Mohon tunggu...
Chantika NurAsyfa
Chantika NurAsyfa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Blog/situs pribadi

Chantika Nur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seni dalam Hidup

23 Februari 2022   18:15 Diperbarui: 23 Februari 2022   18:26 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nenek bertanya kami dari kota mana, kami menjawabnya. Nenek sama sekali tidak bertanya tentang kemana orang tua kami, kenapa kami berjalan-jalan jauh sendirian tanpa dampingan orang tua. Nenek tidak bertanya tentang itu, setelah makan nenek mengajak kami untuk ke rumahnya. Setelah sampai di rumahnya, dede sangat senang bermain dengan kucing peliharaan nenek, nenek juga memiliki banyak mainan anak-anak, setelah cape bermain kejar-kejaran dengan kucing, ia bermain mainan di rumah nenek.

Rumah nenek sangatlah besar, bangunannya pun terlihat sedikit berbeda dari warga-warga lain, nenek hanya tinggal berdua dengan suaminya. Ditengah teriknya matahari, nenek mengupaskan semangka dan buah-buahan lain untuk kami, aku sibuk menggambar rumah nenek. Aku seperti biasa tidak banyak berbicara, hanya menggambar dan sesekali memakan buah yang dikupaskan oleh nenek.

"Nek... Nenek banyak mainannya, apa cucuk nenek seumuran denganku?" celetuk dede ditengah heningnya siang hari.

Aku yang sedang menggambar tiba-tiba terhenti, sebenarnya aku juga kepo tetapi aku mengurungkan bertanya. Karena nenek saja dapat menahan tidak bertanya apapun tentang keluarga kami, meski aku melihat bahwa wajah nenek sangat terlihat khawatir kepada kami meskipun ini adalah pertemuan pertama kami.

"Cucuk nenek seumuran denganmu, tetapi sekarang cucuk nenek sedang melihat nenek di atas sana" ucap nenek sambil menunjuk langit

Aku buru-buru minta maaf kepada nenek, karena pertanyaan dede mungkin membuka kembali luka yang sudah susah payah nenek obati.
Nenek menggeleng, berkata tidak apa-apa. Nenek menceritakan semuanya bahwa saat itu nenek sangat ingim bertemu dengan anak dan cucuknya tetapi cuaca tidak mengijinkannya untuk bertemu. Saat perjalanan menuju desa hujan lebat tiba-tiba, jalan menuju pastinya sangat gelap dan jalan menuju desa pun tiba-tiba longsor, anak dan cucuknya jatuh ke jurang. Nenek bercerita bahwa kejadian itu mungkin baru satu tahun.

Awalnya nenek merasakan bahwa semua itu adalah kesalahan nenek, apabila nenek pada waktu itu tidak menelepon anak nenek untuk datang kesini semuanya tidak akan terjadi, tetapi selama satu tahun ini nenek belajar caranya menerima takdir. Meskipun sulit untuk diterima di hati, akan tetapi sesuatu yang akan terjadi dan sudah tidak terjadi kita tidak akan dapat memperbaiki semuanya. Kita hanya bisa menjalani kehidupan kita sekarang dan berusaha lebih baik belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu, terkadang seseorang itu akan sadar setelah ditampar oleh keadaan berkali-kali, dan manusia itu sering kali lalai, makanya terkadang semesta sesekali memberikan pelajaran kepada kita agar kita paham.

Matahari sudah mulai turun dari kaki langit, aku dan adikku izin pamit pulang kepada nenek, dan kami juga aangat berterima kasih kepada nenek karena nenek sangat baik, selain memberikan makanan saat kami di desa, nenek membekalkan banyak sayuran dan buah-buahan kepada kami. Nenek dan dede sangat akrab seperti sudah kenal lama, dede awalnya tidak ingin pulang akan tetapi kami mengejar bus, apabila kami terlambat kami tidak akan bisa pulang hingga besok pagi. Sepanjang perjalanan pulang, dede tertidur sangat lelap. Ia mungkin kecapean berlari-lari dengan kucing nenek, dan hari ini kami pun banyak berjalan-jalan kaki, mungkin kaki dede pegal.

Mulai dari situ, aku dan dede sering berjalan-jalan dede sepakat karena aku sedang melatih skill menggambarku sambil berjalan-jalan, minggu berikutnya aku dan dede pergi ke sebuah pantai, tidak begitu ramai dan tidak sepi juga. Setiap berjalan-jalan dede sangatlah bawel, sikap dede berubah perlahan dengan berjalannya waktu, ia tidak sependiam seperti diriku. Dede sekarang menjadi mudah akrab kepada siapapun, mungkin karena kami sering berpergian dan kami berjumpa dengan orang-orang yang ramah kepada kami dan dede merasa nyaman dan aman.

Saat di pantai, aku mendapat panggilan dari luar negeri, panggilan telepon yang selalu kutunggu-tunggu selama ini, seseorang yang aku kira telah lupa kepadaku dan adikku, seseorang yang selalu aku khawatirkan. Ayahku menelepon saat itu, ia berada di canada. Ayah belum tau kapan ia akan kembali kesini, karena modal yang belum cukup untuk memulai semua dan membereskan semuanya, ayah hanya menanyakan kabarku dan adikku. Aku sangat merindukannya, telepon itu terasa sangat singkat. Banyak hal yang ingin kuceritakan kepada ayah, banyak hal yang ingin aku keluhkan kepada ayah, tetapi waktu tak mengijinkan kami untuk berlama-lama. Ayah izin pamit menutup telepon.

Pukul 05.50 : Memulai perjuanganku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun