“Ketika berumur lima tahun, junior kami diajari dasar-dasar bermain bulu tangkis. Mereka diajarkan bagaimana bulu tangkis dimainkan,”ungkap Peter-Gade dikutip dari Badmintalk.
Kedua, sistem dan fasilitas memadai. Denmark sadar bahwa mustahil melahirkan bintang tanpa ditunjang sistem dan fasilitas memadai. Salah satu aspek yang serius diperhatikan adalah tersedianya pelatih berkualitas.
Sistem pembinaan pun dilakukan sejak dini dan berlangsung hingga tak kenal waktu. Dengan jumlah penduduk sedikit, Denmark memiliki tak kurang dari 600 klub aktif dengan sistem liga untuk junior dan senior.
“Sistem klub adalah pusat dari bulu tangkis Denmar. Ini cukup unik jika dibandingkan negara-negara lain. Kita memiliki pemain dari umur lima sampai 65 tahun yang bermain secara teratur di kelompok umurnya,”ungkap Bo Jensen, Ketua Asosiasi Bulu Tangkis Denmark.
Ketiga, bila dua unsur pertama, setidaknya sedikit banyak masih berlaku pula di Indonesia, maka dua aspek berikut ini, harus diakui, kita kalah. Denmark memiliki ribuan sukarelawan yang setia dan tanpa pamrih terlibat dalam berbagai kegiatan bulu tangkis. Bahkan Denmark memiliki Asosiasi Sukarelawan yang sudah berdiri sejak 1800 dan kini beranggotakan sekitar 35 persen penduduk Denmark.
Keempat, kerja sama lintas sektor. Denmark menopang geliat bulu tangkisnya dengan sinergi yang apik antar pemerintah, asosiasi olahraga dan berbagai pihak. Modal dasar dukungan sukarelawan itu, semakin diperkuat dengan dukungan penuh dari pemerintah yang siap menggelontorkan dana untuk membantu asosiasi olahraga menggerakan roda kegiatan dan menyelenggarakan berbagai event.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H