Ketiga, menghindari untuk memberi gadget saat makan. Alih-alih memacu mereka, peralatan elektronik itu berpotensi membuat anak "terdistraksi." Fokus anak tidak lagi pada makanan tetapi pada permainan. "Gadget dianggap lebih menyenangkan sehingga menanggap makanan sebagai gangguan," tandas dr.Conny.
Keempat, Ajeng Raviando menekankan tentang kreativitas orang tua. Mula-mula dalam memperhatikan pola makan dengan aktif mencari informasi dan mengkreasi menu. Makanan yang diberikan kepada anak sejauh dapat dibuat sevariatif mungkin.
Selain itu memberikan contoh kebiasaan pola makan yang baik dengan menyediakan waktu makan bersama yang berkualitas dengan anak.
"Di usia balita dimana anak menyerap apapun dengan cepat, orang tua juga perlu menyampaikan kalimat dengan positif agar tertanam afirmasi yang baik di benak mereka tentang makanan," beber Ajeng.
"Di rumah, saya dan suami menerapkan untuk selalu memberi contoh yang bisa diteladani anak. Misalnya, kalau ingin anak makan sayur, maka saya juga harus makan sayur," Kaditha Ayu memberi contoh.
Kelima, menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik antara suami dan istri. Tanggung jawab pengasuhan bukan terletak pada satu pihak saja. Suami dan istri perlu menjalin komunikasi terkait pola asuh.
"Tidak salah berantem di depan anak biar mereka tahu dan belajar, tetapi jangan terlalu sering," lanjut Ajeng.
Soal gizi tidak hanya urusan keluarga dan pemerintah semata. Pihak-pihak lain pun diharapkan untuk berkontribusi. Salah satunya seperti ditunjukkan Danone.Â
Sebagaimana dikatakan Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, pihaknya selalu berkomitmen mendukung perbaikan gizi masyarakat Indonesia. Tidak hanya dengan mebyediakan produk nutrisi dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau, juga memberikan edukasi terkait gizi secara berkesinambungan.