Hal yang saya utarakan di atas tampaknya bukan isapan jempol belaka. Minyak atsiri atau minyak eteris (aetheric oil) secara potensial ada di bumi nusantara. Berasal dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu dan akar tumbuh-tumbuhan, sumber minyat ini tentu tak sulit ditemukan.
Potensi pemanfaatannya pun setali tiga uang. Kegunaannya, di antaranya bahan dasar obat dan kosmetik, berpelukan dengan tingkat dan tren kebutuhan akan produk nabati yang meningkat. Saat ini dunia berpaling lagi pada sejumlah komoditas yang merana dan mulai hilang di dalam negeri seperti rempah-rempah (asam jawa, kayu manis, pinang, panili, pala, lada, dan lain-lain).
Dan itu artinya dunia sedang menatap sumber-sumber penghasil cairan lembut esensial yang dalam bahasa Latin disebut aether(Inggris: upper airatau pure air) atau aither(Inggris: to glow) dalam bahasa Yunani itu.
Bahkan dari kisah Yusuf Elton Porwayla, salah satu pembuat minyak atsiri di Hukurila, Kecamatan Leitimur Selatan, Ambon, Maluku tergambar bahwa permintaan itu sudah ada sejak lama. Seperti dilaporkan Detik.com,Senin, 25 Maret 2013, sumber minyak atsiri yang diekstrak Yusuf dari tanaman kayu putih, batang cengkeh (fuli) dan biji pala itu laris manis.
"Tidak sulit untuk memasarkan minyak atsiri. Jumlah minyak atsiri yang saya produksi selalu habis, bahkan belum bisa memenuhi permintaan pembeli. Akibatnya, sejumlah permintaan terpaksa ditolak," tuturnya.
Secara ekonomis pun menjanjikan. Yusuf menjual satu liter minyak pala sampai Rp 800.000, minyak cengkeh Rp 115.000 dan minyak kayu putih Rp 150.000 per liter. Pendapatan bersih Yusuf dari membuat minyak atsiri pun bisa mencapai Rp 8 juta sampai Rp 11 juta per bulan. Dengan harga setinggi itu, tak heran minyak atsiri pun disebut sebagai emas hijau.
Di Yogyakarta dari pemberitaan Detik.com, Selasa, 8 Juni 2010, minyak atsiri menjadi primadona untuk Pendapatan Asli Daerah. Dengan kehadiran pablrik pengolahan minyak kayu putih di Gunung Kidul, jumlah produksi disinyalir meningkat dari tahun ke tahun.
“Dari 40 ribu liter produksi minyak atsiri tahun 2009, target produksi meningkat menjadi 43.260 liter tahun 2010 dan akan mencapai 49.115 liter pada tahun 2014. Perhitungan pendapatan pun meningkat dari Rp 4,46 miliar tahun 2010 menjadi Rp 5,75 miliar pada lima tahun mendatang.”
Saat ini, di sejumlah negara, kebutuhan bumbu dapur, berikut makanan yang natural dan bersih kian meningkat (Kompas,Kamis 26 Mei 2016, hal.17). Pergeseran pola hidup di perkotaan yang selaras lingkungan mendorong orang untuk mengkonsumsi bahan-bahan antioksidan yang diyakini banyak terdapat dalam rempah-rempah itu.
Selain sebagai bahan antioksidan, dari sejumlah riset yang dilakukan di negara maju ditemukan banyak khasiat baru dari rempah di antaranya antikanker, menekan kegemukan dan antimikrobial.