Kemenangan 14-21 dan 15-21 Mathias Christiansen dan Christinna Pedersen menunjukkan dua hal. Pertama, seperti Greysia dan Apriyani, pasangan Denmark itu merupakan contoh berhasil dari bongkar pasang pemai, juga perpaduan yang mengena antarpemain dengan rentang umur yang jauh. Meski dari generasi berbeda, Christiansen yang baru berusia 23 tahun mampu mengimbangi kematangan Pedersen.
Di sisi lain memperlihatkan pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Praveen dan Melati bila ingin terus bersaing di jajaran elite. Seperti terlihat di laga final hari ini, salah satu persoalan yang sepertinya belum juga terselesaikan adalah kesalahan sendiri. Paling menonjol di laga ini adalah Praveen Jordan. Mantan tandem Debby Susanto itu memberi poin cuma-cuma kepada lawan lebih dari 10 kali. Sulit dimengerti pemain dengan jam terbang cukup ini masih harus berkutat dengan hal-hal mendasar.
Pada titik ini penting untuk mendapatkan tandem yang mampu melengkapi kekurangan. Sejauh ini performa Melati cukup baik. Permainan depan net dan agresivitasnya cukup menjanjikan. Ia mampu memainkan peran sebagai playmaker, mengingatkan kita akan sosok Liliyana. Namun sebagai satu kesatuan keduanya masih harus berlatih lebih giat, termasuk mendapatkan jam terbang yang lebih. Penting untuk memberikan suntikan kepercayaan diri agar mereka tak lekas patah arang.
Berbeda dengan China yang memiliki pemain memadai, cukup sulit bagi Indonesia untuk segera mendapatkan hasil dari proyek bongkar pasang pemain. Konsistensi masih menjadi momok bagi para pemain Indonesia. Sangat sedikit pemain kita yang mampu menjaga tren positif sejak level junior hingga mencapai tahap senior.
India puasa gelar
Tahun ini India puasa gelar. Tahun lalu tuan rumah masih bisa tersenyum dengan satu gelar dari P.V Sindhu. Kali ini tunggal terbaik dari Negara Anak Benua itu harus puas sebagai runner-up. Pemain berpaspor AS kelahiran China, Zhang Beiwen memupuskan harapan mayoritas penonton di Siri Fort Indoor Stadium, New Delhi hari ini.
Selain Beiwen kejutan juga dilakukan Shi Yuqi. Pemain berusia 21 tahun itu mengandaskan favorit juara Chou Tien Chen untuk merebut satu-satunya gelar yang dibawa pulang ke China. Pertarungan antara unggulan empat dan tiga itu berakhir dengan skor 21-18 dan 21-14. Chou yang pekan sebelumnya bertekuk lutut dari Ginting di partai final kembali mengalami nasib malang. Waktu sepertinya belum berpihak pada pemain asal Taiwan.
Seperti Chou, Sindhu pun tak kalah kecewa. Bahkan kekecewaannya bisa menjadi-jadi. Didukung penuh publik tuan rumah, perjuangan pemain berperingkat empat dunia harus berakhir secara tragis. Chou dan Sindhu mengingatkan kita pada Kenichi Hayakawa dan Hiroyuki Endo, ganda putra Jepang yang begitu ulet namun hampir selalu menjadi runner-up. Semoga nasib Melati dan Praveen bisa lebih baik, bila perlu sebaik Marcus dan Kevin.
N.B
Hasil pertandingan India S500:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H