Bila situasi ini tidak segera diatasi maka risikonya akan mengular panjang. Tidak hanya mengancam tumbuh kembang balita, tetapi juga eksistensi bangsa. Kita terancam kehilangan generasi penerus.Â
Di tangan anak-anak itu kita menyerahkan nasib bangsa ini. Bila tumbuh-kembang mereka tidak ditopang oleh gizi yang seimbang dan memadai maka sulit bagi mereka untuk bisa mengaktualisasikan diri secara baik di kemudian hari.
Hasil belajar akan menentukan masa depan mereka. Bila hasil belajar tidak maksimal, tingkat kreativitas dan produktivitas mereka akan rendah. Konsekuensinya, mereka hanya akan menjadi pekerja kasar di kemudian hari.
Bila demikian maka sulit bagi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Bila kehidupannya tak layak maka bukan tidak mungkin mereka akan melahirkan generasi serupa. Rantai persoalan ini pun akan terwarisi. Entah sampai kapan.
Persoalan gizi di Indonesia itu kompleks. Sebabnya pun beragam. Kemiskinan misalnya. Keterbatasan akses terhadap pangan yang cukup berdampak pada ketidakcukupan pemenuhan gizi. Namun kemiskinan itu hanya satu sebab.
Kekurangan gizi juga disebabkan oleh faktor lain. Mutu pelayanan kesehatan dasar yang rendah misalnya. Imunisaasi yang tak terpenuhi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku hidup tak sehat adalah sejumlah turunannya.
Di samping itu, kualitas pola asuh anak, konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi seimbang, hingga faktor-faktor yang lebih luas seperit situasi ekonomi, politik, perubahan iklim dan sebagainya.
Hal terakhir ini menjadi salah satu poin penting yang mengemuka dalam Bincang Gizi yang diselenggarakan oleh Danone dan Nutricia, Selasa (29/01/2019) hari ini. Acara yang mengambil tempat di salah satu kafe di bilangan Jakarta Selatan diselenggarakan untuk memaknai Hari Gizi Nasional tahun ini.