Terlebih lagi, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang semakin mempersempit ruang gerak dan kebebasan pers di Indonesia.
Tak lama kemudian, Departemen Penerangan mengeluarkan peraturan baru yang mengharuskan setiap media massa seperti surat kabar dan majalah harus mendapatkan dukungan oleh minimal satu partai politik atau tiga organisasi massa.Â
Alhasil, seluruh surat kabar tidak ada yang bersifat netral dan justru berisikan kepentingan masing-masing organisasinya.
Era Pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru)
Era ini dikenal juga sebagai era demokrasi liberal yang berpengaruh pada kebebasan pers di Indonesia.
Hal ini dikarenakan setiap orang diperbolehkan menerbitkan media massa berupa surat kabar atau majalah tanpa memerlukan pengesahan pihak manapun selama memiliki modal.
Dengan begitu, masyarakat Indonesia terutama dari kalangan wartawan menjadi lebih bebas dan lapang dalam mengemukakan pendapat dan aspirasi mereka.
Namun justru karena itu pula, banyak surat kabar dan majalah menjadi tidak bermutu karena berlomba menerbitkan tulisan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan kualitas media.
Selain itu, muncul permasalahan baru yaitu adanya media yang memuat konten pornografi dan disebarluaskan secara bebas dikarenakan tidak adanya pembatasan mengenai hal tersebut.
Karena keadaan semakin memburuk, pemerintah pun membuat peraturan yang berkaitan dengan dunia pers yang disesuaikan dengan dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945.