Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lebih Berdaya sebagai Penulis Warga, Mengapa Tidak?

20 November 2016   10:11 Diperbarui: 20 November 2016   15:32 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah buku yang ditulis Kang Maman/dokpri

Seperti mencerminkan pengalamannya, Yayat mengaku, “Kalau mau jadi penulis ya menulislah, mulailah menulis apa saja, tulis apa saja nggak usah peduli apakah dibaca banyak orang atau tidak, karena pada akhirnya tulisan kita itu akan menemukan pembacanya sendiri,”tuturnya.

Yayat merupakan pencinta sejati MotoGP dan sangat mengidolai pembalap asal Italia Valentino Rossi. Kecintaannya terhadap MotoGP dan Rossi sudah mew ujud banyak tulisan yang tidak hanya lahir dari hasil pengamatan tidak langsung (melalui layar kaca) dan bacaan, juga berangkat dari petualangan langsung ke Sirkuit Sepang, Malaysia. Sudah bebeberapa kali Nyonya Vale, begitu Kompasianer memanggilnya, nekat berburu sang idola ke Negeri Jiran.

Patut diakui tulisa-tulisannya tentang MotoGP dan petualangannya itu sangat unik, menarik dan dalam, walau jauh dari pekem jurnalistik. Mungkin karena gaya bahasa dan penuturan yang apa adanya itu membuatnya bisa lebih leluasa menulis.`   

"Blogger lebih fleksibel dibanding jurnalis, bisa menulis dari berbagai sudut pandang. Kalau sedang melihat langsung di sirkuit, blogger bisa menulis hal-hal di luar balapan dulu. Seperti menulis kehebohan fans Valentino Rossi, atau suka cita teman yang baru sekali menonton MotoGP. Kalau blogger menikmati acara, biasanya tulisan akan mengalir dengan sendirinya. Apapun yang ditulis yang penting enjoy, karena tidak ada pakem," lanjutnya.

Dari hal tersebut jelas terlihat titik fokus dan kecintaan Yayat. Kecintaan pada dunia balap motor itu semakin mempertebal semangatnya untuk menulis. Inilah kunci Yayat untuk menjaga api semangat dan konsistensi, hal mana yang masih dilakoninya hingga kini.

“Kalau sudah cinta maka tak akan ada kata jenuh, kalau sudah cinta maka tanpa paksaan akan menuliskan apapun yang sudah menjadi kecintaan kita.”tandasnya lagi.

Tentang kecintaan itu, lebih lanjut Kompasianer of The Year 2016 itu mengaku, “Kalau kita mencintai yang ditulis, pembaca akan merasakan kedalaman tulisan. Fokus pada topik yang disukai, kalau mencintai topik yang ditulis, maka mood menulis akan terjaga.”

Meski bebas menulis, Yayat sadar bahwa ada hal penting yang tidak boleh dilupakan. Setiap tulisan yang dihasilkan harus bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain harus jujur. Kejujuran itu tidak hanya dimaknai dalam konteks pengalaman subjektif yang tulus, juga lebih dari itu jauh dari hal-hal yang mengada-ada, apalagi mengandung kebohongan dan kesesatan.

Mas Isjet dengan latar belakang foto Mba Yayat/gambar dari @@dian_anthie
Mas Isjet dengan latar belakang foto Mba Yayat/gambar dari @@dian_anthie
Rumus Kang Maman

Kejujuran dalam menulis menjadi poin krusial saat ini. Saat siapa saja bisa menulis apa saja maka nilai tersebut menjadi pegangan utama. Hoaxatau tulisan fiktif adalah musuh dari tulisan yang jujur itu. Selain sebagai nilai dasar dalam kehidupan, melahirkan sebuah tulisan yang jujur bisa dilakukan dengan mengikuti rumus Kang Maman.

Mantan jurnalis yang telah menulis sejak kelas empat Sekolah Dasar ini menawarkan rumus 5 R sebagai elaborasi dan pendalaman atas pakem jurnalistik 5 W + 1 H. 5 R itu merupakan kependekan dari Read(membaca), Riset, Reliable, Reflectingdan (W)Rite.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun