Pemain berperingkat sembilan dunia itu pun melanjutkan dominasinya setelah mengantongi kemenangan dalam tiga pertemuan terakhir. Tambahan kemenangan ini membuat head to head kedua pemain menjadi 4-1 untuk keunggulan Nozomi.
Busanan yang dipersiapkan sebagai tunggal ketiga hanya bisa mengisi line up. Padahal ia memiliki modal bagus ketika berhadapan dengan Sayaka Takahashi. Dalam satu-satunya pertemuan, Busanan mampu mengunci kemenangan straight set, meski kemenangan itu ditorehkan enam tahun lalu di Malaysia Grand Prix Gold.
Pelajaran untuk kita
Kemenangan Jepang ini sungguh fenomenal. Mereka mampu mewujudkan prediksi dan memaksimalkan semua kekuatan yang ada. Memang patut diakui Jepang kali ini hanya bisa disaingi China, yang harus puas sebagai semi finalis. Materi pemain mereka sangat mumpuni, berisikan pemain mantan pemain nomor satu dunia, juara dunia, jawara olimpiade hingga juara Asia. Kecuali Sayaka Takahashi, para pemain lain sudah pernah menjadi juara di turnamen super series BWF.
Tentu kedigdayaan Jepang kali ini tidak dituai secara instan. Mereka harus menanti selama 37 tahun untuk mengangkat Piala Uber. Jepang yang pertama kali menjadi juara Piala Uber pada 1966, terakhir kali menjadi juara pada 1981. Sebelumnya mereka pernah menjadi juara di edisi 1979, 1972, 1978 dan 1981.
Sepuluh tahun lalu Jepang bahkan pernah menelan pil pahit. Mereka gagal lolos ke fase grup setelah kalah dari Indonesia dengan skor 1-4 dan Belanda 2-3. Namun satu dekade setelah peristiwa pahit 2008 itu, Jepang mampu menginjak podium tertinggi.
Meski gelar juara Jepang masih kalah banyak dari China, dengan 14 gelar, jumlah gelar mereka masih lebih banyak dari Indonesia yang baru meraih tiga gelar-jumlah yang sama dengan Amerika Serikat, dan Korea yang baru sekali angkat piala pada 2010.
Kini Jepang telah menjadi raksasa bulu tangkis putri dunia. Kekuatan merata di semua lini membuat negara ini pantas menjadi kampiun. Tentu negara-negara lain memiliki pemain yang lebih baik. Tetapi satu atau dua pemain bintang tidak cukup untuk menggondol trofi presisius ini. Tai Tzu Ying tidak bisa berbuat apa-apa bagi Taiwan di Piala Uber kali ini meski ia merajai sektor tunggal. Begitu juga Spanyol yang memiliki seorang Carolina Marin.
Tidak hanya materi pemain yang mumpuni, Jepang memiliki syarat lain untuk menjadi juara. Syarat itu adalah semangat juang dan kekompakkan tim. Dua hal ini terlihat jelas di tim Jepang. Dengan semua syarat itu maka Jepang pantas menjadi juara. Bahkan kekuatan Jepang masih akan terus bertahan selama beberapa tahun ke depan mengingat sebagian besar pemain mereka masih berusia muda.
Meski gagal mencapai klimaks di hadapan pendukung sendiri, Thailand tetap berbangga. Menjadi finalis Piala Uber adalah pencapaian tertinggi sejak keikutsertaan pertama. Apalagi mereka mampu menyingkirkan China yang difavoritkan berduel dengan Jepang di partai puncak. Dengan materi pemain muda yang ada, tim besutan Rexy Mainaky akan semakin diperhitungkan di masa mendatang.
Situasi ini tentu membuat Indonesia semakin terpacu untuk bekerja lebih keras mengejar ketertinggalan. Dalam tulisan sebelumnya di sini saya sudah menguraikan sepak terjang Tim Uber Indonesia kali ini. Greysia Polii dan kawan-kawan hanya bisa sampai babak delapan besar.Â