Disadari atau tidak, saban 25 Januari kita memperingati Hari Gizi Nasional. Tak terkecuali tahun ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen peringatan tersebut selalu dirayakan dengan berbagai cara.Â
Mungkin saja ada yang tidak merayakan, tetapi memaknai perayaan itu dalam hidup sehari-hari. Bisa jadi ada yang tidak tahu, tidak merayakan, dan belum sepenuhnya mengaplikasikan pesan dari perayaan tersebut.
Bila kita sejenak membuka lembaran sejarah, Hari Gizi Nasional sudah menghiasi kalender perayaan sejak pertengahan 1960-an silam. Tahun ini memasuki tahun ke-59.Â
Dikutip dari www.kemkes.go.id, yang menginisisi peringatan ini adalah Lembaga Makanan Rakyat (LMR) untuk memperingati dimulainya pengkaderan Tenaga Gizi Indonesia dengan berdirinya Sekolah Juru Penerang Makanan oleh LMR pada 25 Januari 1951.
Kehadiran sekolah tersebut membuka pintu bagi kehadiran tenaga gizi yang semakin bertumbuh dalam jumlah seiring kehadiran banyak lembaga pendidikan terkait. Namun tidak hanya itu sasarannya.Â
Sebagaimana diikhtiarkan oleh Prof.Poorwo Soedarmo, kehadiran lembaga pendidikan itu tidak lain untuk mendukung tumbuh kembang manusia Indonesia. Sosok yang dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia itu merupakan kepala Lembaga Makanan Raykat yang merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan yang dikenal sebagai Lembaga Eijckman.
Setelah diperingati bertahun-tahun lamanya, bagaimana status gizi masyarakat Indonesia saat ini? Apakah tak ada lagi masalah gizi yang dialami penduduk kita?
Mari kita lihat data yang tersaji saat ini. Salah satu masalah gizi yang masih dihadapi Indonesia adalah anak dengan berat badan kurang. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami berat badan kurang.
Situasi ini bila tidak segera diintervensi akan berdampak lanjut. Apalagi bila itu mendera anak dalam usia tumbuh kembang. Â Anak dengan berat badan tidak ideal terancam menderita gizi kurang (wasting), bahkan stunting atau tubuh kerdil.
Masih mengacu pada data Riskesdas 2018, presentase balita di Indonesia dengan berat badan kurang (underweight) dan berat badan sangat kurang (severe underweight) cukup tinggi yakni mencapai 17,7 persen.
Data-data di atas mengantar kita pada satu kesimpulan. Angka anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi. Bahkan melebihi ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 10 persen.