Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Dua Gelar dari India, Bulu Tangkis Indonesia Melaju di Jalur Positif

4 Februari 2018   23:36 Diperbarui: 5 Februari 2018   00:11 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Greysia Polii dan Apriyani Rahayu sabet gelar ganda putri India Super 500/@Badmintalk

Tahun 2018 sepertinya akan menjadi tahun yang mengesankan bagi bulu tangkis Indonesia. Pasalnya baru di awal bulan kedua Indonesia sudah mengumpulkan enam gelar World Tour Super (WTS) dari empat turnamen yang telah digelar.

Tambahan dua gelar dari ajang India Open Super 500 yang baru saja berakhir pada Minggu (4/2/2018) malam WIB, menempatkan Indonesia sebagai pengumpul gelar terbanyak. Indonesia unggul atas negara-negara kuat lainnya seperti China, Korea Selatan, Jepang, dan Denmark.

China yang terkenal superior di cabang tepok bulu baru mengumpulkan dua gelar. Jumlah gelar China kalah banyak dari Denmark yang telah mengemas tiga gelar dan dua kali lipat lebih sedikit dari Thailand. Jepang dan Malaysia baru mendulang satu gelar sama seperti Hong Kong, Taiwan dan Amerika Serikat.

Entah apa yang membuat bulu tangkis Indonesia begitu menggeliat. Bisa jadi kesuksesan Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya yang merajai ganda putra tahun lalu menular kepada para pemain lain. Bisa jadi juga sektor-sektor lain seperti ganda putri dan tunggal putra mulai menampakkan hasil.

Ganda putra, seperti tahun-tahun sebelumnya dan seperti biasanya masih menjadi penyumbang gelar terbanyak. Selain The Minions yang telah menyumbang dua gelar, ganda putra lainnya Fajar Alfian dan Muhamad Rian Ardianto ikut andil memberi satu gelar di ajang Malaysia Open S500.

Dua gelar lainnya dari tunggal putra. Setelah Tommy Sugiarto mengawali tahun dengan gelar pertama dari ajang Thailand S300, penerusnya Anthony Ginting sukses naik podium tertinggi pekan lalu di ajang Indonesia Masters S500.

Oh ya patut diketahui sejak awal tahun ini Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) telah mengubah level turnamen berikut namanya. Sebelumnya kita mengenal tiga jenis Super Series BWF yakni Super Series (biasa), Super Series Premier dan Super Series Finals. Sejak tahun ini rangkaian pertandingan disebut World Tour Super (WTS) yang terbadi dalam lima level yakni Super 300, Super 500, Super 750, Super 1000 dan Super Finals.

Nama yang disebutkan terakhir itu sebelumnya disebut Super Series Finals. Ini adalah turnamen penutup dalam kalender BWF. Sejak tahun ini berganti nama menjadi WTS Finals. Seperti tahun-tahun sebelumnya para kontestan yang tampil di ajang pamungkas ini dilihat berdasarkan akumulasi poin dari semua tur WTS mulai dari Super 300, Super 500, Super 750 dan Super 1000.

Sejak tur pertama di Thailand hingga terkini di India, Indonesia belum pernah absen meraih gelar. Setelah Tommy di Thailand, berlanjut dengan Fajar dan Rian di Malaysia. Selanjutnya di hadapan publik sendiri, Anthony dan The Minions menyabet gelar tunggal putra dan ganda putra sekaligus menempatkan Indonesia sebagai juara umum.

Predikat yang sama pun berlanjut di India. Raihan dua gelar menempatkan Indonesia sebagai juara umum, unggul atas Denmark, China dan Amerika Serikat yang masing-masing mendapat satu gelar. Sementara tuan rumah tak kebagian gelar setelah harapan semata wayang kandas dari wakil Amerika Serikat. Ungulan pertama Pusarla V.Shindu menyerah di tangan Zhang Beiwen usai bertarung tiga game dalam tempo satu jam dan sembilan menit dengan skor akhir 21-18 11-21 22-20.

The Minions masih berada di jalur positif. Pasangan nomor satu dunia belum terkalahkan dalam lima laga final secara beruntun sejak China Super Series Premier tahun lalu. Di India Open kali ini, pasangan mungil itu seperti tak menemui hambatan berarti untuk mengukir "hattrick" gelar secara berturut-turut. Keduanya selalu menang straight set dalam waktu tak lebih dari 40 menit.

Kemenangan demi kemenangan itu seperti berpelukan dengan performa mereka yang cepat, tangkas dan bertenaga. Seperti diakui seniornya, Mohamad Ahsan dan Hendra Setiawan yang kembali reuni, Marcus dan Kevin benar-benar tak tertandingi. Keduanya menjadi pasangan tersulit yang pernah mereka hadapi. Bukan saja karena usia yang membuat keduanya harus menyerah kalah di babak semi final, tetapi penampilan Marcus dan Kevin benar-benar menakjubkan.

Hampir semua pemain yang dikalahkan selalu mengakui hal yang sama. Selain skill individu seperti Marcus dengan tipuan-tipuan mematikan, pasangan ini begitu padu. Mereka mampu mengkombinasikan antara kecepatan dan kekuatan serta mengharmonikannya menjadi sebuah permainan yang atraktif. Lawan-lawan dibuat tak berkutik dengan pukulan-pukulan cepat dan pertahanan yang sulit ditembus. Mereka tahu kapan harus menyerang, kapan harus bertahan, dan kapan waktu terbaik menghibur para penonton.

Pemandangan seperti itu terlihat jelas di partai final India S500 tahun ini. Pasangan Denmark Kim Astrup dan Anders Skaarup tak bisa berbuat banyak. Unggulan empat itu tak kuasa meladeni permainan cepat dan bertenaga dari Marcus dan Kevin. Keduanya menyerah dua game langsung, 21-14 dan 21-16.

Marcus dan Kevin di podium tertinggi India Open 2018/@Badmintalk
Marcus dan Kevin di podium tertinggi India Open 2018/@Badmintalk
Semakin matang

Selain Marcus dan Kevin, kali ini Greysia Polii dan Apriyani Rahayu pun sukses menginjak podium tertinggi. Pasangan berbeda generasi ini meraih gelar super series kedua sejak berpasangan kurang dari setahun lalu. Di laga pamungkas mereka menjungkalkan wakil satu-satunya dari Thailand, Jongkolphan Kittitharakul/Rawinda Prajongjai.

Di atas kertas, Greysia dan Apriyani sedikit kurang diunggulkan. Pasangan dari Negeri Gajah Putih itu menempati unggulan kedua. Namun finalis Indonesia Masters pekan sebelumnya membuktikan bahwa bila unggulan pertama sudah bisa diatasi maka pintu juara kian terbuka lebar. Sehari sebelumnya pasangan yang berbeda usia 11 tahun itu menumbangkan unggulan pertama dari Denmark, sekaligus pasangan kawakan, Kamilla Rytter Juhl dan Christinna Pedersen.

Greysia dan Apri harus berjuang nyaris mendekati satu setengah jam untuk meraih tiket final. Pertandingan panjang nan melelahkan itu sempat memunculkan kekhawatiran. Ternyata kemenangan rubber set, 21-14 19-21 21-18 itu sama sekali tidak menghabiskan seluruh energi, apalagi membuat mereka mencapai klimaks. Keduanya hanya butuh dua game, 21-18 dan 21-15, untuk meraih gelar super series pertama di tahun ini.

Greysia dan Apri terlihat makin matang. Juara France SS 2017 itu tidak hanya memiliki pukulan yang kuat, tetapi mampu menerapkan pertahanan yang rapat. Meski patut diakui beberapa kali penempatan bola atau pleasing dan pengembalian tidak mengenai sasaran. Setidaknya pencapaian ini memberikan harapan bagi ganda putri Indonesia.

Setelah masa Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari, Indonesia sudah memiliki satu harapan. Berbeda dengan ganda putra, di sektor ini regenerasi cukup lambat. Sektor ini hanya memiliki sedikit, lebih tepat sangat sedikit, pasangan dengan pencapaian level super series. Sebelum era Greysia dan Nitya, Indonesia hanya memiliki Vita Marissa dan Liliyana Natsir yang sempat menjuarai China Masters 2007.

Tentu ini menjadi pekerjaan berat bagi tim pelatih untuk segera mendapatkan penerus. Jangan sampai jurang antargenerasi yang menganga seperti tunggal putri terjadi juga di sektor ini.

Harapan yang sama pun diletakkan pada nomor ganda campuran. Selain Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, Ricahard Mainaky dan Vita Marissa masih terus bongkar pasang. Saat ini nama Praveen Jordan dan Melati Daeva paling berpeluang untuk menjadi pelapis Owi dan Butet.

Pekan sebelumnya mereka sukses melangkah hingga ke partai final Indonesia Masters. Dan pekan ini langkah mereka pun kembali mencapai babak pamungkas. Sayang keduanya gagal mencapai klimaks setelah ditumbangkan unggulan lima, Mathias Christiansen dan Christinna Pedersen.

Kemenangan 14-21 dan 15-21 Mathias Christiansen dan Christinna Pedersen menunjukkan dua hal. Pertama, seperti Greysia dan Apriyani, pasangan Denmark itu merupakan contoh berhasil dari bongkar pasang pemai, juga perpaduan yang mengena antarpemain dengan rentang umur yang jauh. Meski dari generasi berbeda, Christiansen yang baru berusia 23 tahun mampu mengimbangi kematangan Pedersen.

Di sisi lain memperlihatkan pekerjaan rumah yang harus segera dibenahi Praveen dan Melati bila ingin terus bersaing di jajaran elite. Seperti terlihat di laga final hari ini, salah satu persoalan yang sepertinya belum juga terselesaikan adalah kesalahan sendiri. Paling menonjol di laga ini adalah Praveen Jordan. Mantan tandem Debby Susanto itu memberi poin cuma-cuma kepada lawan lebih dari 10 kali. Sulit dimengerti pemain dengan jam terbang cukup ini masih harus berkutat dengan hal-hal mendasar.

Pada titik ini penting untuk mendapatkan tandem yang mampu melengkapi kekurangan. Sejauh ini performa Melati cukup baik. Permainan depan net dan agresivitasnya cukup menjanjikan. Ia mampu memainkan peran sebagai playmaker, mengingatkan kita akan sosok Liliyana. Namun sebagai satu kesatuan keduanya masih harus berlatih lebih giat, termasuk mendapatkan jam terbang yang lebih. Penting untuk memberikan suntikan kepercayaan diri agar mereka tak lekas patah arang.

Praveen dan Melati harus puas sebagai runner-up India Open Super 500 2018/@Badmintalk
Praveen dan Melati harus puas sebagai runner-up India Open Super 500 2018/@Badmintalk
Terlepas dari kekurangan di pertandingan hari ini, kita berharap selain Melati dan Gloria Emanuelle Widjadja, tim pelatih harus berani memberi kesempatan kepada Gischa dan Winny. Mereka adalah pemain muda yang berada dalam satu generasi. Selain itu memantau para junior seperti Pitha Mentari dan Siti Fadia. Tidak harus melewati jalur biasanya bila performa mereka menjanjikan untuk diberi kepercayaan lebih.

Berbeda dengan China yang memiliki pemain memadai, cukup sulit bagi Indonesia untuk segera mendapatkan hasil dari proyek bongkar pasang pemain. Konsistensi masih menjadi momok bagi para pemain Indonesia. Sangat sedikit pemain kita yang mampu menjaga tren positif sejak level junior hingga mencapai tahap senior.

India puasa gelar

Tahun ini India puasa gelar. Tahun lalu tuan rumah masih bisa tersenyum dengan satu gelar dari P.V Sindhu. Kali ini tunggal terbaik dari Negara Anak Benua itu harus puas sebagai runner-up. Pemain berpaspor AS kelahiran China, Zhang Beiwen memupuskan harapan mayoritas penonton di Siri Fort Indoor Stadium, New Delhi hari ini.

Selain Beiwen kejutan juga dilakukan Shi Yuqi. Pemain berusia 21 tahun itu mengandaskan favorit juara Chou Tien Chen untuk merebut satu-satunya gelar yang dibawa pulang ke China. Pertarungan antara unggulan empat dan tiga itu berakhir dengan skor 21-18 dan 21-14. Chou yang pekan sebelumnya bertekuk lutut dari Ginting di partai final kembali mengalami nasib malang. Waktu sepertinya belum berpihak pada pemain asal Taiwan.

Seperti Chou, Sindhu pun tak kalah kecewa. Bahkan kekecewaannya bisa menjadi-jadi. Didukung penuh publik tuan rumah, perjuangan pemain berperingkat empat dunia harus berakhir secara tragis. Chou dan Sindhu mengingatkan kita pada Kenichi Hayakawa dan Hiroyuki Endo, ganda putra Jepang yang begitu ulet namun hampir selalu menjadi runner-up. Semoga nasib Melati dan Praveen bisa lebih baik, bila perlu sebaik Marcus dan Kevin.

N.B

Hasil pertandingan India S500:

Sumber: www.tournamentsoftware.com
Sumber: www.tournamentsoftware.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun