Kemenangan demi kemenangan itu seperti berpelukan dengan performa mereka yang cepat, tangkas dan bertenaga. Seperti diakui seniornya, Mohamad Ahsan dan Hendra Setiawan yang kembali reuni, Marcus dan Kevin benar-benar tak tertandingi. Keduanya menjadi pasangan tersulit yang pernah mereka hadapi. Bukan saja karena usia yang membuat keduanya harus menyerah kalah di babak semi final, tetapi penampilan Marcus dan Kevin benar-benar menakjubkan.
Hampir semua pemain yang dikalahkan selalu mengakui hal yang sama. Selain skill individu seperti Marcus dengan tipuan-tipuan mematikan, pasangan ini begitu padu. Mereka mampu mengkombinasikan antara kecepatan dan kekuatan serta mengharmonikannya menjadi sebuah permainan yang atraktif. Lawan-lawan dibuat tak berkutik dengan pukulan-pukulan cepat dan pertahanan yang sulit ditembus. Mereka tahu kapan harus menyerang, kapan harus bertahan, dan kapan waktu terbaik menghibur para penonton.
Pemandangan seperti itu terlihat jelas di partai final India S500 tahun ini. Pasangan Denmark Kim Astrup dan Anders Skaarup tak bisa berbuat banyak. Unggulan empat itu tak kuasa meladeni permainan cepat dan bertenaga dari Marcus dan Kevin. Keduanya menyerah dua game langsung, 21-14 dan 21-16.
Selain Marcus dan Kevin, kali ini Greysia Polii dan Apriyani Rahayu pun sukses menginjak podium tertinggi. Pasangan berbeda generasi ini meraih gelar super series kedua sejak berpasangan kurang dari setahun lalu. Di laga pamungkas mereka menjungkalkan wakil satu-satunya dari Thailand, Jongkolphan Kittitharakul/Rawinda Prajongjai.
Di atas kertas, Greysia dan Apriyani sedikit kurang diunggulkan. Pasangan dari Negeri Gajah Putih itu menempati unggulan kedua. Namun finalis Indonesia Masters pekan sebelumnya membuktikan bahwa bila unggulan pertama sudah bisa diatasi maka pintu juara kian terbuka lebar. Sehari sebelumnya pasangan yang berbeda usia 11 tahun itu menumbangkan unggulan pertama dari Denmark, sekaligus pasangan kawakan, Kamilla Rytter Juhl dan Christinna Pedersen.
Greysia dan Apri harus berjuang nyaris mendekati satu setengah jam untuk meraih tiket final. Pertandingan panjang nan melelahkan itu sempat memunculkan kekhawatiran. Ternyata kemenangan rubber set, 21-14 19-21 21-18 itu sama sekali tidak menghabiskan seluruh energi, apalagi membuat mereka mencapai klimaks. Keduanya hanya butuh dua game, 21-18 dan 21-15, untuk meraih gelar super series pertama di tahun ini.
Greysia dan Apri terlihat makin matang. Juara France SS 2017 itu tidak hanya memiliki pukulan yang kuat, tetapi mampu menerapkan pertahanan yang rapat. Meski patut diakui beberapa kali penempatan bola atau pleasing dan pengembalian tidak mengenai sasaran. Setidaknya pencapaian ini memberikan harapan bagi ganda putri Indonesia.
Setelah masa Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari, Indonesia sudah memiliki satu harapan. Berbeda dengan ganda putra, di sektor ini regenerasi cukup lambat. Sektor ini hanya memiliki sedikit, lebih tepat sangat sedikit, pasangan dengan pencapaian level super series. Sebelum era Greysia dan Nitya, Indonesia hanya memiliki Vita Marissa dan Liliyana Natsir yang sempat menjuarai China Masters 2007.
Tentu ini menjadi pekerjaan berat bagi tim pelatih untuk segera mendapatkan penerus. Jangan sampai jurang antargenerasi yang menganga seperti tunggal putri terjadi juga di sektor ini.
Harapan yang sama pun diletakkan pada nomor ganda campuran. Selain Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, Ricahard Mainaky dan Vita Marissa masih terus bongkar pasang. Saat ini nama Praveen Jordan dan Melati Daeva paling berpeluang untuk menjadi pelapis Owi dan Butet.
Pekan sebelumnya mereka sukses melangkah hingga ke partai final Indonesia Masters. Dan pekan ini langkah mereka pun kembali mencapai babak pamungkas. Sayang keduanya gagal mencapai klimaks setelah ditumbangkan unggulan lima, Mathias Christiansen dan Christinna Pedersen.