atau kreasi lainnya bisa dipajang atau ditempatkan di tempat tersendiri yang membuat anak merasa hasil kerja mereka dihargai.

Para orang tua, apakah anda sudah melakukan persiapan untuk menyambut tahun ajaran baru? Apakah anda punya tips dan trik tersendiri untuk membuat belajar dari rumah kian menyenangkan? Yuk berbagi agar belajar dari rumah tetap asyik!

Saya jadi ingat ungkapan penyair William Butler Yeats. Pendidikan tak melulu soal mengisi ember tetapi juga menyalakan api. Mari kita nyalakan api harapan bagi anak kita untuk tetap menjadi cerdas dan berkembang di tengah bayang-bayang kegelapan masa pandemi.

"Pendidikan itu bukan sedang mengisi ember tapi menyalakan api." (William Butler Yeats (1865-1939)/ilustrasi canva

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun