Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demi Sulawesi Tengah, "Jangankan Hatimu, SPBU-Pun Kita Terbangkan"

23 Oktober 2018   16:26 Diperbarui: 23 Oktober 2018   16:39 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari https://twitter.com/pertamina

Pertanyaan kini, setelah peristiwa kelam itu pergi, apa yan harus kita lakukan? Apakah setelah energi Pertamina kembali menerangi Sulawesi Tengah kita lantas segera melupakan kejadian beberapa bulan silam? Tentu tidak.

Perjuangan relawan Pertamina/gambar dari @pertamina
Perjuangan relawan Pertamina/gambar dari @pertamina
Menarik membaca laporan nationalgeographic.co.id tak lama setelah gempa dan tsunami melanda Pulau Flores. Dikatakan hingga tahun 1992, Indonesia belum memiliki ahli tsunami sehingga riset soal tsunami Flores lebih banyak dilakukan ahli-ahli Jepang. Perhatian para ilmuwan Indonesia terhadap tsunami baru terbangkitkan setelah tsunami Aceh. 

Laporan tersebut sebenarnya menyentil kita. Meski ia menjadi fenomena alam, peristiwa yang kerap tersaji semestinya membuat kita awas. Pertama, melakukan riset dan pendalaman agar mampu mendapatkan sebuah pemetaan yang komprehensif terhadap fenomena tersebut. Tujuannya satu. Agar kita bisa menghindarinya secepat mungkin.

Dari peristiwa di Flores, Aceh, hingga kini di Sulawesi Tengah, diketahui bahwa gempa dengan kekuatan besar tidak menjadi sebab tunggal banyaknya korban. "Mesin pembunuh" sebenarnya terangkai dalam dampak ikutan akibat gempa mulai dari tsunami, longsor hingga likuifaksi atau pencairan tanah. Karena itu untuk menghindari risiko, masyarakat perlu memahami, sekaligus diingatkan segera mungkin untuk mengambil tindakan menyelamatkan diri.

Kedua, runtuhnya bangunan juga ikut andil memakan banyak korban. Karena itu dalam membangun infrastruktur, perlu dipikirkan konsturksi yang tahan terhadap guncangan gempa.

Ketiga, tidak cukup dengan mempersiapkan infrastruktur yang tangguh. Perlu disadari bahwa longsor akibat gempa perlu diantisipasi dengan tidak membuat rumah di daerah yang berpotensi longsor.

Pada gilirannya studi yang teliti dan komprehensif akan membuat kita lebih dini menghindari akibat yang bisa ditimbulkan. Indonesia merupakan daerah rawan gempa dan tsunami. Buktinya kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi. Sudah saatnya kita mengambil langkah-langkah antisipatif sedini mungkin.

Kita tentu tidak ingin peristiwa naas yang terjadi di Flores, Aceh hingga kini di Palu dan sekitarnya kembali mengemuka dalam bentuk berbeda. Kita tidak ingin air mata duka kembali mengalir di bumi pertiwi.

Mari kita bersama belajar dari Sulawesi Tengah, dengan tidak lupa memberi apresiasi pada Pertamina dan pihak lainnya yang sudah ikut ambil bagian membangkitkan daerah tersebut dari keterpurukan.

Pasokan BBM di Sulawesi Tengah yang telah berlangsung normal/gambar dari www.pertamina.com
Pasokan BBM di Sulawesi Tengah yang telah berlangsung normal/gambar dari www.pertamina.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun