Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tenun Ikat Amarasi, Antara Kenyataan dan Harapan

31 Desember 2018   23:52 Diperbarui: 1 Januari 2019   00:54 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas menenun di KBA Sonraen/Willy

Sebelum hingga awal kemerdekaan Indonesia, berbentuk kerajaan, kemudian berkembang menjadi swapraja hingga 1962 dan kini menjadi bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Amarasi kini terbagi atas empat kecamatan yakni Amarasi Barat, Amarasi, Amarasi Timur, dan Amarasi Selatan.

Satu dari sejumlah kelurahan dari kecamatan yang disebutkan terakhir itu adalah Sonraen. Untuk menjangkau wilayah ini, butuh waktu kurang lebih dua jam perjalanan darat dari Kupang, ibu kota provinsi NTT.

Patut diakui kontur jalan tidak semulus di wilayah perkotaan. Namun panorama pepohonan dan perbukitan yang saling berpelukan sepanjang jalan menjadi pelipur lara perjalanan hingga menggapai papan selamat datang bertuliskan "Sonraen, Amarasi Selatan."

Di tempat itu, Willmessden Nepa Bureni, menjalani hari-hari hidupnya. Sarjana biologi lulusan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang  ini tidak memilih hijrah untuk mencari kehidupan yang lebih baik di Kupang atau ke luar pulau, layaknya kaum muda setempat umumnya. Pemuda 26 tahun ini memilih bertahan sambil berjuang membangun kampung halamannya.

"Ini berkat untuk kampung saya. Kalau misalnya saya tidak bisa berbuat sesuatu untuk kampung ini, saya bisa melakukannya melalui Astra," ungkap Willy, demikian pemuda itu disapa.

Sejak beberapa tahun terakhir Willy giat menjadi perpanjangan tangan PT Astra International Tbk untuk membangun Sonraen. Ia bukan karyawan. Ia hanya relawan yang ikut membantu pelaksanaan program Kampung Berseri Astra (KBA). Sejak 2015, Astra, melalui Yayasan Pendidikan Astra bernama Michael D.Ruslim (YPA-MDR), membina daerah tersebut. Kini Sonraen menjadi satu dari 77 KBA yang tersebar di 34 provinsi di tanah air.

Willy bercerita awal perkenalannya dengan KBA terjadi saat Festival Kampung Berseri Astra pada Oktober 2017. "Saat itu mereka mencari Master of Ceremony. Kalau kita (baca: saya) untuk kelas kampung biasa lakukan itu. Karena ini terkait kampung saya, saya mau. Nanti orang bilang kita tidak memiliki talent  di sini."

Willy (paling kiri) bersama kaum wanita Sonraen/Willy
Willy (paling kiri) bersama kaum wanita Sonraen/Willy
Sejak itu ia mulai berkenalan dengan sejumlah karyawan Astra. Dari sering bertanya dan meminta bantuan, akhirnya Willy diangkat sebagai local champion, istilah untuk menyebut mitra dalam pelaksanaan dan pengembangan KBA.

Sebagai informasi, KBA merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Astra. KBA ini menyasar masyarakat dengan konsep pengembangan yang memadukan empat pilar program yakni pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan.

Pendidikan menjadi pilar pertama yang ditegakkan di Sonraen. Bertepatan dengan Festival Kampung Berseri Astra diserahkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan dengan total Rp 18 miliar. Pelatihan guru dan kepala sekolah, renovasi atau pembangunan gedung sekolah, mebel sekolah, alat peragam, buku pelajaran dan perpustakaan, mesin praktik untuk siswa/I SMK, perlengkapan sekolah, perpustakaan, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan fasilitas penunjang pembinaan seni dan budaya dicukupkan dengan anggaran tersebut.

Kemudian berlanjut dengan pembinaan dan pelatihan guru sekolah, penyuluhan pertanian dan kesehatan, pemberian bantuan alat posyiandu, penyediaan air bersih, serta perluasan program kewirausahaan melalui bantuan alat tenun dan ternak. Kepada masyarakat "dihadirkan" dua mata air dengan menggunakan sumur bor untuk keperluan air minum dan pengairan lahan pertanian.

Willy bersaksi masyarakat kini sudah bisa merasakan manfaatnya. Hak-hak pendidikan generasi muda Sonraen misalnya, bisa dicukupkan. Dalam bidang kesehatan, sebanyak 25 bayi yang teridentifikasi gizi buruk mendapat asupan makanan tambahan secara rutin.


"Pada tanggal 25 Desember 2018 lalu, bayi-bayi tersebut baru mendapat makanan tambahan. Pemberian kepada mereka dilakukan secara tepat sasaran karena melibatkan petugas posyiandu dan puskesmas."

Aktivitas penyuluhan di posyiandu/Willy
Aktivitas penyuluhan di posyiandu/Willy
Sebanyak dua kelompok tani yang mempunyai semangat dan niat telah memiliki lahan pertanian yang baik. Memang tidak mudah mengembangkan pertanian di daerah Sonraen khususnya dan Pulau Timor umumnya. Iklim tropis dan kering dengan musim hujan sangat pendek antara 3-4 bulan, berbanding musim kemaru selama 8 hingga sembilan bulan. Musim hujan yang sangat pendek hanya terjadi pada bulan Desember hingga Maret.

Kondisi iklim ini sedikit banyak mempengaruhi pola bercocok tanam dan bertani masyarakat setempat. Kabupaten Kupang misalnya, hanya memiliki 18.787 Ha atau 3,46 persen dari luas wilayah yang menjadi tanah sawah kering. Selebihnya 96,54 persen atau sekitar 523.610 Ha merupakan tanah kering dalam pekarangan atau tegalan.

"Kehadiran dua sumur bor terasa manfaatnya. Lahan-lahan tidur sudah bisa difungsikan menjadi lahan pertanian. Hasil panen pun luar biasa. Ada yang bisa dipasarkan, ada juga yang dikonsumsi. Kebutuhan finansial para petani pun mulai terpenuhi," aku Willy.

Dampak kehadiran dua sumur bor bagi pertanian masyarakat setempat/Willy
Dampak kehadiran dua sumur bor bagi pertanian masyarakat setempat/Willy
Tenun Ikat Amarasi

Mungkin tidak akan ada cerita seperti hari ini bila masyarakat setempat tetap bersikukuh dengan anggapan dalam pikiran mereka. Pertama kali Astra menjajaki rencana mendirikan KBA Sonraen, mereka dihadapkan dengan tantangan yang tidak ringan. Tidak mudah bagi masyarakat setempat untuk menerima gagasan baik tersebut.

"Dalam pikiran kami Astra datang mau menawarkan kredit semacam FIF," ungkap Willy mengacu pada nama grup perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan konsumen, terutama pembiayaan motor dan produk-produk elektronik.

Begitu juga dalam pelaksanaan saat ini. Masih ada tantangan yang mengganjal. Salah satunya dalam menerapkan kewirausahaan dengan fokus pada tenun ikat Amarasi. Mengapa perhatian tertuju pada sektor ini?

Sebagai bekas wilayah kerajaan, masyarakat setempat masih menganut budaya dan adat istiadat yang kental. Tata cara adat, seni budaya, situs-situs budaya juga termasuk kebiasaan hidup masih dituruntemurunkan.

Dalam berpakaian, terutama pesta-pesta adat atau upacara-upacara penting lainnya, masyarakat setempat belum bisa dipisahkan dari budaya. Kain adat adalah atribut wajib yang membalut tubuh kaum pria dan wanita. Sementara kain-kain adat itu dihasilkan oleh masyarakat setempat.

Aktivitas menenun masih menggunakan cara manual/Willy
Aktivitas menenun masih menggunakan cara manual/Willy
Namun tidak mudah mendapatkan generasi muda saat ini menjadi pengrajin tenun ikat. Willy mengaku mayoritas penenun adalah kaum lanjut usia, berusia 50 tahun. "Bisa dibayangkan kalau misalnya generasi tersebut meninggal, siapa yang akan menjadi penerus?" ungkapnya.

Situasi ini memantik Willy untuk berjuang bersama KBA. Tidak mudah baginya untuk melecut orang muda Sonraen untuk menaruh perhatian pada kearifan lokal tersebut. "Banyak dari antara mereka menganggap menenun itu aktivitas jaman dulu (jadul). Sesuatu yang tidak lagi menarik dan ketinggalan jaman."

Ia pun coba masuk melalui para orang tua. Alih-alih gayung bersambut, Willy mula-mula ditertawai. Orang tua menganggap aneh seorang lelaki ikut campur dalam urusan tenun-menenun. Memang  adat setempat telah mengkotak-kotakan peran pria dan wanita antara urusan berladang dan beternak di satu sisi dan urusan domestik, termasuk menentun di kutub berbeda. Menenun adalah aktivitas khusus kaum wanita. Bukan pria.

"Seorang lelaki yang menenun itu pamali dalam adat kami."

Sekalipun pantang bagi seorang lelaki menenun, bagi Willy tidak ada salahnya bila ia ikut dalam proses penyadaran. Tujuannya, bukan untuk merusak tatanan yang ada tetapi menarik atensi kaum muda untuk ikut mewarisi kearifan lokal tersebut.

"Tenun ini adalah identitas kita. Kalau misalnya anak dan cucu kita di kemudian hari bertanya apa yang menarik dari Amarasi, tentu kita akan beritahu salah satunya adalah tenun Amarasi," ungkapnya menirukan selentingannya kepada orang tua saat itu.

Tenun ikat bagi masyarakat setempat tidak hanya sebagai kebutuhan dasar. Ia juga bernilai ekonomis, sosial, dan budaya. Selain sebagai pakaian sehari-hari, hingga kini tenun Amarasi dipakai sebagai salah satu belis atau mas kawin, kain penutup jenasah, hingga pemberi identitas status sosial dari pemakainya.

Bila kita memperhatikan secara lebih teliti, corak dan motif tenun ikat Amarasi sungguh menarik. Tak heran bila ia menjadi salah satu cindera mata khas dari NTT. Dengan proses pembuatan yang masih mengandalkan tenaga manusia, dalam istilah teknis disebut Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), pengerjaannya pun tidak mudah. Butuh waktu yang tidak singkat pula.

Pendampingan dari orang tua kepada remaja/Willy
Pendampingan dari orang tua kepada remaja/Willy
Dengan menggunakan bahan-bahan alami, terutama pewarna alami seperti kacang arbila untuk menghasilkan warna hijau, membuat kualitas tenun ikat Amarasi cukup baik. Warnanya bisa bertahan lebih lama, ketimbang menggunakan pewarna sintetis.

Patut diakui tenun ikat Amarasi memiliki corak dan motif beragam. Nurul Amalya Utami dan Yulistiana dalam jurnalmahasiswa.unesa.ac.id  bahkan mengidentifikasi ada 64 ragam hias dengan makna berbeda. Meski begitu, corak dan ragam hias itu memiliki makna dan latar belakang yang tak lepas dari kerajaan, kebudayaan dan lingkungan Amarasi.

Coba kita tengok beberapa contoh. Dalam ragam hias geometris ada motif Kaimanfafa, artinya bergandeng tangan. Motif ini sebelumnya hanya dipakai oleh raja Amarasi. Namun dalam perjalanan waktu siapa saja boleh mengenakannya.

Selain itu ada motif Noe Riu yang dipakai oleh masyarakat biasa. Motif ini bercerita tentang keperkasaan masyarakat Amarasi saat penjajahan yang sanggup mengalahkan musuh. Mayat para musuh dibuang ke sungai berkelok. Motif ini berarti sungai berkelok.

Selain tenun ikat juga dibuat cendera mata seperti kipas dan pernak-pernik lainnya/Willy
Selain tenun ikat juga dibuat cendera mata seperti kipas dan pernak-pernik lainnya/Willy
Dalam ragam bias fauna dikenal motif korkase. Motif ini muncul belakangan setelah zaman penjakahan. Motif ini menampilkan burung garuda yang menggambarkan lambang negara Indonesia. Selain itu ada motif yang cukup terkenal yakni motif Kaun Tub Hitu yang bergambar kepala ular. Motif ini berangkat dari legenda setempat tentang seekor ular besar bertumpuk tujuh yang pernah menghuni daerah di sekitar kerajaan Amarasi.

Selain itu ada motif burung hantu atau Bauneki. Pada zaman dulu, diceritakan, hutan-hutan di sekitar kerajaan Amarasi menjadi tempat diam burung hantu.

Meretas promosi

"Kalau misalnya yang sudah tua ini Tuhan 'ambil', saat saya mau menikah saya mau pesan kain di siapa," kelakar Willy sambil tertawa kepada para orang tua.

Ternyata advokasi yang dilakukan itu membuahkan hasil. Meski belum signifikan sejumlah remaja mulai bergabung dalam KBA. Astra memberikan fasiltias berupa alat-alat tenun yang lebih modern sehingga hasil tenunan pun lebih baik.

Tidak hanya itu kepada mereka diberikan benang dan alat pewarna gratis. Kini KBA Sonraen memiliki lima alat tenun lengkap mulai dari alat pemintal dan berbagai kebutuhan untuk menenun. Untuk melengkapi kebutuhan, secara swadaya mereka mendatangkan bahan dasar seperti seperti benang dan pewarna buatan.

Sudah ada dua kelompok yang terbentuk yang digerakan oleh beberapa orang tua. Di kelompok pertama terdiri dari delapan orang remaja. Sementara di kelompok kedua ada dua orang remaja. Meski terbilang sedikit, jumlah tersebut cukup signifikan.

Sudah ada 2 kelompok penenun di KBA Sonraen/Willy
Sudah ada 2 kelompok penenun di KBA Sonraen/Willy
"Jumlah tersebut adalah satu per empat dari total remaja di kampung ini."

Meski ruang partisipasi masih terbatas di tiga RW, Willy tidak ngoyo. Ia tidak mau cepat berekpansi sebelum melihat hasilnya.

"Saya tidak mau paksa, biar kita bina yang sedikit dulu sampai kelihatan hasilnya. Dengan demikian akan dengan sendirinya menjadi virus bagi teman-teman lain."

Selain bergerak dalam wadah KBA, Willy juga menjalin kerja sama dengan penenun lainnya. Mereka itu beroperasi di rumah masing-masing. Melalui komunikasi yang baik, tercapai kata sepakat. Mereka bersedia untuk disatukan namun berkegiatan secara terpisah.

"Dengan berkegiatan secara terpisah, mereka akan ikut membantu membina remaja-remaja di sekitar rumah mereka."

Willy mengatakan ada satu remaja berusia 12 tahun dengan talenta menenun luar biasa. Ia merupakan gadis putus sekolah karena alasan ekonomi keluarga yang tak mampu membiayai uang sekolah. Tak lama setelah dikenalkan dengan proses menenun, ia berkembang pesat.

"Ia sangat telaten seperti penenun dengan jam terbang tinggi. Ia sudah bisa menerima pesanan untuk acara pernikahan dan sebagainya," ungkap Willy sambil menambahkan proses menenun yang bisa ia lakukan secara cepat. Biasanya untuk menghasilkan satu lembar kain berukuran besar, dengan panjang 2,5 meter dan lebar 1,5 meter, dibutuhkan waktu 3-4 bulan. Namun remaja ini bisa menyelesaikannya hanya dalam waktu satu minggu.

"Tetapi hasilnya rapih sekali."

Willy berharap seiring berjalannya waktu salah satu persoalan penting bisa segera diretas yakni pemasaran. Sejauh ini mereka hanya menenun sesuai pesanan. Mereka tidak bisa menenun dalam jumlah banyak dan secara rutin karena belum memiliki pasar yang jelas.

Sejauh ini mereka sudah menjalin kerja sama dengan beberapa toko atau outlet oleh-oleh di kota kabupaten maupun provinsi. Termasuk mencari mitra hingga ke luar pulau. Sambil dengan itu mereka akan terus mengasah kualitas tenunan.

Foto Willy
Foto Willy
"Jangan sampai mitra kecewa karena itu tugas dari para penenun adalah membuat orang jatuh cinta dengan tenun karena kualitas yang baik."

Tantangan promosi dan pemasaran ini diakui juga oleh Yulika, CSR Specialist di PT Astra International Tbk. Wanita yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi penanggung jawab KBA di Indonesia Timur, Jawa dan Sumatera itu mengaku hal ini masih menjadi pekerjaan rumah.

Pihak Astra sendiri sudah berupaya dengan melakukan promosi melalui media televisi. Termasuk juga meng-endorse sejumlah artis untuk datang ke Sonraen dan mempromosikan tenun ikat di sana.

"Salah satu strategi yang akan dipakai adalah mencari fasilitator di bidang kewirausahaan yang memang memiliki link pembeli," ungkap Yulika.

Harapannya adalah hasil tenun masyarakat Sonraen makin dikenal luas dan mereka bisa mendapatkan manfaatnya. Saat ini kain ukuran besar bisa dijual seharga Rp 1,5 juta. Sementara itu ukuran paling kecil dihargai Rp 100 ribu. Lagi-lagi mereka menenun sesuai kebutuhan dan permintaan.

"Mereka menenun dan mempunyai kepastian pasar. Jangan sampai setelah mereka menenun tidak tahu mau jual ke mana. Nantinya ini menjadi stimulus bahwa dengan menenun dapat sesuatu," tegas Yulika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun