Bono Setyo, selaku Direktur Center of Communication Studies and Training (COMTC) dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial & Humaniora UIN Sunan Kalijaga, menjelaskan bahwa kasus pemberitaan viral ini bermula dari wawancara detik.com pada Prof. Yudian, yang selanjutnya ditulis menjadi berita di media online dengan headline "Kepala BPIP Sebut Agama sebagai Musuh Terbesar Pancasila".Â
Bono menyebutkan bahwa masalah bermula dikarenakan adanya communication gap antara wawancara yang dilakukan detik.com dengan pemberitaan yang ditulis di situs beritanya.
Sebagaimana berita merupakan produk atau karya jurnalistik yang dihasilkan oleh seorang wartawan yang juga seorang manusia, maka terkadang secara manusiawi pula wartawan tersebut mengalami distorsi akibat penafsiran atau interpretasi secara subyektif.Â
Wartawan yang tentunya memiliki kepentingan dan tanggung jawab untuk menghasilkan berita yang menjual sehingga menerapkan konsep "bad news is a good new" dan terkadang wartawan secara sengaja menggunakan teknik menulis headline yang clickbait yang menarik, bombastis, dan  bahkan terkadang kontroversial sehingga mendapatkan perhatian dari masyarakat dan netizen.
Hasilnya, headline pemberitaan detik.com tentang wawancara dengan kepala BPIP tersebut dapat dikatakan berhasil atau sukses. Hal ini dibuktikan dengan respon yang sangat signifikan dari berbagai kalangan masyarakat dan netizen.Â
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Center of Communication Studies and Training (COMTC) yang bekerja sama juga dengan Median-analytic, diketahui sejak berita tersebut diunggah sampai tanggal 13 Februari 2020 terdapat sebanyak 15.000 tweet yang masuk, dan tagar yang paling banyak muncul atas isu tersebut adalah #bubarkanbpip.
Fenomena tersebut menunjukkan betapa "kejam"nya media dan pers ketika oknum jurnalis yang hanya mengejar sensasi atau kepentingan sesaat melalui logika viralitas.
Banyak masyarakat dan netizen yang seharusnya dapat menggunakan logika manusia untuk berpikir jernih dan rasional justru terseret ke dalam logika medial viral yang notabene irasional dan terkadang hanya berbentuk framing.
Bono juga menyerukan pentingnya literasi media, baik untuk masyarakat dan netizen serta para pelaku jurnalistik yakni, pemberitaan atau informasi dari media penting namun jangan ditelan mentah-mentah apalagi hanya berdasarkan interpretasi headline atau lead berita.Â