Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tenun Ikat Amarasi, Antara Kenyataan dan Harapan

31 Desember 2018   23:52 Diperbarui: 1 Januari 2019   00:54 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selain tenun ikat juga dibuat cendera mata seperti kipas dan pernak-pernik lainnya/Willy

Dalam berpakaian, terutama pesta-pesta adat atau upacara-upacara penting lainnya, masyarakat setempat belum bisa dipisahkan dari budaya. Kain adat adalah atribut wajib yang membalut tubuh kaum pria dan wanita. Sementara kain-kain adat itu dihasilkan oleh masyarakat setempat.

Aktivitas menenun masih menggunakan cara manual/Willy
Aktivitas menenun masih menggunakan cara manual/Willy
Namun tidak mudah mendapatkan generasi muda saat ini menjadi pengrajin tenun ikat. Willy mengaku mayoritas penenun adalah kaum lanjut usia, berusia 50 tahun. "Bisa dibayangkan kalau misalnya generasi tersebut meninggal, siapa yang akan menjadi penerus?" ungkapnya.

Situasi ini memantik Willy untuk berjuang bersama KBA. Tidak mudah baginya untuk melecut orang muda Sonraen untuk menaruh perhatian pada kearifan lokal tersebut. "Banyak dari antara mereka menganggap menenun itu aktivitas jaman dulu (jadul). Sesuatu yang tidak lagi menarik dan ketinggalan jaman."

Ia pun coba masuk melalui para orang tua. Alih-alih gayung bersambut, Willy mula-mula ditertawai. Orang tua menganggap aneh seorang lelaki ikut campur dalam urusan tenun-menenun. Memang  adat setempat telah mengkotak-kotakan peran pria dan wanita antara urusan berladang dan beternak di satu sisi dan urusan domestik, termasuk menentun di kutub berbeda. Menenun adalah aktivitas khusus kaum wanita. Bukan pria.

"Seorang lelaki yang menenun itu pamali dalam adat kami."

Sekalipun pantang bagi seorang lelaki menenun, bagi Willy tidak ada salahnya bila ia ikut dalam proses penyadaran. Tujuannya, bukan untuk merusak tatanan yang ada tetapi menarik atensi kaum muda untuk ikut mewarisi kearifan lokal tersebut.

"Tenun ini adalah identitas kita. Kalau misalnya anak dan cucu kita di kemudian hari bertanya apa yang menarik dari Amarasi, tentu kita akan beritahu salah satunya adalah tenun Amarasi," ungkapnya menirukan selentingannya kepada orang tua saat itu.

Tenun ikat bagi masyarakat setempat tidak hanya sebagai kebutuhan dasar. Ia juga bernilai ekonomis, sosial, dan budaya. Selain sebagai pakaian sehari-hari, hingga kini tenun Amarasi dipakai sebagai salah satu belis atau mas kawin, kain penutup jenasah, hingga pemberi identitas status sosial dari pemakainya.

Bila kita memperhatikan secara lebih teliti, corak dan motif tenun ikat Amarasi sungguh menarik. Tak heran bila ia menjadi salah satu cindera mata khas dari NTT. Dengan proses pembuatan yang masih mengandalkan tenaga manusia, dalam istilah teknis disebut Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), pengerjaannya pun tidak mudah. Butuh waktu yang tidak singkat pula.

Pendampingan dari orang tua kepada remaja/Willy
Pendampingan dari orang tua kepada remaja/Willy
Dengan menggunakan bahan-bahan alami, terutama pewarna alami seperti kacang arbila untuk menghasilkan warna hijau, membuat kualitas tenun ikat Amarasi cukup baik. Warnanya bisa bertahan lebih lama, ketimbang menggunakan pewarna sintetis.

Patut diakui tenun ikat Amarasi memiliki corak dan motif beragam. Nurul Amalya Utami dan Yulistiana dalam jurnalmahasiswa.unesa.ac.id  bahkan mengidentifikasi ada 64 ragam hias dengan makna berbeda. Meski begitu, corak dan ragam hias itu memiliki makna dan latar belakang yang tak lepas dari kerajaan, kebudayaan dan lingkungan Amarasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun