Saatnya Hafiz/Gloria, Praveen/Melati, Alfian/Gischa dan Ronald/Annisa unjuk gigi. Mereka harus membuktikan bahwa mereka layak bertahan dan diandalkan. Merekalah yang utama saat ini.Â
Merekalah pemain senior atau yang diseniorkan. Harapan pun disematkan kepada mereka. Prestasi. Ya prestasi. Setidaknya bisa berbicara banyak di turnamen-turnamen mendatang.
Inspirasi Watanabe/Higashino
Selain terus mengingat kejayaan dan kebesaran Owi/Butet, sikap yang paling realistis saat ini adalah belajar dari sepak terjang pasangan negara lain yang tengah naik daun. Salah satunya adalah Yuta Watanabe dan Arisa Higashino.
Pasangan Jepang ini sukses menggemparkan dunia dengan sederet prestasi. Yuta, 21 tahun, dan Arisa, 22 tahun, adalah pasangan yang semula kurang diperhitungkan. Namun dalam dua, bahkan satu tahun terakhir, mereka sukses unjuk gigi.
Mereka berhasil menjuarai Hong Kong Open, Malaysia Masters, dan sebelum itu All England. Mereka bahkan bisa menembus semi final dalam enam turnamen terakhir. Atas pencapaian itu mereka kini duduk di peringkat tiga dunia, di belakang duo China, Wang Yilyu/Huang Dongping dan Zheng Siwei/Huang Yaqiong.
Pasangan ini cukup istimewa. Meski berpostur kurang mencolok, skill dan keuletan mereka patut diacungi jempol.Â
Yuta misalnya. Berpostur 1,67 m, unggul beberapa inci saja dari Arisa, Yuta mampu bersaing dengan pemain lawan yang memiliki postur lebih tinggi. Tidak hanya gerak yang lincah dan pukulan yang akurat, ia juga mampu melepaskan smes mematikan.
Yuta menjadi satu dari sedikit pemain yang bisa bermain di lebih dari satu nomor. Ia juga menemani seniornya Hiroyuki Endo di sektor ganda putra. Performa mereka pun tak kalah ciamik. Kini mereka berada di urutan lima dunia.
Anggapan ini pun diamini secara langsung maupun tidak langsung oleh para pemain top dunia. Sebagai contoh Tontowi Ahmad. Dalam pesan tersirat kepada para penerus, Owi mengatakan latihan keras adalah kunci.Â