Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Klimaks Penantian 37 Tahun Tim Uber Jepang dan Pelajaran untuk Kita

26 Mei 2018   18:02 Diperbarui: 27 Mei 2018   23:21 2398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gregoria Mariska (badmintonindonesia.org)

Sebagaimana prediksi banyak pihak, Jepang akhirnya tampil sebagai jawara Piala Uber 2018. Dengan materi pemain yang merata baik di nomor ganda maupun tunggal, Negeri Sakura akhirnya mampu mewujudkan status sebagai unggulan teratas. 

Di partai final, Sabtu (26/05/2018) siang ini, anak asuh Jeremy Gan membungkam tuan rumah Thailand dengan skor meyakinkan, 3-0. Menariknya lagi, ketiga partai itu berakhir dalam dua game, dengan tempo kurang dari satu jam.

Kedua tim sama-sama menurunkan line up terbaik. Jepang mempercayakan tunggal pertama, kedua dan ketiga kepada Akane Yamaguchi, Nozomi Okuhara dan Sayaka Takahashi. Di pihak tuan rumah, Ratchanok Intanon masih menjadi andalan sebagai tunggal pertama, menyusul Nichaon Jindapol dan Busanan Ongbamrungphan.

Sementara itu di nomor ganda, Rexy Mainaky membuat kejutan dengan menukar silang pasangan. Jongkolphan Kititharakul berpasangan dengan Puttita Supajirakul menjadi ganda pertama, sementara Rawinda Prajongjai ditandemkan dengan Sapsiree Taerattanachai. 

Bisa jadi Rexy ingin membuat kejutan kepada Jepang yang menurunkan dua ganda terbaiknya yakni Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dan Misaku Matsutomo/Ayaka Takahashi. Jepang bahkan masih memiliki satu pasangan terbaik yang berada di rangking lima dunia, Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto.

Bisa jadi juga ini menjadi bentuk perjudian setelah di semi final kedua nomor ganda gagal menyumbang poin saat berhadapan dengan China. Jongkolphan/Rawinda yang diturunkan di partai kedua kalah dari Chen Qingchen/Jia Yifan. Sedangkan Puttita/Sapsiree tak berkutik kala berhadapan dengan Huang Yaqiong/Tang Jinhua.

Belum lagi dalam rekor pertemuan, para pemain Thailand itu selalu inferior. Jongkolphan dan Rawinda kalah 1-5 dari Yuki dan Sayaka. Sementara Puttita dan Sapsiree tak pernah menang dalam empat pertemuan menghadapi Misaki dan Ayaka.

Thailand yang kurang diuntungkan di nomor ganda menaruh harapan pada sektor tunggal. Salah satunya pada Intanon yang berduel dengan Akane. Kedua pemain ini sudah bertemu sebanyak 18 kali sejak level junior. 

Head to head pertemuan menempatkan Akane sebagai unggulan dengan meraih delapan kemenangan, termasuk pertemuan terakhir di Malaysia Masters awal tahun ini. Akane yang kini berada di rangking dua kembali menjadi lawan tersulit bagi Intanon yang gagal balas dendam. 

Bila di Malaysia Intanon menyerah setelah berjuang tiga game, 15-21, 21-16, 19-21, kali ini pemain peringkat empat dunia itu menyerah dua game langsung, 21-15 21-19.

Tim putri Jepang saat menjadi juara Badminton Asia Team Championships (BATC) 2018 dengan mengalahkan China di partai final dengan skor telak 3-0 (badmintonplanet.com)
Tim putri Jepang saat menjadi juara Badminton Asia Team Championships (BATC) 2018 dengan mengalahkan China di partai final dengan skor telak 3-0 (badmintonplanet.com)
Formasi kejutan di nomor ganda tak juga berhasil mengimbangi dominasi pasangan nomor dua dunia. Yuki dan Sayaka butuh 46 menit, durasi yang sama seperti partai pertama, untuk menjungkalkan Puttita dan Jongkophan dengan skor 21-18 dan 21-12.

Jindapol menjadi harapan tuan rumah untuk memperpanjang nafas. Namun pemain berperingkat 11 dunia ini tak kuasa meredam semangat Nozomi yang ingin segera memastikan kemenangan timnya. 

Pemain berperingkat sembilan dunia itu pun melanjutkan dominasinya setelah mengantongi kemenangan dalam tiga pertemuan terakhir. Tambahan kemenangan ini membuat head to head kedua pemain menjadi 4-1 untuk keunggulan Nozomi.

Busanan yang dipersiapkan sebagai tunggal ketiga hanya bisa mengisi line up. Padahal ia memiliki modal bagus ketika berhadapan dengan Sayaka Takahashi. Dalam satu-satunya pertemuan, Busanan mampu mengunci kemenangan straight set, meski kemenangan itu ditorehkan enam tahun lalu di Malaysia Grand Prix Gold.

Pelajaran untuk kita

Kemenangan Jepang ini sungguh fenomenal. Mereka mampu mewujudkan prediksi dan memaksimalkan semua kekuatan yang ada. Memang patut diakui Jepang kali ini hanya bisa disaingi China, yang harus puas sebagai semi finalis. Materi pemain mereka sangat mumpuni, berisikan pemain mantan pemain nomor satu dunia, juara dunia, jawara olimpiade hingga juara Asia. Kecuali Sayaka Takahashi, para pemain lain sudah pernah menjadi juara di turnamen super series BWF.

Tentu kedigdayaan Jepang kali ini tidak dituai secara instan. Mereka harus menanti selama 37 tahun untuk mengangkat Piala Uber. Jepang yang pertama kali menjadi juara Piala Uber pada 1966, terakhir kali menjadi juara pada 1981. Sebelumnya mereka pernah menjadi juara di edisi 1979, 1972, 1978 dan 1981.

Sepuluh tahun lalu Jepang bahkan pernah menelan pil pahit. Mereka gagal lolos ke fase grup setelah kalah dari Indonesia dengan skor 1-4 dan Belanda 2-3. Namun satu dekade setelah peristiwa pahit 2008 itu, Jepang mampu menginjak podium tertinggi.

Meski gelar juara Jepang masih kalah banyak dari China, dengan 14 gelar, jumlah gelar mereka masih lebih banyak dari Indonesia yang baru meraih tiga gelar-jumlah yang sama dengan Amerika Serikat, dan Korea yang baru sekali angkat piala pada 2010.

Kini Jepang telah menjadi raksasa bulu tangkis putri dunia. Kekuatan merata di semua lini membuat negara ini pantas menjadi kampiun. Tentu negara-negara lain memiliki pemain yang lebih baik. Tetapi satu atau dua pemain bintang tidak cukup untuk menggondol trofi presisius ini. Tai Tzu Ying tidak bisa berbuat apa-apa bagi Taiwan di Piala Uber kali ini meski ia merajai sektor tunggal. Begitu juga Spanyol yang memiliki seorang Carolina Marin.

Tidak hanya materi pemain yang mumpuni, Jepang memiliki syarat lain untuk menjadi juara. Syarat itu adalah semangat juang dan kekompakkan tim. Dua hal ini terlihat jelas di tim Jepang. Dengan semua syarat itu maka Jepang pantas menjadi juara. Bahkan kekuatan Jepang masih akan terus bertahan selama beberapa tahun ke depan mengingat sebagian besar pemain mereka masih berusia muda.

Hasil final Piala Uber 2018 (tournamentsoftware.com)
Hasil final Piala Uber 2018 (tournamentsoftware.com)
Bagaimana Indonesia?

Meski gagal mencapai klimaks di hadapan pendukung sendiri, Thailand tetap berbangga. Menjadi finalis Piala Uber adalah pencapaian tertinggi sejak keikutsertaan pertama. Apalagi mereka mampu menyingkirkan China yang difavoritkan berduel dengan Jepang di partai puncak. Dengan materi pemain muda yang ada, tim besutan Rexy Mainaky akan semakin diperhitungkan di masa mendatang.

Situasi ini tentu membuat Indonesia semakin terpacu untuk bekerja lebih keras mengejar ketertinggalan. Dalam tulisan sebelumnya di sini saya sudah menguraikan sepak terjang Tim Uber Indonesia kali ini. Greysia Polii dan kawan-kawan hanya bisa sampai babak delapan besar. 

Pencapaian ini sama seperti tiga edisi sebelumnya pada 2012 di Wuhan, China, berlanjut di New Delhi, India dan Kunshan, China, dua tahun lalu. Tim putri Indonesia belum bisa "move on" dari delapan besar. Kali ini Greysia Polii dan kolega dijegal tuan rumah.

Bermain di kandang lawan, Indonesia telah berusaha bermain maksimal. Awal kurang meyakinkan dari Fitriani, berhasil ditebus oleh Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Fitriani menjadi bulan-bulanan mantan pemain nomor satu dunia, Ratchanok Intanon.

Entah apa yang terjadi dengan Fitriani kali ini. Alih-alih memberikan sedikit perlawanan, pemain berusia 19 tahun itu menyerah mudah, 8-21 dan 7-21. Tidak sulit rupanya bagi pemain Thailand yang kini berperingkat empat dunia itu menyumbang poin pertama. 

Ia hanya butuh 33 menit menyudahi perlawanan sekaligus menegaskan dominasnya atas pemain asal Garut, Jawa Barat itu. Dalam tiga pertemuan terakhir, Ratchanok selalu menang, termasuk perjumpaan terakhir di Indonesia Masters yang berakhir dua game langsung, 17-21 dan 16-21.

Pasca kekalahan ini, nama Fitriani langsung menjadi buah bibir di kalangan pencinta bulu tangkis tanah air. Ia dinilai tak mengalami perkembangan baik dalam teknik maupun mental. 

Ia menjadi satu-satunya pemain yang belum juga menyumbang kemenangan bagi Tim Uber kali ini. Sejak melakoni debut di turnamen beregu, prosentase sumbangsihnya berada di bawah 50 persen. Ia baru menyumbang enam kemenangan dan sembilan pertandingan lainnya berakhir dengan kekalahan.

Indonesia sempat menjaga asa setelah Greysia Polii dan Apriyani Rahayu "melibas" Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai. Pasangan berperingkat enam dunia itu menang straight set 21-11 21-16.

Begitu juga Gregoria Mariska yang sukses mewujudkan harapan pencinta bulu tangkis Indonesia. Ia sukses membalikkan keadaan setelah menumbangkan Nichaon Jindapol. Tidak main-main, Jorji menang dua game langsung atas pemain berperingkat 11 dunia itu. Meski harus bermain habis-habisan, Jorji yang kini berada di rangking 35 dunia mampu menyudahi perlawanan Nichaon dalam dua game, 21-10, 22-20.

Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menjadi tumpuan tim Uber Indonesia kali ini (badmintonindonesia.org)
Greysia Polii dan Apriyani Rahayu menjadi tumpuan tim Uber Indonesia kali ini (badmintonindonesia.org)
Sayangnya, kemenangan Gregoria gagal diikuti Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta. Alih-alih menyumbang poin untuk memastikan kemenangan Indonesia, keduanya malah bertekuk lutut di hadapan Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai. Della Rizki kalah 20-22 dan 12-21 usai bermain 55 menit.

Kekalahan ini cukup disayangkan. Nomor ganda sebenarnya menjadi harapan untuk menyumbang poin. Della/Rizki sejatinya berpeluang menang andaisaja mampu memanfaatkan momentum di babak pertama. 

Sempat tertinggal 11-17, keduanya mampu menyamakan kedudukan, 18-18. Sayang ritme positif yang telah dibangun berubah negatif di poin-poin kritis. Di babak kedua, keduanya gagal lepas dari tekanan, malah tertinggal cukup jauh.

Di partai penentuan, Ruselli Hartawan belum bisa melewati tantangan Busanan Ongbamrungphan. Ia gagal mengulangi penampilan gemilang seperti saat menaklukkan Li Xuerui sehari sebelumnya. 

Meski telah berjuang "all out", Busanan, berperingkat 22 tahun itu masih terlalu tangguh. Busanan menegaskan diri sebagai salah satu pemain dengan pengalaman dan mental teruji. Ia belum pernah kalah ketika dimainkan sebagai tunggal ketiga di turnamen beregu sejak level junior.

Di balik sepak terjang Tim Uber Indonesia kali ini ada beberapa catatan yang bisa dikedepankan. Pertama, secara potensi para pemain Indonesia tak kalah dengan para lawan. Namun mental bertanding masih menjadi kendala. 

Sebagai contoh di partai ketiga babak delapan besar. Della dan Rizki tak mampu keluar dari tekanan dan terbawa permainan lawan. Di pihak lain seperti evaluasi pelatih ganda putri, Eng Hian, konsistensi anak asuhnya masih menjadi persoalan.

"Pada saat mereka bisa bermain dengan cukup bagus, itu grafiknya bisa di angka 9 atau 10. Tapi saat mereka tidak bermain bagus, bisa turun sampai di angka 2," ungkap Eng Hian kepada badmintonindonesia.org.

Persoalan utama tidak pada teknik, tetapi mental. Keduanya tak mampu menghadapi tekanan dan mengubah pola permainan. Bisa jadi tekanan besar yang dialami membuat mereka gagal menampilkan permainan terbaik. Ekpektasi besar yang dibebankan kepada mereka justru berakhir petaka.

Kedua, dari materi pemain yang ada pencapaian ini sudah maksimal. Bahkan ada pemain muda yang mampu mencuri perhatian. Dia adalah Gregoria Mariska.

Pemain 18 tahun ini bermain baik sepanjang turnamen. Menghadapi Nichaon di perempat final, Jorji menunjukkan semangat juang tinggi. Ia menutup kemenangan dua game langsung dengan aksi ciamik. Pemain kelahiran Wonogiri itu mampu membalikkan bola meski sudah berada dalam posisi sulit. Nichaon hanya bisa melongo tak percaya.

Kemenangan atas Nichaon melengkapi hasil sempurnanya di Piala Uber kali ini. Ia sukses meraih empat kemenangan, termasuk mengalahkan tiga pemain dengan rangking yang lebih tinggi. 

Gregoria Mariska (badmintonindonesia.org)
Gregoria Mariska (badmintonindonesia.org)
Konsistensi Jorji mengingatkan kita pada An Se Yeong, pemain muda Korea Selatan. Pemain junior kelahiran 2002 itu kembali menjadi penentu kemenangan tim saat menghadapi Kanada. Kemenangan atas Britney Tam, 21-13, 19-21, 21-11 hari ini mengantar negaranya ke semi final.

Selain Jorji, potensi Ruselli pun harus terus dirawat. Di samping itu memaksimalkan sektor ganda sebagai harapan menyumbang poin.

Banyak pekerjaan rumah menanti setelah kejuaraan dua tahunan ini. Skuad Indonesia yang didominasi pemain muda ini harus terus diasah tidak hanya teknik tetapi juga mental. Mereka harus lebih banyak diorbitkan untuk bersaing di turnamen level atas. 

Harapan kita mereka bisa lebih siap menghadapi event akbar selanjutnya yakni Asian Games 2018 yang akan berlangsung di tanah air. Selain modal tuan rumah, kesiapan dari para pemain sendiri sangat diperlukan.

Akhirnya, perjuangan para pemain Indonesia tetap patut diapresiasi. Setidaknya kita tidak lagi menjadi bulan-bulanan China, dan mampu merepotkan Thailand. Mengutip pernyataan sastrawan Pramoedia Ananta Toer dalam "Bumi Manusia", "Kita telah melawan...Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."

Mari berbenah Indonesia dan selamat kepada Jepang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun