Mohon tunggu...
Chantika NurAsyfa
Chantika NurAsyfa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Blog/situs pribadi

Chantika Nur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seni dalam Hidup

23 Februari 2022   18:15 Diperbarui: 23 Februari 2022   18:26 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun mereka seorang rentenir yang terlihat cukup jahat dari perawakannya akan tetapi mereka tidak berani menyentuh kami sedikitpun, mereka tidak berani melukai kami meskipun ayah kami telah kabur. Mereka meninggalkan aku dan adikku di rumah. Lengang sejenak setelah kepergian mereka. Aku memikirkan kemana kami harus pergi, kami tidak memiliki siapapun, kami tak mempunyai keluarga disini.
Enam belas tahun aku tinggal di rumah mewah ini, jutaan kenangan keluarga kami, detik-detik terakhir bersama ibu kami untuk pertama kalinya aku meninggalkan tempat yang sangat berarti di hidupku, untuk pertama kalinya aku merasakan kebingungan tentang masa depan, untuk pertama kalinya aku kehilangan kepercayaan tentang janji masa depan yang terang. Mulai besok aku bukanlah Elinia anak yang mempunyai segala-galanya, aku bukanlah anak yang dimanja lagi, mulai besok aku adalah tulang punggung keluargaku, aku harus menjaga adikku dan aku harus tetap menjalani sekolahku.

Aku membenahi semua barang-barangku, aku membantu adikku yang usianya mungkin seharusnya belum mengerti situasi sekarang tapi ia tetap tenang dan membantuku membereskan barang-barangnya. Elsana itulah nama adikku, dia baru berumur 7 tahun. Ibu meninggal saat usianya baru menginjak 4 tahun sehingga ia tidak memiliki banyak ingatan kenangan tentang ibu. Ia terkadang sangat menyebalkan tetapi ia juga bisa sangat tenang disaat situasi seperti ini. Aku selalu takut jika ia merasa kekurangan sehingga ia merasakan beban sangat banyak dan dewasa sebelum waktunya, sehingga ia tidak bisa menikmati masa-masa kecilnya.

"Sana apa kamu ga merasakan ketakutan? Sejak tadi kau banyak diam dan tak merengek apapun ga kayak biasanya" ucapku di tengah keheningan.

"Takut apa? Ayah bilang ia hanya akan pergi untuk beberapa saat, dan dia janji akan kembali mencari kita, untuk barang-barangku yang mungkin gaakan kebawa semuanya, aku gapapa. Karena kalo nanti kakak dah banyak uang aku tinggal minta saja semuanya ke kakak kan?" ucap Sana.

Entah aku harus merasa sebal atau sedih oleh jawabannya tapi aku tetap harus terlihat tidak apa-apa karena dia sudah berusaha menahan ini semua dengan sangat baik. Kutimpuk dia dengan pakaian yang sedang ku lipat dan dia marah-marah sambil mengejarku. Itu mungkin adalah kenangan terakhir kami di rumah ini. Setidaknya kami meninggalkan jejak dengan banyak tawaan sehingga ibu bisa senang melihatnya di surga sana, dan ayah semoga tetap selamat dan dapat cepat kembali bersama dengan kami.

Keesokan harinya aku mengunjungi rumah sewaan tahunan dengan bangunan yang sangat kecil, aku memikirkan agar aku dan adikku ada tempat berteduh selama satu tahun terlebih dahulu, kami berjalan-jalan mencari dari bangunan satu ke bangunan lain. Adikku mungkin sudah kecapean karena kami dari tadi berjalan, biasanya kami selalu diantar jemput oleh sopir kami, sopir kami pun sebenarnya masih mau membantu kami, ia menawarkan agar kami tinggal bersamanya akan tetapi aku akan merasa merepotkan orang lain lagi dan aku merasa berhutang kepadanya dan aku sangat membenci perasaan seperti itu sehingga kami memutuskan untuk tinggal sendiri dengan uang tabungan yang kami tabung sejak kecil, mungkin akan cukup tiga sampai empat tahun lagi jika kami berhemat.

Akhirnya kami menemukan bangunan yang menurut kami cukup nyaman dan aman, setelah menemukan tempatnya kami memesan jasa antar pengiriman barang untuk membawa barang-barang kami, kami membawa beberapa barang berharga yang belum disita oleh bank dan rentenir, karena kemungkinan besar jika tabungan kami habis kami dan menjual beberapa barang itu.

Hari ini aku engga pergi ke sekolah, selain karena aku harus memindahkan barang-barangku berita ayahku sudah masuk banyak media, dan kemungkinan besar siswa sekolahku akan mengejekku apalagi yang dari dulu terlihat sangat iri dan dengki kepadaku.

Aku bersekolah di sekolah seni khusus yang terkenal di kota kami dan terkenal di negara kami juga. Aku menyukai menggambar, aku menggambar apapun seperti benda, bangunan, dan alam, tetapi aku tidak  pernah menggambar manusia atau wajah manusia. Karena pada dasarnya manusia memiliki sifat yang selalu berubah-ubah sehingga kita tidak dapat meninggalkan sesuatu kenangan atau sifat yang dapat dilihat untuk selama-lamanya.

Ayahku mungkin kabur ke luar negeri, ia berencana untuk memulai kembali semuanya dari awal dengan bergabung dengan temannya yang di luar negeri, hingga saat ini ayah belum mengabari kami. Aku... Aku tidak membenci ayah, aku tahu ayah tidak bersalah, ini adalah kesalahan perusahaan yang bekerja sama dengan ayah, akan tetapi aku sangat kecewa kepada ayah yang tak mengabari kami. Apakah ayah selamat? Apa ayah sudah makan? Apa ayah tidak mengkhawatirkan kami?.

Beberapa minggu kami menjalani hidup berdua di bangunan kecil, kehidupan di sekolah mungkin bisa dikatakan cukup berat apabila aku memedulikan ucapan teman-temanku, tapi sayangnya aku tidak pernah meladeni mereka, aku tidak mempunyai teman yang sangat di sekolah. Aku mempunyai tempramen yang sangat buruk, aku tidak menyukai apabila aku merasa tertekan oleh orang-orang sekitar, maka dari itu aku tidak mempunyai teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun