Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

DRiM, Respon Cepat AAJI Terhadap Perkembangan Teknologi Digital

7 Februari 2018   16:05 Diperbarui: 7 Februari 2018   16:09 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana konferensi pers AAJI, Rabu, 24 Januari 2018 (Dokpri)

Asuransi pada umumnya atau asuransi jiwa pada khususnya tidak selalu mendapat tempat istimewa di hati dan pikiran semua orang. Ada yang masih merasa alergi, bahkan apatis. Secara apriori, ketika ada yang menyebut kata tersebut maka pada sebagian orang pikiran negatif seketika berkelebat, lantas mengemuka dalam berbagai komentar bernada miring. Begitu juga ketika datang tawaran atau bertemu agen asuransi tidak sedikit yang menghindar. Mereka merasa tidak nyaman entah karena "image" buruk yang telah terbentuk, atau pengalaman tidak menyenangkan yang pernah dilalui.

Padahal tidak ada yang salah dengan asuransi. In se, asuransi jiwa penting adanya. Ia memainkan banyak peran. Di satu sisi, asuransi jiwa memberikan perlindungan terhadap kerugian finansial atau hilangnya pendapatan atau keluarga akibat kematian tertanggung yang menjadi sumber nafkah bagi keluarga. Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan, apalagi kematian. Dengan asuransi jiwa potensi kerugian karena kehilangan pendapatan dan kesulitan ekonomi bisa diantisipasi. Kelangsungan hidup, jaminan pendidikan dan kesehatan anggota keluarga bisa tetap terjaga. Ibarat kata, asuransi jiwa menjadi tabungan darurat saat kondisi tak terduga terjadi.

Bila asuransi jiwa sangat berperan penting, lantas mengapa masih ada masyarakat yang merasa antipati? Di satu sisi, bisa jadi karena sikap dan pola pendekatan para agen yang kurang mengena. Karena terpaku pada target maka terkadang moto "menawarkan sehari 10 orang saja, masa tidak ada satu pun yang berminat?" diejawantahkan secara berlebihan.

Di sisi lain, masyarakat kurang teredukasi dan mendapatkan informasi secara memadai. Literasi asuransi jiwa dirasa masih kurang. Kita tidak bisa menyalahkan salah satu pihak bila masyarakat merasa apatis karena informasi yang sampai kepada mereka bersifat parsial. Sejatinya sebelum mengambil keputusan, mereka perlu mendapat informasi secara utuh dan tepat. Termasuk juga seluruh manfaat, biaya, risiko, dan tanggung jawab dalam asuransi jiwa agar mereka juga bisa mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.

Banyak contoh tentang hal ini. Setelah berobat pasien atau keluarga pasien masih menerima tagihan. Pasien berpikir segala pengobatan telah ditanggung asuransi, namun ternyata tidak demikian. Bisa jadi telah terjadi kesalahpahaman, bisa juga informasi yang sampai ke pihak mereka belum komprehensif

DRiM dan Terobosan AAJI

Dalam situasi seperti ini ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, pola pendekatan yang lebih sesuai dari para agen asuransi. Bila sebelumnya lebih menyasar pada target, maka yang harus diutamakan adalah pelayanan dan kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Asuransi perlu mempekerjakan agen yang profesional dan berkualitas. Artinya, termasuk memiliki rasa empati terhadap calon konsumen. Dengan pendekatan persuasif yang baik, maka calon pelanggan tidak merasa dipaksa dan merasa semata-mata menjadi target buruan.

Kedua, melakukan terobosan seiring kemajuan jaman. Perkembangan teknologi digital sudah berkembang sedemikian cepat. Mengutip data We Are Social dan Hootsuite (2017) tentang "Digital in 2017: Southeast Asia" dari sekitar 262 juta penduduk Indonesia, sebanyak 50 persen atau sekitar 132,7 juta adalah pengguna internet. Sebanyak 106 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial, dan 92 juta jiwa merupakan pengguna aktif media sosial melalui aplikasi mobile.

Potret pengguna internet dan sosial media di Indonesia tahun 2017/wearesocial.com
Potret pengguna internet dan sosial media di Indonesia tahun 2017/wearesocial.com
Kenyataan ini menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi dan respon "real time" di satu sisi, serta keinginan untuk mendapatkan kemudahan akses dan layanan dimanapun dan kapan pun di sisi lain.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Hendrisman Rahim, fenomena tersebut tidak bisa disikapi oleh industry dengan reaktif. Teknologi tidak hanya mengubah perilaku individu, tetapi lanjut Hendrisman, juga mengubah perilaku pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

Hal itu dikatakan Hendrisman saat membuka kegiatan Digital and Risk Management in Insurance (DRiM), di Rumah AAJI, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018 lalu. Menurutnya, sudah saatnya para pelaku industri asuransi jiwa menyelaraskan diri dengan kemajuan tersebut.

DRiM yang digagas AAJI tidak lain sebagai bentuk komitmen untuk mendukung program literasi dan inklusi keuangan dari pemerintah dan OJK, serta mendorong pelaku industri asuransi jiwa agar lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi peluang dan tantangan yang ada di depan mata. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah manajemen risiko yang sejatinya harus terus dikembangkan.

Seperti dikatakan Christine Setyabudi, Ketua Panitia DRiM, kegiatan ini merupakan terbosoan baru AAJI yang baru pertama kali digelar. Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh para pelaku industri asuransi jiwa yang memiliki tujuan yang sama yakni menjawa cepatnya perkembangan teknologi digital yang bisa berdampak pada industri asuransi jiwa.

"Dengan saling mendukung dan bekerjasama ini, kami yakin dapat memberikan aksi nyata pada kemajuan industri asuransi jiwa," ungkap Christine.

Lebih lanjut Christine mengatakan potensi Indonesia sebagai negara kedelapan terbesar dalam hal penggunaan internet seharusnya dimaksimalkan termasuk mengatasi risiko yang menyertainya.

DRiM diawali dengan hackathon start-up competition.Kompetisi ini dijalankan AAJI bekerja sama dengan "Purwadhika Start-up and Coding School" dan diikuti sekitar 100 orang generasi muda. Mereka akan bersaing untuk melahirkan ide dan karya terbaik terkait webdan aplikasi digitalterkait proteksi asuransi jiwa.

Suasana setelah konpers AAJI (dokpri)
Suasana setelah konpers AAJI (dokpri)
Selain itu, DRiM akan dilanjutkan dengan seminar dan pameran. Perwakilan dari pemerintah, regulator, pelaku asuransi jiwa dan para ahli teknologi dan digital akan berbagi tentang perkembangan teknologi digital dan manajemen risiko. Rangkaian kegiatan itu akan digelar di Bali pada 22 hingga 23 Februari 2018.

Para partisipan seminar akan mendapatkan 40 Poin Manajemen Program Manajemen Risiko Asuransi dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) dan bagi agen asuransi jiwa, mendapat 2 poin pengembangan profesional berkelanjutan dari AAJI saat hadir mengikuti pameran.

Lebih dari itu sebagaimana dikatakan Christine Setyabudi, ide aplikasi web atau mobile dari para finalis terpilih berpotensi digunakan para anggota AAJI dalam memaksimalkan bisnis dan meningkatkan layanan kepada nasabah.

" Kami sadari tidak semua perusahaan sudah siap untuk transformasi digital, tapi sebagai asosiasi kami ingin bantu," ungkap Christine.

Kita menanti seperti apa karya dan ide-ide terbaik yang akan mengemuka. Saya membayangkan webdan aplikasi digital yang dihasilkan semakin mempermudah calon konsumen untuk mengakses produk-produk asuransi jiwa. Selain itu membuat mereka lebih gampang mengklaim, mencari daftar provider atau rumah sakit rekanan asuransi jiwa. Bila aplikasi itu berbentuk mobile atau mobile apps benar-benar user friendly.

Diharapkan terobosan yang dilakukan bisa memacu para anggota AAJI untuk terus memperkuat lini digital. Tujuannya agar penetrasi pasar produk asuransi jiwa semakin luas. Saat ini, seperti dikatakan Hendrisman Rahim, penetrasi pasar asuransi di Indonesia berjalan lambat. Secara keseluruhan penetrasi asuransi di tanah air terhadap poulasi sekitar 6,8 persen pada akhir 2017.

Penetrasi rendah juga terlihat dari kontribusi pasar asuransi terhadap PDB hanya berada di sekitar angka 2 persen. Hal ini mengemuka dari laporan World Insurance Sigma sebagaimana dikutip Hendrisman.

Pada akhirnya kita berharap sokongan teknologi membuat penetrasi pasar yang semakin luas bisa berbarengan dengan tingkat keberterimaan asuransi di kalangan masyarakat. Mindset mereka semakin terbuka karena informasi disampaikan secara tepat dan utuh, tidak setengah-setengah apalagi terkesan ditutup-tutupi. Dengan demikian tidak ada lagi yang merasa alergi atau apatis terhadap asuransi jiwa. Tetapi menganggapnya sebagai kebutuhan, tak ubahnya salah satu piranti penting dalam kelangsungan roda kehidupan.

Rangkaian acara DRiM yang akan digelar di Bali pada 22 hingga 23 Februari 2018.
Rangkaian acara DRiM yang akan digelar di Bali pada 22 hingga 23 Februari 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun